Bagi tim, KPU, dan media,
kau adalah angka dalam rekapitulasi.
Ketika hitungan terhenti pada 46,85,
suaramu pun menjadi sayup dalam gegap gempita kami.
Dalam kepala dan hatiku,
ada wajah dan namamu
sebagai saudara, sahabat, tetangga, dan rekan kerja.
Kudengar tangismu semalam.
Kulihat wajah masammu hari ini.
Kebenaran yang kau dan aku lihat dalam pilihan masing-masing hanya sepotong.
Kubaca dan kuhargai pilihanmu
atas nama selera, kepentingan atau sebuah cita-cita.
Dalam lima tahun mendatang, akupun akan mendengarkan gerutumu
bahwa harapan yang aku dan 53,15% sandarkan akan terlukai.
Dan kaupun membuka catatanmu dengan geram.
Kawan, pada saat itu aku pun mungkin akan mengiringi suaramu,
karena aku tahu
pilihanku bukan malaikat, melainkan dua sosok manusia
yang telah ditakdirkan oleh sejarah untuk memimpin negeri ini.
Memimpin kita
dengan segala kemampuan dan keterbatasan mereka.
Pilihan calon kita boleh berbeda.
Namun 69 tahun yang lalu, kita sudah memilih untuk menjadi satu.
Masih ada banyak ruang di hatiku dan di negeri ini
untuk berbagi perjalanan bersamamu, Kawan.
Dan bersama-sama menjadi besar dalam Indonesia kita yang satu.
Anita Lie
Surabaya, 23 Juli 2014