Mohon tunggu...
Anis Contess
Anis Contess Mohon Tunggu... Guru - Penulis, guru

aniesday18@gmail.com. Perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata. Mari tebar cinta dengan kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Meluruskan Makna GLS agar Tidak Menjadi Beban Pembelajaran

8 September 2019   05:24 Diperbarui: 8 September 2019   21:05 459
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

3. Sampaikan informasi yang telah didapat baik secara tulis maupun lisan.

4. Pahamkan ke setiap individu agar menghargai hak cipta orang lain dengan mencantumkan sumber informasi yang sudah didapat.

Harapan besar dari gerakan kecil ini adalah bisa melahirkan generasi yang mencintai buku, mau membacanya, terlebih bisa terinspirasi mau menulis, membuat buku.

Peserta didik dengan kartu jurnal literasi literasi. dokpri
Peserta didik dengan kartu jurnal literasi literasi. dokpri
Peserta didik dengan kartu jurnal literasi literasi. dokpri
Peserta didik dengan kartu jurnal literasi literasi. dokpri
  Seperti halnya yang saya temukan pada GLS di MAN 2 Kota Malang. Bu Enny, begitu biasa saya memanggilnya, guru Bahasa Indonesia sekolah tersebut, yang mengajak saya ikut menghadiri sharing di MANU Sabtu, 7/9/2019 kemarin. Dia mampu mendorong peserta didiknya berada dalam spirit literasi. Di sekolah tersebut GLS merupakan sebuah gerakan dalam upaya menumbuhkan budi pekerti siswa yang bertujuan agar peserta didik memiliki budaya membaca dan menulis sehingga tercipta pembelajaran sepanjang hayat.
Peserta didik dengan kartu jurnal literasi literasi. dokpri
Peserta didik dengan kartu jurnal literasi literasi. dokpri
Kegiatan rutin ini dilaksanakan untuk menumbuhkan minat baca peserta didik serta meningkatkan keterampilan membaca. Materi baca berisi nilai-nilai budi pekerti, berupa kearifan lokal, nasional, dan global.

Gerakan Literasi Sekolah ini merupakan upaya menyeluruh yang melibatkan semua warga sekolah baik guru, peserta didik, orang tua/wali murid, dan masyarakat, sebagai bagian dari ekosistem pendidikan sehingga membutuhkan dukungan kolaboratif berbagai elemen. Upaya yang ditempuh untuk mewujudkannya berupa pembiasaan membaca bagi warga sekolah. Tak terkendali. Utamanya peserta didik, ada dorongan kepada mereka untuk berkarya, menghasilkan sebuah tulisan.

Anis Hidayatie (doc.pri )
Anis Hidayatie (doc.pri )
Literasi lebih dari sekadar membaca dan menulis, namun mencakup keterampilan berpikir menggunakan sumber-sumber pengetahuan dalam bentuk cetak, visual, dan auditori. Sehingga bukan hanya buku yang disediakan sekolah tersebut, tetapi perangkat lain juga. Televisi, komputer, internet dan semacamnya yang bisa dijadikan sebagai sumber belajar. Di abad 21 ini , kemampuan ini disebut sebagai literasi informasi.

Acara sharing hari itu membuat saya banyak belajar tentang makna gerakan literasi sekolah, tentang bagaimana pelaksanaannya dan tentang persepsi pengampu mata pelajaran mengartikan GLS, Gerakan Literasi Sekolah.

 Guru-guru dalam berbagai mata pelajaran itu memberi saya pengetahuan baru hal-hal yang bisa dilakukan  dalam menerapkan GLS, sesuai dengan bidang studi masing masing. Sehingga untuk mereka saya tawarkan membuat tulisan, artikel, esai atau opini, terkait bidang studi mereka. Ide apa yang mereka punya, apa saja yang bisa guru-guru itu lakukan untuk menyikapi 15 menit  gerakan literasi. Bisa menyertakan pula contoh kegiatan literasi apa saja yang pernah dilakukan pada waktu tersebut. Dikumpulkan, didokumentasikan, dibukukan.

Ya, dibukukan dengan tema Penerapan GLS, Gerakan Literasi Sekolah dalam Mata Pelajaran Saya. Supaya bisa menjadi referensi bagi pendidik lain untuk melakukan hal serupa. Agar terlihat, bisa diambil satu kesimpulan bahwa guru-guru mampu menerapkan GLS, kondisional sesuai dengan kebutuhan mereka.

Jadi, dimanapun, kapanpun, dalam keadaan bagaimanapun, literasi bisa dilakukan dengan menyenangkan, bukan merupakan beban. Inilah satu hal yang ingin saya sampaikan terkait pelaksanaan GLS ini. Menyenangkan, bukan beban pembelajaran. Bukankah demikian? Salam literasim

*****
Teriring terimakasih kepada Bu Enny Wahyuni, inspirasi lahirnya tulisan ini
Malang, 7 September 2019
 KA dari Malang ke Wahana Baca Pasuruan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun