Mohon tunggu...
Angelita Zefanya J
Angelita Zefanya J Mohon Tunggu... Lainnya - Student

Mahasiswa Ilmu Komunikasi UAJY'19

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Persepsi: Standar Ketampanan Korea Selatan

28 September 2020   22:05 Diperbarui: 24 Mei 2021   16:41 1622
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Membahas persepsi tentang standar ketampanan Korea Selatan (unsplash/joel muniz)

3.  Persepsi ditentukan oleh budaya: Budaya mengajarkan arti dari segala pengalaman yang dialami oleh seseorang.

4.  Persepsi itu konsisten: Ketika seseorang melihat sesuatu dengan cara tertentu, interpretasi tersebut biasanya sukar untuk berubah.

5.  Persepsi bersifat tidak akurat.: Seseorang melihat dunia melalui lensa subjektif yang dipengaruhi oleh budaya, nilai-nilai, dan pengalaman pribadi.

Berdasarkan uraian di atas mengenai karakteristik persepsi, kita mengetahui bahwa persepsi terhadap standar ketampanan Korea Selatan (dilihat dari sudut pandang penggemar maupun non-penggemar Kpop) tentu dipengaruhi oleh budaya. Jika menempatkan diri kita di posisi mereka, yang merupakan non-penggemar Kpop, pandangan kita terhadap standar ketampanan mengarah kepada maskulinitas. 

Baca juga : Melihat Perbandingan Televisi Indonesia dan Korea Selatan di Tengah Gempuran Digitalisasi

Di Indonesia, berdasarkan pengalaman pribadi, sejak kecil lelaki pasti sudah dibiasakan menjadi seseorang yang harus terlihat tangguh. Maka dari itu, pandangan mayoritas yang menganut nilai-nilai tersebut akan memandang bahwa standar ketampanan adalah mereka yang berotot, memiliki janggut, dsb. 

Pemakaian make-up kepada idola laki-laki Korea Selatan dianggap tidak menunjukkan nilai maskulinitas mereka, di mana riasan sendiri identik dipakai oleh kaum hawa. Secara fisik, orang-orang yang memiliki pandangan seperti demikian, menjunjung tinggi nilai maskulinitas.

Lalu apakah anggapan mengenai idola lelaki Korea Selatan tidak maskulin dibenarkan? Tentu saja tidak, seperti apa yang telah diuraikan persepsi itu bersifat tidak akurat. Berbeda dengan pandangan non-penggemar Kpop, para penggemar atau bagian dari komunitas tersebut tidak memandang maskulinitas seorang lelaki dalam bentuk fisik sedemikian rupa. 

Mungkin saja, para penggemar menganggap bahwa menjadi laki-laki seutuhnya tidak perlu menumbuhkan janggut, memiliki tubuh berotot, dan mengikuti standar maskulinitas lainnya. Pada dasarnya, dewasa ini anggapan tersebut memang mengarah kepada toxic masculinity, di mana orang-orang menjadi kontra terhadap penilaian segala bentuk fisik maskulinitas. 

Orang yang merupakan bagian dari komunitas Kpopers mewajarkan apabila idola lelaki Korea Selatan memakai riasan saat mereka tampil, yakni hal tersebut untuk tetap menjaga image wajah mereka terlihat segar dan menawan walaupun menampilkan pertunjukkan yang menguras tenaga. Hal tersebut sesuai dengan citra idola Korea Selatan yang mengutamakan penampilan visual mereka. 

Baca juga : Boy Group yang Dijuluki "The Avengers of Kpop"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun