a) Efisiensi Sumber Daya: Mengurangi kebutuhan pembangunan baru dan memanfaatkan kembali energi serta material yang sudah tertanam dalam bangunan lama.
b) Pengurangan Dampak Lingkungan: Adaptive reuse menghasilkan emisi karbon yang lebih rendah dibandingkan pembangunan baru.
c) Peningkatan Nilai Ekonomi dan Sosial: Fungsi baru pada aset lama dapat menggerakkan perekonomian lokal dan menciptakan ruang sosial yang inklusif.
d) Perpanjangan Umur Aset: Bangunan lama diberi fungsi baru tanpa kehilangan karakter fisiknya, memperpanjang masa pakai secara efektif.
Beberapa studi bahkan menunjukkan bahwa adaptive reuse mampu menciptakan lapangan kerja 25% lebih banyak dibandingkan konstruksi bangunan baru, serta mengurangi biaya operasional jangka panjang secara signifikan.
Contoh Praktik: Dari Wisma Hunian ke Ruang Kolaboratif
Salah satu contoh konkret repurposing di Indonesia dapat dilihat pada Co&Co Hub di kawasan Dipati Ukur, Bandung. Bangunan ini sebelumnya merupakan wisma hunian yang tidak lagi digunakan dan berada dalam kondisi tidak optimal.
Melalui pendekatan adaptive reuse, bangunan tersebut diubah menjadi coworking space dan crative hub yang mendukung aktivitas produktif dan kolaboratif bagi komunitas kreatif di Kota Bandung. Transformasi ini menunjukkan bagaimana aset yang semula pasif dapat dihidupkan kembali dan memberikan nilai tambah secara ekonomi maupun sosial.
Dengan tetap mempertahankan struktur utama dan menyesuaikannya dengan fungsi baru, Co&Co Hub menjadi contoh nyata bagaimana repurposing mampu menjembatani konservasi fisik dengan kebutuhan kontemporer.
Tantangan dalam Implementasi Repurposing
Pelaksanaan repurposing tidak selalu mudah. Beberapa tantangan umum yang sering muncul antara lain: