Muhammad Yamin, seorang tokoh multitalenta yang dikenal sebagai sastrawan, sejarawan, dan ahli hukum, memainkan peran krusial dalam perumusan dasar negara Indonesia, Pancasila. Sebagai anggota Panitia Sembilan yang dibentuk oleh Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), Yamin adalah salah satu arsitek utama yang merumuskan ideologi bangsa. Dedikasinya terhadap pembentukan fondasi negara yang kuat dan berdaulat menjadikannya salah satu figur penting dalam sejarah kemerdekaan Indonesia.
Yamin memiliki latar belakang intelektual yang kuat, yang memungkinkannya memberikan kontribusi signifikan dalam perdebatan-perdebatan penting mengenai dasar negara. Sebelum terbentuknya Panitia Sembilan, dalam sidang BPUPKI, Yamin adalah salah satu dari tiga tokoh (bersama Soekarno dan Soepomo) yang menyampaikan gagasannya tentang dasar negara. Pada pidatonya tanggal 29 Mei 1945, ia mengusulkan lima asas dasar untuk negara yang merdeka: Peri Kebangsaan, Peri Kemanusiaan, Peri Ketuhanan, Peri Kerakyatan, dan Kesejahteraan Rakyat. Meskipun usulannya berbeda dari rumusan akhir Pancasila, pemikiran-pemikiran ini menjadi landasan yang sangat berharga dan memicu diskusi lebih lanjut di kalangan anggota BPUPKI.
Peran Yamin dalam Panitia Sembilan menjadi lebih signifikan. Panitia ini bertugas untuk menyusun rumusan dasar negara yang kemudian dikenal sebagai Piagam Jakarta. Piagam ini, yang disahkan pada 22 Juni 1945, merupakan hasil kompromi dari berbagai pandangan yang ada, termasuk pandangan kelompok nasionalis dan Islam. Meskipun rumusan sila pertama yang kontroversial, "Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya," menjadi subjek perdebatan, Yamin bersama anggota lain tetap berkomitmen untuk mencapai kesepakatan demi persatuan.
Sebagai seorang ahli hukum, Yamin juga berperan besar dalam perumusan konstitusi. Ia terlibat aktif dalam penyusunan konsep Undang-Undang Dasar (UUD), memberikan kontribusi yang mendalam pada struktur dan isi konstitusi. Ia melihat UUD sebagai fondasi hukum yang tak tergantikan untuk menjamin keberlanjutan dan stabilitas negara. Ia juga terkenal dengan gagasan tentang "Pancasila sebagai lima asas dasar negara" yang digagasnya pada sidang BPUPKI, meskipun usulan itu kemudian disempurnakan.
Selain kontribusinya pada Panitia Sembilan, Muhammad Yamin dikenal sebagai nasionalis yang gigih. Ia percaya bahwa identitas bangsa Indonesia harus dibangun di atas landasan budaya dan sejarahnya sendiri. Ketertarikannya pada sejarah dan sastra tercermin dalam banyak karyanya yang bertujuan untuk membangkitkan kesadaran nasional. Sebagai seorang intelektual, ia tidak hanya terlibat dalam politik praktis, tetapi juga berupaya membentuk mentalitas bangsa yang mandiri dan berdaulat melalui tulisan-tulisannya. Ia adalah contoh nyata bagaimana seorang cendekiawan dapat berkontribusi pada pembangunan bangsa, tidak hanya dari kursi kekuasaan tetapi juga melalui gagasan-gagasan yang mencerahkan.
Secara keseluruhan, kontribusi Muhammad Yamin dalam Panitia Sembilan dan perumusan dasar negara tidak dapat dilepaskan dari sejarah kemerdekaan Indonesia. Meskipun perannya mungkin tidak sepopuler Soekarno atau Hatta, ide-ide dan dedikasinya dalam membentuk fondasi bangsa melalui Pancasila dan UUD menjadikannya salah satu pahlawan intelektual yang pantas dikenang. Pemikirannya tentang kebangsaan dan persatuan menjadi warisan berharga yang terus relevan hingga hari ini.
REFERENSI:
Dardjosuwondo, S. (2012). Muhammad Yamin: Biografi dan Peranannya dalam Perumusan Pancasila. Jakarta: Pustaka Indonesia.
Panitia Lima. (1975). Pancasila Sebagai Dasar Negara. Jakarta: Sekretariat Negara Republik Indonesia.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI