Suatu hari di bulan Desember 2013, ribuan orang berdiri di tepi jalan kota Petroria, Afrika Selatan, untuk memberi penghormatan terakhir kepada Nelson Mandela. Mereka mengantri hanya untuk bisa menyaksikan peti jenazah pemimpin idola mereka, sekaligus melayangkan doa-doa terbaiknya.
Dari catatan pemerintah setempat, sebanyak 50 ribu orang dari berbagai penjuru kota datang untuk melayat dan memberikan salam perpisahan.
Mandela amat dicintai seluruh rakyatnya. Perjuangannya dalam memerdekakan negara itu dari apartheid memang punya jejak yang tidak sebentar. Beberapa kali Mandela harus diasingkan dan mesti merasakan getir dinginnya ruang penjara.
Hingga kemudian dunia menjawab perjuangan itu. Ia terpilih sebagai pemimpin pertama Afrika Selatan yang demokratis, dan dianugerahi Nobel Perdamaian pada 1994.
Pemimpin besar memang akan selalu dicintai dan dikenang rakyatnya. Tak peduli waktu berlalu dan zaman telah berganti, berbagai peringatan akan terus diadakan untuk mengenang perjuangan mereka. Telah banyak peringatan untuk Mandela, banyak film telah dibuat untuk menggambarkan perjuangannya.
Kekaguman itulah yang juga saya rasakan ketika melihat lautan manusia di benteng Vastenburg Kota Solo. Mereka berkumpul untuk mendoakan Bung Karno di acara tahlil akbar memperingati meninggalnya sang proklamator.
Tua muda semuanya menceburkan diri di sana, ada yang datang berombongan, ada yang datang bersama pacar atau pasangan. Mungkin ada juga yang datang sendirian.
Setengah abad lebih Bung Karno meninggalkan bangsa ini, namun seluruh rakyat Indonesia tidak berhenti mencintainya. Sama seperti Mandela, perjuangan Bung Karno dalam merebut negara ini dari tangan imprealis bukan perkara sepele. Ia harus pula diasingkan di Penjara Sukamiskin karena pemikiran dan perlawanannya.
Benteng Vastenburg kini telah jadi saksi betapa Sukarno masih terus hidup di benak orang-orang. Di tempat itu pula, hari berikutnya, kemeriahan masih berlanjut dengan diadakannya Konser Trisakti. Ribuan manusia tumpah ruah. Mereka bergoyang dan saling menularkan kebahagiaan satu sama lain.
Selama tiga puluh tahun tinggal di Jawa Tengah, baru sekarang saya menyaksikan peringatan Bulan Bung Karno yang teramat berkesan. Panitia kompak sepanjang acara. Dan satu hal yang sesungguhnya tidak bisa dibaikan, semua ini tak mungkin terwujud tanpa adanya peran dari Gubernur Ganjar Pranowo.
Beberapa kali di akun media sosial pribadinya, Ganjar membagikan poster rangkaian acara Bulan Bung Karno di Jawa Tengah. Sebelum tahlil akbar dan Konser Trisaksi, bahkan sudah diadakan berbagai kegiatan lain. Seperti pemberian bantuan UMKM, diskusi politik, juga berbagai macam lomba (desain kaos, foto, pidato). Lalu puncaknya ditutup dengan penampilan puluhan kelompok gending.