Mohon tunggu...
Anjrah Lelono Broto
Anjrah Lelono Broto Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis

Penulis freelance

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Menari di Bawah Gerhana Bulan

1 Februari 2018   11:40 Diperbarui: 1 Februari 2018   11:53 429
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dokumentasi pribadi

Bagi orang yang bermukim di kawasan cagar budaya seperti Trowulan, Mojokerto, seperti saya, bukanlah suatu yang luar biasa jikalau dalam satu bulan atau mungkin satu tahun ruang pandang kita akan dihiasi dengan pertunjukkan seni budaya. Terlebih, jika pertunjukkan seni budaya tersebut beraura tradisi. Tetapi, menjadi menikmati pertunjukkan seni budaya di bawah cahaya bulan yang tengah perlahan dimakan Betara Kala(Kala Rahu, dalam pewayangan) adalah sesuatu yang lur biasa. Bahkan bolehlah dibilang, bahwa dalam seumur hidup saya belum tentu saya akan menikmati lagi pemandangan luar biasa seperti itu.

Tepat kemarin, Rabu, 31 Januari 2018, fenomena gerhana bulan total Super Blue Blood Moon yang dapat dinikmati dengan mata telanjang dari Trowulan menjadi momentum kawan-kawan seniman dan akademisi seni tari untuk menggelar repertoar tari kolosal di lingkungan Situs Kolam Segaran, Trowulan, Mojokerto. "Repertoar tari bernuansa refleksi olah tubuh ini merupakan salah satu bentuk rasa syukur kita karena diberi nikmat oleh Sang Maha Kuasa berupa usia dan kesehatan hingga dapat melihat salah satu tanda-tanda kebesaran-Nya ini," demikian tutur Yudhi Sendong, koordinator agenda ini di sela seruputan minum kopinya sebelum acara. Saya pribadi tentu saja mengatakan hal yang sama, betapa kita selayaknya bersyukur karena masih diberikan kesempatan untuk menikmati kemahadayaan Tuhan Yang Maha Kuasa dengan segala ciptaan-ciptaan-Nya.  

Puluhan penari berkostum putih-putih menggerakan anggota tubuh mereka secara oratoris di bawah temaram cahaya bulan yang sedikit demi sedikit menghitam tertutup bayang-bayang. Gerakan mereka begitu syahdu menghidupkan kesadaran akan adanya diri kita, yang hanya sebagian dari makhluk ciptaan Tuhan. Kemagisan suasana malam kian berkembang sehingga kesadaran tersebut seakan menjadi milik siapa saja yang hadir di Situs Kolam Segaran malam kemarin, tanpa memandang latar belakang status sosial-ekonomi, latar belakang suku bangsa maupun agama, apalagi sekedar latar belakang pilihan kita masing-masing dalam pilkada serentak 2018 ini. 

Namun, sepulang dari menikmati pertunjukkan tersebut, di jalanan menuju rumah saya di sebelah utara Situs Candi Brahu. Ruang pandang saya dijejali dengan pemandangan anak-anak muda yang lalu lalang di jalanan dengan berboncengan berlain-lainan jenis. Tangan perempuan yang dibonceng erat memeluk pinggang laki-laki pemboncengnya. Ruang pandang saya melihat betapa fenomena gerhana bulan total tersebut sama sekali tidak mengusik keasyikan mereka menikmati masa muda dengan aksian hedonisian. Gerhananya saja tidak menarik perhatian mereka, apalagi pertunjukkan tarinya, gerutu saya. 

Pada bagian seperti ini, terkadang saya merasa sedih.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun