Mohon tunggu...
Anggun MeylizaSetyafahni
Anggun MeylizaSetyafahni Mohon Tunggu... Mahasiswa Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah

Mahasiswa Universitas Islam Negeri Kiai Ageng Muhammad Besari Ponorogo

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Antara Cinta dan Target: Psikologi Pendidikan Anak Tunggal yang Hidup dengan Ekspektasi Tinggi Orang Tua

10 September 2025   14:43 Diperbarui: 10 September 2025   14:43 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Menjadi anak tunggal itu ibarat berada di spotlight. Semua perhatian, kasih sayang, harapan, dan rencana masa depan orang tua hanya tertuju pada satu orang. Enaknya menjadi anak tunggal yaitu mendapatkan dukungan yang jelas lebih banyak. Namun di balik itu semua, ada beban tanggungjawab yang besar, harapan tinggi dari orang tua, yang mungkin tidak semua orang dapat merasakannya. 

Di satu sisi, cinta orang tua dapat menjadi sumber motivasi bagi anak tunggal untuk tumbuh dan berkembang. Namun di sisi lain ada ekspektasi yang diselipkan di balik cinta itu sering membuat anak merasa tertekan. Terkadang ada tuntutan untuk mendapat nilai yang bagus, aktif dalam kegiatan, atau bahkan diarahkan ke jalur karir tertentu yang dianggap terbaik oleh orang tua. Tuntutan untuk selalu berhasil dan tidak ada ruang untuk gagal dapat menyebabkan anak merasa cemas, stress, dan bahkan kehilangan jati dirinya. Dalam Psikologi Pendidikan, ekspektasi yang seimbang memang dapat menjadi motivasi yang positif, namun ekspektasi yang terlalu tinggi justru dapat memiliki dampak negatif. 

Fenomena ini mirip dengan kondisi Double-bind, di mana anak ingin bebas dalam menentukan pilihan hidupnya, akan tetapi juga merasa terikat dengan target orang tua. Dari sinilah muncul tarik menarik antara ingin mandiri akan tetapi juga takut mengecewakan. Kalau kondisi ini tidak dikelola dengan baik,  bisa mengakibatkan anak kelelahan secara mental. 

Nah, di sinilah Psikologi Pendidikan berperan penting. Pendekatan ini dapat membantu anak tunggal dalam memahami motivasi, batasan kemampuan mereka sendiri, serta membangun rasa percaya diri yang sehat. Ekspektasi orang tua sebenarnya dapat dilihat bukan sebagai beban, akan tetapi sebagai dorongan untuk berkembang. Kuncinya ada pada komunikasi yang jujur dan terbuka antara anak dan orang tua, anak berani bercerita tentang ketakutan, kegagalan, atau keinginannya mencoba hal baru. Sementara orang tua hadir sebagai pendengar yang bijak, bukan seperti hakim yang langsung memberi vonis. 

Hal lain yang tidak kalah penting yaitu sadar bahwa gagal itu adalah suatu hal yang wajar. Justru dari kegagalan, anak bisa belajar resilience kemampuan untuk bangkit lagi setelah jatuh. Dengan cara ini, anak tunggal bisa lebih baik dalam menghadapi dunia akademik maupun sosial, sembari tetap menjaga kebahagiaan dan identitas dirinya. 

Hidup sebagai anak tunggal memang penuh dinamika dan tantangan. Ada keuntungan berupa cinta berupa dukungan penuh, namun juga ada beban berupa ekspektasi tinggi. Akan tetapi dengan dukungan Psikologi Pendidikan, kondisi ini dapat dikelola agar tetap sehat, harapan orang tua tidak lagi terasa sebagai tekanan, melainkan sebagai dorongan untuk berkembang. 

Pada akhirnya, kesuksesan seorang anak tunggal bukan hanya diukur dari pencapaian akademik atau prestasi semata, melainkan juga dari kebahagiaan mereka dalam menjadi diri sendiri. Ketika cinta dan target bisa berjalan beriringan, anak tunggal dapat tumbuh sebagai pribadi yang tangguh, kuat, percaya diri, dan tetap bahagia menjalani kehidupannya

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun