Mohon tunggu...
Anisa Nur Maharani
Anisa Nur Maharani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Bismillah cumlaude :D

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Kritik Sastra Indonesia Modern dan Permasalahannya

10 Juni 2022   21:36 Diperbarui: 10 Juni 2022   22:01 3715
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Kritik sastra adalah studi sastra yang langsung berhadapan dengan karya sastra, secara langsung membicarakan karya sastra dengan penekanan pada penilaiannya (Wellek, 1978:35). Sejak lahirnya, bersamaan dengan lahirnya kesusastraan Indonesia modern, sekitar tahun 1920 hingga sekarang, kritik sastra Indonesia modern selalu diiringi masalah, baik yang praktis maupun yang teoritis.

Masalah kritik sastra itu meliputi hal-hal di sekitar kurangnya tempat, kurangnya kritikus sastra (yang profesional), tidak cocoknya pandangan kritikus dengan para sastrawan, tidak cocoknya teori kritik sebagai landasan kritik dengan corak dan wujud kesusastraan Indonesia modern yang bersifat nasional dan regional, pertentangan antara kritik sastra sastrawan dan kritik sastra akademik, dan sebagainya.

Sampai sekarang, berdasarkan bukti yang didapatkan, kritik sastra Indonesia modern yang pertama ditulis oleh Mohammad Yamin berjudul "Sejarah Melayu" (Jong Sumatra, No. 2-3 Th. 1920: 26-28) dan "Syair Bidasari" (Jong Sumatra, No. 6, 1921: 7-10) mesipun keduanya berupa kritik terhadap sastra lama, tetapi gaya dan corak tulisannya bercorak kritik sastra modern yang impresionik dan ekspresif.

Sebelum tulisan tentang kritik sastra tersebut, yang dapat dianggap sebagai kritik sastra adalah aturan Balai Pustaka yang terkenal sebagai "Nota Rinkes" yang bersifat aturan untuk buku-buku yang hendak diterbitkan oleh Balai Pustaka, aturan yang mengharuskan dipatuhinya ketertiban: tidak boleh berpolitik, menyinggung kesusilaan masyarakat ( Teeuw, 1955:60) 

dan hendaknya juga karangan memberikan didikan kepada masyarakat pembaca. Dengan demikian, corak kritik sastra Balai Pustaka ini bertipe pragmatik. Khususnya buku-buku sastra harus diedit, bahkan buku yang bertentangan dengan aturan itu harus diubah atau ditolak sama sekali.

Jadi, sudut pandang atau perspektif pragmatik itu tidak sesuai dengan sudut pandang pengarang yang ekspresif, yang lebih mengutamakan nilai seni daripada mendidik masyarakat pembaca. Kritik yang pragmatik itu bertentangan dengan intensi pengarang.

Kritik sastra Pujangga Baru dapat dikatakan menjadi pendasar kritik sastra Indonesia modern. Meskipun sebelumnya sudah ada kritik sastra Balai Pustaka, tetapi secara nyata kritik sastra Balai Pustaka tidak dikenal umum karena hanya terbatas pada pertimbangan buku di kalangan Balai Pustaka saja. Hal Ini berbeda dengan kritik sastra Pujangga Baru yang disiarkan dalam majalah Pujangga Baru sejak Juli 1933.

Kritik sastra Pujangga Baru disebut pendasar kritik sastra Indonesia modern karena pada kenyataannya gagasan-gagasan, praktik-praktik kritik sastra, dan corak kritik sastra Pujangga Baru diteruskan oleh para sastrawan dan kritikus sesudahnya, baik tipe kritiknya yang ekspresif (Kritik Sastrawan), bercorak impresionistik, bersifat esaistis.

Kritik sastra para kritikus-sastrawan Pujangga Baru yang esaistis-impressionistis yang diprgunakan pula untuk mengemukakan pandangan pribadi tentang sastra dan kebudayaan pada umumnya itu diteruskan oleh para kritikus sastrawan Angkatan 45 seperti H.B. Jassin, Chairil Anwar, Asrul Sani, dan sebaginya. Kemudian, diteruskan oleh Ajip Rosidi, Wiratmo Sukito, Subagio Sastrowardoyo, Goenawan Mohammad, dan sebagainya sampai sekarang.

Untuk mengenal permasalahan kritik sastra lebih lanjut perlu dikemukakan guna kritik sastra dapat digolongkan menjadi tiga (Pradopo, 1998: 17) yaitu, pertama untuk perkembangan ilmu sastra sendiri, kedua, untuk perkembangan kesusastraan, dan ketiga untuk penerangan masyarakat pada umumnya yang menginginkan penerangan tentang karya sastra.

Kegunaan pertama, kritik sastra dapat membantu penyusunan teori sastra dan sejarah sastra. Kegunaan kedua, kritik sastra membantu perkembangan kesusastraan suatu bangsa dengan menjelaskan karya sastra mengenai baik buruknya karya sastra. Kegunaan ketiga, kritik sastra menguraikan (menganalisis, menginterpretasi, dan menilai) karya sastra. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun