Wacana pemindahan kas negara dari Bank Indonesia (BI) ke bank milik negara telah memunculkan polemik serius. Meskipun terlihat sebagai kebijakan administratif teknis, kebijakan ini menyentuh fondasi stabilitas moneter, independensi bank sentral, serta keseimbangan fiskal-moneter. Artikel ini mengulas fenomena tersebut dengan mengacu pada teori klasik dan modern, yakni Preferensi Likuiditas Keynes, Teori Kuantitas Uang Fisher, serta kerangka monetary dominance dan fiscal dominance. Analisis kemudian diperkaya dengan data empiris Indonesia periode 2020–2025 dan perbandingan kasus internasional, seperti Turki, Brasil, dan India. Penulis berargumen secara kritis melalui tulisan ini bahwa pemindahan kas negara dapat memberikan ruang bagi pertumbuhan ekonomi melalui ekspansi kredit, namun juga mengandung risiko inflasi, depresiasi rupiah, dan menurunnya kredibilitas moneter bila tidak diiringi dengan tata kelola yang transparan. Rekomendasi yang penulis tawarkan adalah pendekatan bertahap, penguatan koordinasi fiskal-moneter, instrumen pengendalian inflasi yang aktif, serta fokus pada penyaluran kredit produktif untuk menjaga stabilitas ekonomi jangka menengah-panjang.
Pendahuluan
Isu mengenai pemindahan kas negara dari Bank Indonesia (BI) ke bank milik negara muncul kembali di tengah kondisi ekonomi global yang tidak pasti. Pada permukaannya, isu ini terlihat sekadar sebagai persoalan administrasi penyimpanan dana. Namun, implikasinya jauh lebih kompleks karena menyangkut kontrol atas likuiditas perekonomian dan independensi kebijakan moneter.
Selama ini, kas negara yang disimpan di BI bersifat steril: tidak secara langsung masuk dalam peredaran uang. Bila dipindahkan ke bank milik negara, kas tersebut otomatis menjadi Dana Pihak Ketiga (DPK) yang menambah likuiditas perbankan. Konsekuensinya, bank memiliki ruang lebih besar untuk menyalurkan kredit, membeli obligasi, atau berinvestasi dalam instrumen keuangan lainnya.
Pertanyaan mendasarnya adalah: apakah kebijakan ini dapat mendorong pertumbuhan ekonomi atau justru menciutkan risiko inflasi dan gejolak nilai tukar?
Kerangka Teoritis
1. Teori Preferensi Likuiditas (Keynes)
Keynes menekankan bahwa peningkatan jumlah uang beredar cenderung menekan suku bunga. Biaya modal yang lebih rendah merangsang investasi dan konsumsi, sehingga dapat mempercepat pemulihan ekonomi. Dengan demikian, pemindahan kas negara berpotensi memberi dorongan pada pertumbuhan ekonomi.
2. Teori Kuantitas Uang (Fisher)
Irving Fisher menekankan hubungan langsung antara uang beredar (M), kecepatan perputaran uang (V), harga-harga (P), dan output (T). Jika M bertambah jauh lebih cepat dibandingkan T, maka P akan naik. Inilah jalur inflasi yang sering dikhawatirkan dari kebijakan ekspansi likuiditas
3. Fiscal Dominance vs Monetary Dominance