Belanja online sudah menjadi tren belanja masa kini. Selain mudah, praktis, dan efisien, metode ini telah menjadi pilihan utama bagi banyak orang di seluruh dunia. Dengan hanya bermodalkan perangkat dan paket data, kita bisa checkout barang impian, lalu tinggal menunggu paket datang dalam beberapa hari. Keuntungan lainnya, kita dapat melacak status pesanan dan memberikan ulasan berdasarkan tingkat kepuasan kita.
Bagi mereka yang sibuk atau sulit mengakses toko fisik, belanja online tentu menjadi solusi. Beranda platform marketplace memajang beragam produk yang siap dibeli hanya dengan mengetik kata kunci di kolom pencarian. Namun, strategi promosi penjual online semakin berkembang. Kini, mereka tak hanya mengunggah foto produk, tetapi juga menjual secara live streaming. Metode ini lebih diminati karena memungkinkan penjual untuk mendemonstrasikan produk secara langsung. Misalnya, dalam kategori pakaian, penjual tidak hanya mencantumkan ukuran dan bahan, tetapi juga mencoba produknya di depan kamera sehingga pembeli bisa melihat tampilan nyata saat dikenakan.
Dari Scroll Iseng ke Checkout Tanpa Sadar
Menariknya, banyak orang awalnya hanya sekadar scroll layar tanpa niat membeli. Namun, interaksi langsung dengan penjual, promo gratis ongkir, serta momen FOMO (Fear of Missing Out) saat melihat produk yang cepat habis, membuat kita terpancing untuk membeli. Bahkan, sering kali pembelian dilakukan bukan karena kebutuhan, melainkan karena faktor psikologis: "Aku sudah punya rok, tapi warna biru ini belum. Nggak apa-apa deh beli satu lagi." Atau "Dress ini bagus buat pesta nanti, harganya juga lagi murah!"
Tanpa disadari, kebiasaan ini menguras kantong. Uang yang seharusnya dialokasikan untuk kebutuhan lain malah habis untuk membeli barang yang tidak mendesak. Yang lebih parah, adanya fasilitas paylater semakin memperburuk kebiasaan ini. Pola pikirnya berubah menjadi: "Yang penting checkout dulu, urusan bayar nanti!" Ini adalah gejala konsumtif yang bisa berujung pada kecanduan belanja.
Cara Mengontrol Kebiasaan Belanja Impulsif
Beberapa waktu lalu, saya mengamati seorang kenalan yang hampir setiap hari menerima paket di rumah. Uniknya, banyak dari paket tersebut tidak langsung dibuka, bahkan sampai berminggu-minggu. Kadang, dia sendiri lupa pernah membeli barang itu! Saat saya tanya alasannya, dia mengaku awalnya hanya suka scroll media sosial dan melihat barang lucu serta murah. Jari pun refleks mengetik "fix" atau "mau", lalu barang pun terbeli. Setelah transaksi selesai, ada sedikit penyesalan, tapi besoknya diulang lagi.
Dari pengamatan ini, saya menyimpulkan bahwa penyebab utama belanja impulsif adalah kebiasaan menghabiskan waktu di depan layar. Ia menganggap menonton live shopping sebagai hiburan dan cara mengisi waktu, padahal justru membuatnya lebih boros.
Lalu, saya menyarankan sebuah metode sederhana: tetap bisa menonton live shopping dan tetap checkout, tetapi dengan cara yang lebih menguntungkan. Tapi discalimer dulu. Begini caranya:
Alihkan Uang Belanja ke Investasi