Mohon tunggu...
Muhamad Anim Zamzami
Muhamad Anim Zamzami Mohon Tunggu... MAHASISWA PRODI ILMU KOMUNIKASI UIN SUNAN KALIJAGA (NIM : 24107030077)

seorang Mahasiswa yang tidak pernah takut untuk bermimpi besar

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Kos, Kontrakan, atau Pesantren? Menimbang Pilihan Tinggal untuk Mahasiswa Baru di Jogja

30 Mei 2025   12:57 Diperbarui: 30 Mei 2025   12:57 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
mahasiswa baru UIN SUNAN KALIJAGA TAHUN 2024 (sumber : tangkapan gambar pribadi) 

Yogyakarta, kota yang dijuluki "Kota Pelajar", telah lama menjadi tujuan utama bagi para pencari ilmu dari seluruh Indonesia. Setiap tahun ajaran baru, kota ini disambut oleh gelombang mahasiswa baru dari berbagai daerah. Universitas ternama seperti Universitas Gadjah Mada, Universitas Negeri Yogyakarta, Universitas Islam Indonesia, dan ratusan perguruan tinggi lainnya menjadi tempat mereka menaruh harapan akan masa depan.

Namun sebelum memasuki dunia akademik, mahasiswa baru dihadapkan pada satu persoalan penting: "Akan tinggal di mana selama kuliah di Jogja?"Pilihan umum yang tersedia adalah tinggal di kos, kontrakan, atau pesantren mahasiswa. Masing-masing pilihan menawarkan keunggulan dan tantangannya sendiri.

Menentukan tempat tinggal di awal masa kuliah bukanlah sekadar urusan logistik. Ini adalah keputusan yang akan berdampak langsung pada proses adaptasi, pembentukan karakter, hingga keberhasilan studi. Oleh karena itu, penting bagi mahasiswa baru (dan juga orang tua) untuk memahami secara menyeluruh kelebihan dan kekurangan dari masing-masing opsi.

Kos: Hidup Mandiri dengan Praktis

Kos menjadi pilihan utama karena paling mudah diakses dan tersebar di sekitar kawasan kampus. Umumnya, kos memiliki sistem pembayaran bulanan dan sudah dilengkapi dengan fasilitas dasar seperti tempat tidur, meja belajar, dan kamar mandi, baik dalam maupun luar.

Selain menawarkan kenyamanan dalam hal jarak ke kampus, kos juga memberikan fleksibilitas waktu. Mahasiswa bisa mengatur jadwalnya sendiri, mengundang teman belajar, dan memiliki ruang pribadi untuk berproses. Beberapa kos bahkan dilengkapi dengan fasilitas seperti WiFi cepat, dapur bersama, hingga jasa laundry. Hal ini sangat membantu mahasiswa baru yang masih dalam proses adaptasi terhadap kehidupan mandiri.

Namun, kebebasan ini juga bisa menjadi bumerang. Tidak adanya pengawasan atau struktur sosial yang kuat dapat membuat mahasiswa terjebak dalam pola hidup yang tidak disiplin. Tidak sedikit mahasiswa yang menjadi lalai dengan tanggung jawab akademiknya karena terlalu bebas mengatur waktu sendiri.

Kos sangat direkomendasikan untuk mahasiswa baru yang ingin belajar mandiri dalam suasana yang nyaman dan kondusif. Asalkan memiliki kesadaran diri yang tinggi, tinggal di kos bisa menjadi langkah awal yang baik menuju kemandirian.

Kontrakan: Komunitas Kecil dengan Biaya Lebih Hemat

Pilihan kedua adalah tinggal di kontrakan. Ini biasanya berupa rumah sederhana yang disewa secara kolektif oleh beberapa mahasiswa, baik dari daerah yang sama maupun karena sudah saling kenal sejak awal perkuliahan. Sistem ini memungkinkan mahasiswa berbagi tanggung jawab dalam membayar sewa rumah, listrik, air, dan kebutuhan rumah tangga lainnya.

Kontrakan memberikan keleluasaan ruang dan aktivitas. Mahasiswa bisa memiliki dapur sendiri, tempat mencuci, bahkan ruang tamu untuk berdiskusi kelompok. Kebebasan ini memberi pengalaman hidup yang lebih nyata, mirip seperti menjalani rumah tangga bersama.

Namun, tantangannya juga tidak kecil. Koordinasi antar penghuni rumah sangat penting agar suasana tetap kondusif. Perbedaan karakter, kebiasaan, hingga gaya hidup bisa menimbulkan gesekan. Selain itu, lokasi kontrakan yang cenderung berada agak jauh dari kampus menuntut mahasiswa untuk memiliki kendaraan atau menyesuaikan dengan jadwal transportasi umum.

Tinggal di kontrakan lebih cocok bagi mahasiswa yang sudah memasuki tahun kedua atau ketiga kuliah, ketika mereka telah memiliki jejaring sosial dan lebih mapan dalam mengatur waktu serta emosi. Namun, beberapa mahasiswa baru yang datang bersama rombongan teman sekampung juga tidak jarang memilih kontrakan sejak awal.

Pesantren Mahasiswa: Alternatif Terbina dan Religius

Di tengah kebebasan hidup anak muda di kota besar, pesantren mahasiswa hadir sebagai tempat tinggal yang menawarkan keseimbangan antara akademik dan spiritual. Pesantren mahasiswa bukan hanya tempat tinggal, melainkan ruang pembinaan akhlak, ilmu agama, dan karakter.

Pesantren mahasiswa di Jogja cukup banyak, baik yang berbasis NU, Muhammadiyah, maupun yang bersifat independen. Biasanya, pesantren ini memiliki sistem asrama dengan jadwal harian yang ketat: mulai dari salat berjamaah, kajian kitab, hingga kegiatan sosial. Mahasiswa yang tinggal di pesantren mendapatkan pendampingan yang tidak hanya bersifat agama, tetapi juga pembinaan mental dan etika.

Biaya tinggal di pesantren pun relatif sangat terjangkau, bahkan ada yang gratis. Beberapa pesantren hanya meminta kontribusi infak sukarela, dengan pembiayaan operasional ditanggung oleh yayasan atau donatur.

Namun, kehidupan di pesantren memang tidak sefleksibel tinggal di kos atau kontrakan. Mahasiswa harus mengikuti jadwal kegiatan yang padat dan tidak bisa seenaknya keluar malam. Beberapa juga melarang penggunaan gadget secara berlebihan atau akses ke media hiburan yang dianggap kurang bermanfaat.

Pesantren cocok untuk mahasiswa yang ingin memperkuat nilai spiritual dan terbiasa hidup dalam kedisiplinan. Bagi mahasiswa yang datang dari latar belakang pesantren saat SMA atau MA, tempat tinggal ini bisa menjadi kelanjutan pembinaan yang alami dan menyatu dengan nilai-nilai pribadi mereka.

Memilih Rumah, Menentukan Ritme Hidup

Setiap pilihan tempat tinggal memiliki nilai dan konsekuensinya. Kos memberikan kemandirian dan privasi, namun juga menuntut kedewasaan dalam mengatur waktu. Kontrakan menawarkan kebebasan kolektif, namun memerlukan kerjasama dan toleransi tinggi antar penghuni. Sementara pesantren memberi suasana terbina, religius, dan terarah, tetapi mengurangi fleksibilitas pribadi.

Oleh karena itu, mahasiswa baru perlu benar-benar mengenali diri mereka: Apakah saya lebih nyaman hidup sendiri atau bersama? Apakah saya butuh pengawasan atau mampu mengatur diri sendiri? Seberapa besar komitmen saya terhadap nilai-nilai spiritual?

Selain itu, perlu juga mempertimbangkan aspek keuangan, jarak dari kampus, dan lingkungan sosial di sekitar tempat tinggal. Sebab lingkungan tempat tinggal tidak hanya memengaruhi kenyamanan fisik, tetapi juga akan membentuk cara berpikir dan bertindak selama menjalani masa kuliah.

Memulai Perjalanan Hidup di Kota Pelajar

Yogyakarta bukan hanya tempat menuntut ilmu, tetapi juga tempat membentuk jati diri. Bagi banyak orang, tinggal di Jogja adalah titik awal untuk belajar hidup mandiri, membangun jaringan sosial, serta menyelami keberagaman budaya dan cara hidup.

Memilih tempat tinggal di awal masa kuliah adalah langkah awal yang penting. Kos, kontrakan, atau pesantren semuanya bisa menjadi pilihan yang tepat, tergantung kesiapan dan visi hidup masing-masing mahasiswa. Yang terpenting adalah menjadikan tempat tinggal tersebut bukan sekadar tempat tidur, tetapi rumah kedua yang mendukung tumbuh kembangmu sebagai pribadi yang utuh.

Selamat memilih, dan selamat menapaki hidup baru di Jogja.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun