Mohon tunggu...
Anggraeni Mukaromah
Anggraeni Mukaromah Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Currently studying management in Bogor Agricultural University

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Polemik Keberhasilan Kinerja Instansi Pemerintah Pelindung “Pahlawan Devisa”

14 Oktober 2014   14:27 Diperbarui: 17 Juni 2015   21:06 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Permasalahan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dari tahun ke tahun tidak ada habisnya, nasionalisme bangsa indonesia seakan dipertaruhkan ketika mendengar banyaknya TKI yang mendapatkan perilaku buruk di luar sana. Sungguh ironi mengingat tujuan mereka menjadi TKI adalah untuk mencari pekerjaan yang layak agar dapat menafkahi keluarga mereka di Indonesia. Lantas apa peran pemerintah dalam melindungi TKI di luar sana yang sering disebut sebagai “pahlawan devisa?

Masalah tersebut bisa dirunut ke akar permasalahan tentang bagaimana mereka bisa menjadi tenaga kerja yang dikirim ke luar negeri. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) 2010-2014, pemerintah menerapkan kebijakanpro-job,pro-growth, pro-poor, dan pro-environment.Pelaksanaan kebijakan tersebut menghadapi kendala dan tantangan yang cukup berat, di tengah situasi persaingan ekonomi internasional  yang makin keras dan dinamis. Kebijakan penciptaan lapangan kerja, memerlukan dukungan berbagai kebijakan yang multi sektor, tidak hanya pada bidang investasi, tetapi juga bidang infrastruktur, penyiapan sumber daya manusia dan sebagainya. Karena itu, penciptaan lapangan kerja harus dilakukan sejalan dengan kebijakan kependudukan dan tenaga kerja. Namun kenyataannya, pertumbuhan jumlah angkatan kerja jauh lebih cepat dibandingkan pertumbuhan ekonomi dan lapangan kerja. Karena itu, sebagian angkatan kerja Indonesia berupaya bekerja di luar negeri sebagai TKI dengan berbagai alasan, terutama tertarik dengan upah atau gaji yang lebih tinggi dibandingkan gaji atau upah di dalam negeri. Mayoritas tenaga kerja asal Indonesia memang tidak mempunyai keterampilan khusus, mereka hanya bermodalkan kemampuan terbatas dalam mengerjakan pekerjaan rumah tangga atau bisa dibilang modal nekat. Desakan dari Faktor ekonomi menjadi faktor utama mereka berangkat ke luar negeri. Memperoleh pekerjaan yang dibayar layak di negeri ini memang sangat sulit, terlebih jika hanya memiliki ijazah SD ataupun SMA. Sangat disayangkan memang, mengingat betapa melimpahnya sumberdaya di Indonesia, tetapi warganya masih banyak yang berada di bawah garis kemiskinan

Masalah TKI adalah masalah nasional, lintas instansi dan lintas bidang atau aspek, dan tidak dapat dilihat dari sisi ekonomi saja, tetapi juga harus dilihat dari sisi ideologi, politik, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan negara dan bangsa Indonesia. Permasalahan TKI menjadi isu nasional dan melibatkan banyak instansi pemerintah yaitu Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemnakertrans), Kementerian Luar Negeri, Kementerian Hukum dan HAM, POLRI, Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Sosial.

BNP2TKI dan Kemnakertransmerupakan instansi utama dalam mengemban tugas pengelolaan TKI. Tentunya kehadiran instansi ini diharapkan dapat membantu dan ikut menyelesaikan segala permasalahan yang menjerat TKI diluar sana.

Rencana Strategis (Renstra) BNP2TKI tahun 2010–2014 yang menjadi acuan dan pedoman bagi seluruh aparat di lingkungan BNP2TKI pada dasarnya diarahkan untuk mendukung pencapaian sasaran pembangunan di bidang ketenagakerjaan sebagaimana tercantum dalam RPJM Nasional Tahun 2010–2014 .Program dan kegiatan bidang penempatan dan perlindungan TKI diarahkan pada upaya penciptaan lapangan kerja yang sebesar-besarnya; meningkatkan kompetensi tenaga kerja; meningkatkan perlindungan dan kesejahteraannya; serta menyelesaikan kasus secara berkeadilan dan berkepastian hukum.

Keberhasilan program dan kegiatan bidang penempatan dan perlindungan TKI diukur melalui indikator kinerja. Indikator Kinerja Utama BNP2TKI dalam Renstra tersebut adalah “Terfasilitasinya Penempatan dan Perlindungan TKI dengan Baik dan Benar sebesar 3.500.000 orang”.

Dokumen Renstra Kemnakertrans ditetapkan dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.03/MEN/I/2010 tanggal 28 Januari 2010, disusun dengan mengacu pada RPJMN Tahun 2010-2014. Tugas dan fungsi Kemnakertrans diarahkan untuk mendukung pencapaian 4 (empat) prioritas sasaran pembangunan dalam RPJM, yaitu: Pendidikan, Penanggulangan Kemiskinan, Iklim Investasi dan Iklim Usaha, serta Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar, dan Pasca-konflik. Selain mengakomodasi prioritas pembangunan yang dimuat dalam RPJMN, dokumen Renstra juga memuat tentang kebijakan kementerian dan target sasaran yang ingin dicapai setiap tahunnya, sebagai acuan untuk perencanaan penganggaran tahunan pada saat penyusunan Rencana Kerja (Renja) Kemnakertrans. Salah satu program Kemnakertrans yang berhubungan dengan TKI adalah Program Penempatan dan Perluasan Kesempatan Kerja dengan kegiatan utama berupa Pembinaan Penempatan dan dan Perlindungan TKI Luar Negeri.

Berdasarkan Permenakertrans Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Penetapan Indikator Utama Kemnakertrans, Indikator Kinerja Utama Kemnakertrans yang berhubungan dengan TKI adalah Rasio penempatan TKI berdasarkan okupasi terhadap non okupasi dan Persentase penyelesaian kasus TKI Bermasalah yang sesuai dengan regulasi

Baik Kemnakertransmaupun BNP2TKI menyatakan pencapaian sasaran strategis telah sesuai dengan indikator kinerja yang telah ditetapkan. Bahkan dalamLaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Kemnakertrans terdapat beberapa indikator kinerja yang melampaui target yang ditetapkan. Hal ini seakan menjadi sorotan utama permasalahan yang ada mengingat masih banyak ditemukan permasalahan dalam penyelenggaraan pemerintahan di Kemnakertrans maupun BNP2TKI seperti  Tingkat kualitas pelayanan publik yang dinilai belum mampu memenuhi harapan masyarakat, tingkat efisiensi, efektivitas dan produktivitas yang belum optimal, tingkat transparansi dan akuntabilitas birokrasi pemerintahan yang masih rendah, serta tingkat disiplin dan etos kerja pegawai yang masih rendah. Tidak hanya itu, permasalahan TKI dari hari ke hari juga semakin memprihatinkan, dari mulai tindak kekerasan, pelecehan seksual, hingga permasalahan yang berujung hukuman mati, padahal BNP2TKI telah menuliskan salah satu sasaran strategis dalam LAKIP yang dipublish, yaitu “Terwujudnya Perlindungan kepada TKI baik Pra, Selama, maupun Purna Penempatan”  dengan pencapaian rata rata keberhasilan sebesar 92,45%

Sasaran strategis dan indikator kinerja yang terdapat di masing-masing LAKIP kedua instansi sangat sesuai dengan tugas dan peran yang harapkan dari tiap instansi. Hanya saja, dengan presentase keberhasilan yang cukup tinggi, mengapa dampak dari keberhasilan kinerja ini seakan belum dirasakan masyarakat luas? Ada beberapa kemungkinan faktor yang terdapat dalam masalah ini. Pertama, terkait dengan pemberitaan dan hubungan komunikasi yang baik antara instansi dengan berbagai media.  Pemberitaan buruk mengenai masalah TKI yang tidak ada habisnya tentu membuat kinerja instansi pelindung “pahlawan devisa” ini terlihat kurang baik. Sebaiknya, setiap permasalahan yang muncul di berbagai media, langsung mendapatkan respon cepat dari kedua instansi ini, agar permasalahan tidak dibiarkan berlarut larut. Kedua, penerapan dari indikator kinerja yang mungkin saja belum tepat. Dengan rata rata presentase keberhasilan yang sudah sangat baik, seharusnya dampak positif kedua instansi bisa langsung terlihat oleh masyarakat. Tetapi realita yang terjadi justru mengatakan sebaliknya. Hal ini seakan menjadi sebuah teka teki tersendiri apakah indikator kinerja yang sebegitu bagusnya itu sudah tepat atau belum?.

Jika kita lihat lagi indikator kinerja utama BNP2TKI yaitu “Terfasilitasinya Penempatan dan Perlindungan TKI dengan Baik dan Benar sebesar 3.500.000 orang”, hal itu di ukur berdasarkan jumlah TKI yang dilayani atau yang berangkat sesuai dengan prosedur BNP2TKI atau sering disebut “TKI Prosedural”, sedangkan banyaknya kasus TKI di Luar Negeri sebagian besar karena TKI berangkat tidak sesuai dengan prosedur atau “TKI Ilegal”. Hal inilah yang menyebabkan ketimpangan keberhasilan kinerja BNP2TKI yang “Berhasil” dengan banyaknya kasus TKI yang sering kita dengar. Banyaknya TKI ilegal tidak akan mempengaruhi keberhasilan/kegagalan kinerja BNP2TKI, lantas tanggung jawab siapa kalau masih banyak TKI ilegal?.

Karena masalah TKI adalah masalah nasional, lintas instansi dan lintas bidang atau aspek maka pemerintahan yang baru perlu memasukan indikator kinerja “menurunnya jumlah TKI ilegal” dalam renstra semua instansi pemerintah yang terlibat yaitu BNP2TKI, Kemnakertrans, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Hukum dan HAM, POLRI, Kementerian Dalam Negeri.

Mohon tunggu...

Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun