Mohon tunggu...
Angel DelaPuspita
Angel DelaPuspita Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya suka membaca

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dampak Pernikahan Dini dan Problematika Hukumnya

3 Desember 2022   23:49 Diperbarui: 4 Desember 2022   00:10 247
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Saya Angel Dela Puspita, Mahasiswa UIN Raden Mas Said Surakarta Prodi Hukum Ekonomi Syariah. Berdasarkan artikel Dampak Pernikahan Dini dan Problematika Hukumnya, Penulis: Muhammad Julianto, Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial, Vol.25 No.1, 2015, 11 halaman
Menurut artikel Dampak Pernikahan DIni dan Problematika Hukumnya, karya Muhammad Julianto yang telah saya baca, saya setuju bahwa penulis menuliskan bahwa pernikahan merupakan rahmat yang harus dipelihara dengan baik oleh setiap pasangan. Pernikahan merupakan akad nikah, dengan nama Allah. Pernikahan merupakan Ikatan yang sangat kokoh dan tidak dapat direndahkan karena menghalalkan perbuatan yang haram menjadi perbuatan yang penuh rahmat dan bernilai ibadah. Sebagai keluarga yang saling asah asih dan asuh antara mempelai laki-laki dan perempuan. Pernikahan juga tentunya merupakan hak setiap manusia agar bisa melanjutkan peradaban dan bisa membina rumah tangga yang sakinah, mawadah, warohmah yang tentunya bila keluarga harmonis maka akan tercipta penerus yang soleh atau solehah serta hubungan dengan masyarakat juga akan berjalan sebagaimana mestinya.
Dalam artikel ini ada gambaran pernikahan dini di lereng Merapi, Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman Yogyakarta selama 2011 bisa dikatakan tinggi. Pasalnya ada 40 pernikahan yang syaratnya harus dilengkapi dengan surat dispensasi perkawinan dan rata-rata pemohon masih menyandang sebagai pelajar sekolah menengah atas.
Pernikahan dini adalah pernikahan yang dilakukan diluar ketentuan perundang-undangan atau pernikahan dibawah usia yang direkomendasikan oleh perundang-undangan. Dalam artikel ini saya menemukan bahwa banyak sekali perbedaan pendapat di dalam masalah pernikahan dini.  Mulai dari peraturan perundang-undangan yang berlaku sampai pada pandangan menurut para ahli fiqh. Fiqh klasik pada prinsipnya tidak menetapkan batas usia minimum pada laki-laki dan perempuan untuk melaksanakan perkawinan, pakar hukum Islam kontemporer melakukan terobosan hukum terkait dengan legalitas perkawinan anak dibawah umur, Undang-Undang Perkawinan menyebutkan batas minimal 16 tahun, Undang-Undang Perlindungan Anak menetapkan 18 tahun, dan badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional menyarankan usia menikah bagi perempuan 21 tahun. Hal ini menuai banyak perhatian karena dampak yang akan terjadi sangat besar bila pernikahan dini terjadi peningkatan pada setiap tahunnya.
Dampak pernikahan dini tentunya juga sangat riskan terjadinya perceraian, karena pernikahan terjadi setelah adanya kehamilan di luar nikah yang dialami oleh anak SD, SMP, SMA. Pelaku juga rata-rata teman atau pacarnya sendiri. Pada kasus ini akan terjadi masalah seperti kesenjangan sosial ekonomi dikarenakan putus sekolah. Sehingga mereka sebenarnya belum siap menjalani bahtera rumah tangga, baik secara fisik maupun mentalnya. Tidak hanya itu, hal ini juga menyebabkan banyaknya kasus KDRT (Kekerasan dalam Rumah Tangga) karena emosinya yang belum bisa terkontrol. Bagi pelaku, dispensasi perkawinan hanya cara agar lari dari jeratan hukum dan bagi korban adalah untuk menutup aib.
Dampak dari pernikahan dini bila dilihat dari segi kesehatan sangat besar resikonya bagi ibu atau pada pihak wanita karena akan menyebabkan pendarahan saat persalinan, anemia, melahirkan anak dengan berat rendah, kurang gizi, dan komplikasi saat melahirkan. Oleh sebab itu, akan menimbulkan meningkatnya angka kematian ibu akibat persalinan. Menurut Pelaksana Tugas Kepala BKKBN Sudibyo Alimoeso, saat ini rata-rata angka kematian ibu melahirkan di negeri kita cukup tinggi, yaitu 228 kematian per 100 ribu kelahiran hidup.
Dalam pernikahan tentunya harus memiliki fungsi dan tujuan yang baik. Dengan demikian, untuk memenuhi fungsi dan tujuan dalam pernikahan maka harus sesuai dengan syariat dan hukum negara. Penulis menuliskan beberapa pilar utama keluarga sakinah, yaitu:
Calon mempelai dipilih berdasarkan agama, rupa, harta, tahta
Saling setia dan patuh bagi istri kepada suami
Al-Qur'an dan As-sunnah menjadi dasar dalam menyikapi suatu masalah
Harus saling percaya, sehingga bisa berpikiran positif dan berprasangka baik
Saling memaafkan dan dewasa dalam menyikapi masalah
Suami istri harus menjadi madrasah pertama bagi anaknya kelak
Menafkahi keluarga dengan yang halal. Sebab yang haram akan menjadikan dekat dengan setan dan jauh dari Allah. Seperti yang tertera dalam QS. Al Maidah: 88.
Mengisi rumah dengan kegiatan positif, contoh: Ibadah kepada Allah, belajar ilmu pengetahuan, dll
Melindungi rumah tangga agar dijauhkan dari siksaan api neraka
Jangan asal memilih untuk pendidikan anak. Masalah pendidikan untuk anak harus dipilih dengan baik, agar dapat membentengi anak dari pergaulan atau lingkungan yang salah
    Pernikahan memang merupakan rahmat dan hak setiap manusia. Akan tetapi, sebagai generasi penerus bangsa kita harus memahami betapa mengerikannya dampak dari pernikahan dini. Baik dampak untuk diri sendiri, keluarga, maupun sosial ekonomi. Juga dampaknya untuk masa depan anak, yang menurut saya kurang baik. Karena pernikahan dini sangat memungkinkan terjadinya perceraian, KDRT, terancamnya kesehatan mental dan fisik bahkan bisa sampai mengancam keselamatan ibu pasca melahirkan, dll. Sebagai orang tua, sebaiknya mendidik anak-anaknya dengan landasan ilmu agama yang baik agar kelak anak-anaknya tidak terjerumus dalam pergaulan yang salah. Mengingat kasus pernikahan dini terjadi rata-rata akibat hamil diluar nikah yang kebanyakan pelakunya adalah teman atau pacarnya sendiri. Juga memberikan edukasi tentang seks yang mungkin di Indonesia masih dianggap tabu, tapi sebenarnya bisa digunakan untuk mengantisipasi. Agar anak-anak bisa tahu apa akibat yang akan terjadi bila dia melakukan hal tersebut.
    Pada bagian kesimpulan poin ke 3, penulis menuliskan diperlukan merevisi UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan khususnya tentang batas usia perkawinan. Sehingga ada kesamaan dalam segala peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang batas usia perkawinan. Sekarang ini pemerintah telah telah merevisi batas usia perkawinan menjadi 19 tahun, baik untuk laki-laki maupun perempuan. Tertera dalam UU Nomor 16 Tahun 2019. Perubahan atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
    Perkembangan tentang pernikahan dini pada saat ini masih terjadi peningkatan. Apalagi dengan adanya Pandemi Covid-19 yang terjadi, hal ini memicu peningkatan yang cukup signifikan dikarenakan masalah ekonomi. Banyaknya kepala keluarga yang kehilangan pekerjaan, sehingga menjadikan pernikahan dini untuk anaknya sebagai cara yang dianggap efektif untuk meringankan beban keluarga. Penutupan sekolah dan aktivitas belajar dari rumah menjadikan anak-anak dengan leluasa bergaul dengan siapa saja dan didukung dengan lemahnya pengawasan dari orang tua.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun