Mohon tunggu...
Veeramalla Anjaiah
Veeramalla Anjaiah Mohon Tunggu... Wartawan senior

Wartawan senior

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

India dan Indonesia menandatangani perjanjian minyak sawit untuk meningkatkan ketahanan pangan

29 Juli 2025   10:32 Diperbarui: 29 Juli 2025   10:32 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Minyak kelapa sawit di sebuah toko. | Sumber: money.rediff.com

Oleh Veeramalla Anjaiah

India dan Indonesia menandatangani pakta tiga tahun untuk mempererat hubungan ekonomi dan memastikan ketahanan pangan melalui perdagangan minyak sawit berkelanjutan. Perjanjian ini berfokus pada kolaborasi, praktik berkelanjutan dan rantai pasokan yang stabil, lapor situs web money.rediff.com.

Asosiasi Produsen Minyak Nabati India (IVPA) dan Asosiasi Minyak Sawit Indonesia (IPOA) pada tanggal 24 Juli menandatangani pakta tiga tahun untuk mempererat hubungan ekonomi dan memastikan ketahanan pangan.

Menurut kantor berita Press Trust of India (PTI), nota kesepahaman ini bertujuan untuk memperkuat kolaborasi di sektor minyak sawit, yang menjadi tulang punggung perdagangan minyak nabati antara kedua negara.

India mengimpor lebih dari 60 persen kebutuhan minyak nabatinya, dengan Indonesia menjadi pemasok minyak sawit terbesarnya selama lebih dari satu dekade, menurut badan industri SEA India.

Perjanjian tersebut meresmikan hubungan ini, sekaligus berfokus pada praktik berkelanjutan dan rantai pasokan yang stabil.

"Nota kesepahaman hari ini menandakan komitmen bersama kami terhadap rantai pasokan minyak sawit yang siap menghadapi masa depan dan transparan yang menguntungkan konsumen dan produsen," lapor PTI mengutip pernyataan Sudhakar Desai, Presiden IVPA, pada prosesi penandatanganan.

Perjanjian ini menguraikan lima bidang kerja sama utama --- pertukaran teknis serta penelitian & pengembangan, inisiatif keberlanjutan, koordinasi kebijakan, langkah-langkah ketahanan pangan dan berbagi intelijen pasar. Kedua asosiasi akan berfokus pada promosi minyak sawit berkelanjutan bersertifikat, sekaligus melibatkan petani kecil dalam rantai nilai.

M. Fadhil Hasan, Kepala Urusan Luar Negeri IPOA, menekankan komitmen Indonesia untuk mendukung tujuan ketahanan pangan India.

"Kami berharap dapat memajukan tujuan ketahanan pangan dan iklim India melalui pasokan minyak sawit yang andal dan bersumber secara bertanggung jawab," ujarnya.


Berbicara di konferensi tersebut, Hasan menambahkan bahwa minyak sawit tetap vital bagi perekonomian Indonesia.

"Melalui sertifikasi ISPO [Indonesian Sustainable Palm Oil], langkah-langkah konservasi hutan dan produksi yang bertanggung jawab, kami bertujuan untuk mendukung ketahanan pangan dan tujuan iklim India. Meskipun tantangan seperti kepatuhan petani kecil masih ada, kemitraan ini akan mendorong inovasi dan kebijakan inklusif demi rantai pasokan yang tangguh."

Ketua IPOA Eddy Martono menyoroti hubungan perdagangan bilateral yang kuat antara kedua negara.

"Pada tahun 2024, perdagangan bilateral kita mencapai AS$26 miliar, termasuk $20,3 miliar ekspor dari Indonesia ke India dan $5,7 miliar impor dari India, yang menghasilkan surplus perdagangan sebesar $14,6 miliar yang menguntungkan Indonesia. Minyak sawit dan turunannya sendiri mencapai $4,4 miliar, yang menyoroti peran kuncinya dalam hubungan ekonomi kita," lapor PTI mengutip pernyataan Martono.

Secara global, minyak sawit menyumbang 39,5 persen dari produksi minyak nabati, dengan Indonesia menyumbang 58 persen dari ekspor global. Industri kelapa sawit Indonesia mencakup 16,38 juta hektar, 7,4 persen dari luas wilayah negara, dengan perusahaan swasta menguasai 52,3 persen, petani kecil 41,3 persen dan badan usaha milik negara 6,4 persen.

Perjanjian ini didukung oleh kerja sama yang berkelanjutan antara Kementerian Perdagangan dan Industri India dengan Kementerian Perdagangan Indonesia, yang melengkapi Misi Minyak Nabati Nasional India dan tujuan dekarbonisasi ekspor Indonesia.

Sebuah kelompok kerja bilateral akan mengawasi implementasi Nota Kesepahaman, memberikan laporan kemajuan tahunan dan mewakili posisi bersama di platform global.

Kebun kelapa sawit di Indonesia. | Sumber: palmoilmagazine.com
Kebun kelapa sawit di Indonesia. | Sumber: palmoilmagazine.com

Kemitraan ini diharapkan dapat meningkatkan ketahanan rantai pasok sekaligus memajukan tujuan keberlanjutan di sektor kelapa sawit.

India, Indonesia dan Malaysia menyumbang sekitar 85 persen produksi minyak sawit global. Lebih dari 75 persen produksi diekspor ke pasar internasional, dengan India menjadi salah satu importir terbesar, diikuti oleh China dan Eropa.

Menurut situs Grand View Research, ukuran pasar minyak sawit global diperkirakan mencapai $72,84 miliar pada tahun 2024 dan diproyeksikan tumbuh pada tingkat pertumbuhan tahunan majemuk (CAGR) sebesar 5,3 persen dari tahun 2025 hingga 2030. Pasar ini didorong oleh permintaan yang tumbuh secara eksponensial dari sektor makanan, minuman, biofuel, energi, perawatan pribadi dan industri kosmetik.

Produsen-produsen besar berada di kawasan Asia-Pasifik karena ketersediaan bahan baku yang terbatas. Pasar ini sangat kompetitif dan komprehensif karena kehadiran sejumlah besar pemain dari berbagai skala yang berusaha mendapatkan keunggulan kompetitif dengan produksi tinggi, jaringan distribusi yang unggul, kualitas produk dan berbagai strategi kompetitif.

Indonesia merupakan produsen sekaligus pengekspor minyak sawit terbesar. Negara ini mengekspor produknya secara global. Pemerintah juga mendukung para pembudidaya kelapa sawit. Kelapa sawit merupakan sumber pendapatan utama bagi banyak produsen skala kecil dan menengah di kawasan ini. Industri ini berperan besar dalam pengembangan dan peningkatan kesejahteraan para pembudidaya di area tersebut.

Demikian pula, produk ini telah mengalami peningkatan permintaan dari industri biofuel. Produk ini digunakan dalam produksi bahan bakar hayati yang selanjutnya digunakan sebagai alternatif berkelanjutan untuk minyak mentah dalam berbagai aplikasi seperti oli mesin. Industri bahan bakar hayati merupakan sebuah industri yang sedang berkembang dengan aplikasi yang terbatas saat ini.

Meskipun industri ini diperkirakan akan berkembang karena banyaknya pelaku yang terlibat dalam penelitian dan pengembangan industri. Permintaan minyak sawit dari industri ini diperkirakan akan meningkat dan mendorong pasar produk.

Penulis adalah jurnalis senior yang tinggal di Jakarta.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun