Mohon tunggu...
Ani Siti Rohani
Ani Siti Rohani Mohon Tunggu... Buruh - Perempuan penikmat sunyi

Life is never flat

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Telaga Cinta Ibu

30 April 2019   10:07 Diperbarui: 30 April 2019   10:10 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Ilustrasi : Pixabay


Malam yang sepi, sama seperti malam-malam biasanya. Tak ada warna hanya ada kelabu. Semu. Andai aku tak memikirkan perasaan ibu, aku pasti tak menggubris larangan-larangannya. Hanya saja aku selalu tak tega hati untuk membiarkan ibu uring-uringan menunggu anak semata wayangnya pergi tanpa alasan yang pasti. Ya, ibu selalu begitu tiap kali aku pergi tak izin dulu padanya atau telat pulang kerja. Ibu, aku tahu ibu menyayangiku, tapi apa ibu tahu aku butuh sedikit kebebasan, lirihku dalam hati.

Pagi tampak cerah kunikmati udara yang masih bebas polusi di depan pelataran rumahku. Rumah tua peninggalan almarhum nenek yang diwariskan untuk ibu. Aku duduk di kursi bambu. Andai tak ada rumah dari nenek, entah aku dan ibu akan tinggal di mana. Ibu hanya seorang single parent yang ditinggal cerai suaminya yaitu ayahku. Sejak ayah menikah lagi dan menceraikan ibu, aku tidak suka dengan ayah. Aku bahkan sudah lama tidak bertemu dengannya lagi. Tapi meskipun begitu dia tetap ayahku. Aku masih menganggapnya ayah.


"Dewi, kamu kelihatan ceria hari ini. Ada apa? Ada sesuatu yang membuatmu bahagia? Mau cerita sama ibu?" tanya ibu saat melihat rona mukaku yang tampak ceria menikmati suasana pagi.


"Ia, Bu. Aku mau cerita sama Ibu," jawabku tersenyum dan memeluk ibu yang sudah duduk di sisiku.


"Ibu, malam ini Mas Hari mau datang melamarku," ucapku ceria. Aku melepas pelukanku dan menatap ibu dengan raut bahagia.


"Mas Hari? Mas Hari itu siapa? Orang mana? Anak siapa?" pertanyaan ibu yang bertubi-tubi membuat rona bahagia di wajahku berubah seketika.


"Ibu kenapa tanyanya seperti itu?" tanyaku lirih.


"Dewi, harusnya kamu bicara dulu sama ibu kalau memang kamu menjalin hubungan spesial dengan seorang laki-laki," jawab ibu dengan raut wajah khawatir.


"Bu, Mas Hari itu orang baik. Nanti juga ibu tahu dia seperti apa. Kalau ibu tanya kenapa sebelumnya Dewi tidak cerita tentang Mas Hari ke ibu itu karena ibu selalu melarang Dewi bergaul dengan laki-laki," jawabku mencoba menjelaskan.


"Dewi, ibu tidak suka kalau kamu sembarangan pilih pasangan," ucap ibu.


"Aku tahu mana laki-laki baik dan mana laki-laki tidak baik, Bu. Aku tidak akan salah memilih pasangan seperti ibu salah memilih ayah!" jawabku emosi lalu pergi meninggalkan ibu sendiri. Aku masuk ke kamar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun