Pasar tradisional memiliki aroma yang khas dan tak terlupakan. Bau tajam rempah-rempah, seperti kunyit, lengkuas, dan jahe, bercampur dengan aroma amis ikan segar. Di sudut tertentu, ada juga wangi manis dari kue-kue tradisional yang baru diangkat dari penggorengan. Aroma gorengan, getuk, dan kue serabi menyeruak dan mengundang rasa lapar. Di sela-sela itu, terkadang tercium aroma keringat manusia yang berbaur dengan debu dan udara lembap. Â
Tak hanya aroma, suasana pasar juga penuh dengan sensasi sentuhan. Tangan-tangan pembeli meraba tekstur buah, meremas sayuran, atau memeriksa kesegaran daging sebelum membeli. Sentuhan tekstur yang lembut dari kain batik dan tenun yang digelar di sudut pasar memberi kesan berbeda. Setiap tekstur menceritakan cerita tersendiri, mulai dari kesegaran hasil bumi hingga keindahan karya tangan manusia. Â
Kesimpulan
Pasar tradisional bukan hanya tempat transaksi ekonomi, melainkan juga simbol kebersamaan dan cerminan budaya lokal. Keramaiannya yang tak pernah tidur menunjukkan betapa vitalnya peran pasar dalam kehidupan masyarakat. Tempat ini adalah ruang sosial, budaya, dan ekonomi yang penuh warna. Di tengah kemajuan zaman dan serbuan pasar modern, pasar tradisional tetap bertahan dengan segala kesederhanaan dan keasliannya. Sebagai bagian dari identitas lokal, pasar tradisional layak dilestarikan agar denyut kehidupannya tak pernah berhenti. Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI