Merupakan satu kebanggaan bagi saya diberi kesempatan membaca karya tulis sastra salah satu bunga negeri yang begitu menawan ini. Usianya masih muda, -mahasiswi UM Malang, juga anggota Komalku Raya, Komunitas Menulis buku Malang Raya dan sekitarnya- namun kepekaan sosialnya begitu terasa. Pandangannya tentang negeri, tentang pergolakan politik, tentang ketimpangan, tentang perseteruan dituangkan secara elegan dalam bait- bait nan menghunjam. Tajam.
Penulis buku ini seorang perempuan, dengan penampilan menyiratkan kelembutan, namun pesan dan diksi yang dia kemukakan jauh dari kata lemah gemulai. Kata-kata nya tajam, pilihan diksinya tepat sasaran. Ini bagi saya luar biasa.Â
Usia muda yang biasanya menghasilkan diksi romantisme cinta dan rindu pada pujaan tak dia tampakkan. Justru ada nuansa garang dia haturkan. Menantang massivenya pertunjukkan  drama perebutan kekuasaan negeri ini. Tema aktual yang pas dengan kondisi terkini.
Seperti dia tuangkan dalam bait berikut:
Balada Pak Si
Halah! Pak si,
Kenapa masih betah jadi huru hara negara?
Pak si!
Mereka ribut di TV nasional,
Tribut, prihatin tapi belain, ribet!
Sedangkan pak Si malah duduk santai disini?
Loh! apa salah saya?
Iya, salah pak Si,
Pak Si sebab huru hara kolusi itu,
Loh! Salah mereka to?
Rakusnya mereka,
Milyaran itu, mereka anggap tak ada,
Ya akhirnya, mengatasnamakan saya!
Lalu, Pak Si diam saja?
Menyaksikan hukum,
Rakyat,
Mati?
Drama koalisi berhamba kolusi?
Sontoloyo negeri berpolitisi?
Sarkasmenya sangat terasa. Pas dengan judul buku  Sontoloyo-Sontoloyo Sarkasme. Kritiknya menukik, menyasar orang-orang yang melakukan. Membacanya membuat saya tak terasa tersenyum, menganggukkan kepala. Setuju terhadap ungkapan dalam puisinya.
Pun beberapa judul lain yang tersaji apik. Seperti puisi berjudul "Sepucuk Suratku, Eyang" ada kisah dari seorang 'cucu' kepada eyang idola seluruh anak negeri Habibie. Juga puisi berjudul "Generasi Maman", bait akhirnya berbunyi Wahai cucuku, ingat kalam kami, para pejuang negeri! Kini pembaringan kami abadi
Jangan kau sirnakan jejak mati kami, Lelang kebodohan oleh zaman, Hingga kau hilangkan generasi maman.
Indah, saya mencium aroma kritik nan menggelitik di dalam buku antologi puisi 'Sontoloyo-Sontoloyo Sarkasme' ini. Kepedulian terhadap carut marut perpolitikan, serta kondisi sosial negeri. Membuat Prita mampu menghadirkan bait-bait memesona untuk menjadi bahan renungan siapa pun yang peduli terhadap kondisi bangsa ini.
Maka untuk anda yang ingin menikmati sajian berbeda dari kehadiran puisi, saya rekomendasikan antologi puisi karya solo Prita Intan Sari bertajuk "Sontoloyo-Sontoloyo Sarkasme." Diterbitkan Magenta, dengan jumlah halaman 115.Â
Sarat pesan , bersama buku ini anda akan dibawa ke alam nyata, dimana para manusia rela memerankan beragam watak dan karakternya. Demi memenuhi kepentingan atau bagaimana berperilaku sesuai pesanan.
Sumpil-Malang, 240519
Anis Hidayatie, Penulis buku "Salikah, Tentang Cinta dan Ruang Sunyi, Ketua Komalku Raya, Komunitas Menulis Buku Malang Raya dan Sekitarnya.