Karena literasi bagi saya tidaklah sebatas pada kegiatan membaca, menulis dan bergumul dengan buku. Tetapi lebih luas lagi. Apapun kegiatan bahkan yang tidak ada hubungannya dengan "baca tulis" menjadi potensi menggerakkan minat literasi. Tidak perlu syarat kaya untuk menjadi pembaca pun penulis.
Lakukan kegiatan, lihat yang dihadapan, simak dengan pendengaran. Catat, catat. Menulis apa saja yang terlintas, ide atau gagasan atas peristiwa yang kita alami dan rasakan. Abadikan dalam artikel atau naskah. Upload. Terbitkan. Agar bisa menjadi referensi kita sendiri juga orang lain ketika akan mengambil tindakan, melaksanakan kegiatan serupa.
Misal ketika menemukan sosok pelaku umkm di sebuah daerah yang nasibnya mengenaskan. Saya akan tulis dia, keberadaanya, kemampuannya, pun produk yang dimiliki. Saya tahu yang mereka rasakan, karena saya adalah mereka. Jadi tahu betul bagaimana menulis rasanya jadi mereka.
Dari tulisan itu saya berharap, setidaknya ada doa untuk mereka, sukur bila ada yang rela membantu dengan tindakan. Membeli, membukakan peluang atau memberi suntikan modal.
Atau ketika saya sedang melintasi daerah kumuh, melihat potensi menghasilkan uang dari mengelola sampah, maka tak segan saya turun, menjadi relawan mendirikan bank sampah. Toh saya bagian dari mereka, pasti tak jijik memilah, memilih sampah. Lalu saya tulis aksi ini.
Tulisan tersebut lalu saya share ke petugas lapangan DLH. Berharap pendampingan cara mengelola yang benar. Agar kaum miskin seperti saya bisa mempunyai peluang sumber penghasilan lain. Menabung sampah, karena uang jarang digenggam. Dengan efek positif, lingkungan menjadi bersih dan nyaman meski diberi stempel miskin yang selama ini akrab dengan kekumuhan.
Pagi ini saya buka jendela dengan lamat sapa mentari, akan cerah rupanya. Kidung buram senja kemarin tak berlanjut hingga merisaukan. Alhamdulillah saya masih "miskin".