Mohon tunggu...
Anis Marsela
Anis Marsela Mohon Tunggu... Administrasi - Penulis

democratic Writer Program (DWP)

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Pemilu 2019 Kacau, KPU Harus Bertanggung Jawab

30 April 2019   14:55 Diperbarui: 30 April 2019   15:12 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hingga kini masyarakat tanah air masih dibuat penasaran dengan hasil Pemilu serentak 2019 lalu. Entah capres siapa dan caleg mana yang berhasil meraih suara terbanyak pilihan rakyat Indonesia. Bukan quick count atau hitungan cepat, tapi dari hasil hitungan rekapan Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Banyak yang mengkritik dan berkomentar untuk pemilu 2019 harus dikaji ulang! Baik dari para pendukung capres nomor urut 01 maupun capres nomor urut 02. Bahkan, sebagian kalangan termasuk para penyelenggara negara dan akademisi menyayangkan kinerja KPU yang jauh dari kata Jujur dan adil (Jurdil). Semula pemilu serentak diharapkan dapat meningkatkan kualitas demokrasi electoral. Nyatanya, tak demikian begitu tak sesuai dengan harapan kita bersama.

Masih di hari pemilihan (Rabu, 17 April) sore saja indikasi kecurangan sudah terendus. Televisi serentak menayangkan hasil quick count dari beberapa lembaga survey. Diketahui, belakangan ini terkuak lembaga survey tersebut dibayar untuk menjatuhkan mental para pendukung yang kalah dari hasil hitung cepat lembaga survey. Yaitu capres nomor urut 02 Prabowo- Sandi.

Pengawas pemilu juga tampaknya kelimpungan, jika tidak elok menyebut abai, dalam melakukan pengawasan. Salah satu buktinya, banyak pihak meyakini pelanggaran pemilu marak di lapangan, tapi nyaris tak mendapat tindakan yang berarti.

Belum lagi, ratusan petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) harus meninggal dunia akibat kelelahan. Singkatnya, pemilu serentak menyisakan berbagai masalah di sana-sini. Bahkan diyakini sebagai pemilu terburuk di era Reformasi.

Masalahnya, perubahan macam apa yang mungkin dilakukan? Sebab penggabungan pilpres dan pileg tak lepas dari adanya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/PUU-11/2013. Salah satu tujuannya, pelaksanaan pemilu secara serentak lebih efisien, baik waktu maupun anggaran.

Tapi yang pasti, wacana mengkaji ulang pemilu serentak membuktikan bahwa kita belum punya desain pemilu yang tepat. Sejak Reformasi hingga sekarang. Tata laksana pemilu acap kali bergonta-ganti tiap pemilu. Jika benar, mengapa kita belum punya desain pemilu yang tepat? Apa iya kita masih coba-coba?

Sehingga terkadang malah menimbulkan masalah baru, alih-alih bisa meminimalisir permasalahan. Salah satunya disaat pemilu kemarin rupanya menyebabkan ratusan petugas KPPS meninggal dunia karena memikirkan hemat anggaran .

Boleh jadi perbaikan sistem pemilu yang selama ini dilakukan hanya bersifat teknis dan parsial, tidak fundamental dan menyeluruh. Tapi apa problem mendasar pelaksanaan pemilu di era Reformasi belum sesuai harapan?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun