Mohon tunggu...
Siska Dewi
Siska Dewi Mohon Tunggu... Administrasi - Count your blessings and be grateful

Previously freelance writer https://ajournalofblessings.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Kisah Nyata: Free-Range Parenting, Pola Asuh yang Memberdayakan Anak

23 September 2020   07:32 Diperbarui: 17 Mei 2022   09:51 1636
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Edfren benar. Tante saya seorang wanita desa yang sederhana. Beliau tidak paham pola asuh. Beliau tidak pernah dengar istilah free-range parenting. Beliau juga tidak tahu siapa Dr. Benjamin Spock.

Tetapi, beliau melakukan apa yang disarankan dokter tersebut. Tante saya memercayai instingnya. Saat memutuskan untuk menitipkan anaknya yang baru berusia 3 tahun kepada ibunya, beliau percaya bahwa anaknya akan baik-baik saja.

"Umur 15 tahun, aku dititipkan pada nenek dari pihak Papa di Semarang. Tujuannya agar aku mendapatkan pendidikan yang lebih baik." Edfren mengenang. "Umur 18 tahun, ibu dan adik-adikku pindah ke Semarang. Aku ingat, setiap kali pembagian rapor, aku yang menjadi wali untuk mengambil rapor adik-adikku. Para wali kelas mereka suka memanggil aku dengan sebutan bapak muda."

Ilustrasi mengambil rapor (sumber gambar: freepik.com)
Ilustrasi mengambil rapor (sumber gambar: freepik.com)

"Lalu, rapormu?"

"Aku minta tolong tetangga yang mengambilkan. Tetanggaku jualan kue. Terkadang dia sibuk dengan dagangannya dan datang terlambat. Jika wali kelasku tidak sabar menunggu, beliau akan berikan rapor kepadaku dan ingatkan aku untuk minta tanda tangan ortu."

"Lalu, siapa yang tanda tangan rapormu dan rapor adik-adikmu?"

"Aku. Ayahku kerja di Bali. Ibuku buta huruf, tidak bisa tanda tangan. Jadi, mereka memberikan kuasa kepadaku. Aku yang menandatangani raporku sendiri dan rapor adik-adikku."

Sambil tertawa, Edfren melanjutkan, "Aku ingat, kami pernah beli rumah atas nama ibu. Karena ibuku buta huruf, aku yang membacakan dan menjelaskan isi Akta Jual Beli. Aku juga yang mengajari beliau cara tanda tangan. Intinya, ayahku memberi aku kepercayaan, dan aku berusaha menjaga kepercayaan itu."

Edfren bercerita bahwa tinggal jauh dari orangtua sejak usia 3 tahun membuat dirinya terkondisi untuk mandiri. Kakek dan nenek kami, juga ibu saya, adalah orang-orang yang mewarnai perkembangan masa kanak-kanaknya. Dia mengamati mereka, dan belajar hal-hal positif dari mereka.

"Dari pola asuh orangtuaku, aku merasa bahwa aku diberi kebebasan sekaligus diberi tanggung jawab. Sejak kecil, keadaan mengondisikan aku untuk menyelesaikan permasalahan dan mengambil keputusan. Aku juga belajar melobi tetanggaku agar mau mengambilkan raporku."

Kiat Menerapkan Free-Range Parenting Versi Edfren

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun