Mohon tunggu...
Andy Kurnia Ramadhan
Andy Kurnia Ramadhan Mohon Tunggu... Mahasiswa

-

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Pengantar Galon di Kabupaten Bandung Kecewa Berat atas Kasus Bensin Oplosan Pertamina

11 April 2025   15:11 Diperbarui: 11 April 2025   15:11 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Contoh Pertamax Murni dan Oplosan.

Kabupaten Bandung -- Kasus dugaan pengoplosan bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite yang dijual dengan label Pertamax oleh oknum di tubuh PT Pertamina Patra Niaga menuai respons keras dari berbagai lapisan masyarakat. Salah satunya datang dari warga Kabupaten Bandung yang menggantungkan hidupnya pada kendaraan bermotor: pengantar galon.

Adalah Wawan Setiawan (35), warga Desa Sukamenak, Kecamatan Margahayu, Kabupaten Bandung, yang menyuarakan kekecewaannya terhadap kasus yang tengah viral tersebut. Asep telah bekerja sebagai pengantar galon air minum selama lebih dari lima tahun dan sehari-hari mengandalkan sepeda motor sebagai sarana kerja utamanya.

"Saya beli Pertamax bukan karena gaya-gayaan, tapi karena itu kebutuhan. Motor saya harus kuat buat angkut galon ke sana-sini. Tapi sekarang, setelah dengar kabar Pertamax-nya dioplos, saya merasa ditipu," ujar Wawan saat ditemui pada Kamis (11/4).

Ia mengaku rutin membeli Pertamax di SPBU resmi karena percaya bahan bakar tersebut memiliki kualitas lebih baik dan ramah mesin. Namun, dengan adanya informasi bahwa sebagian Pertamax diduga berasal dari hasil oplosan Pertalite yang dicampur zat aditif, Wawan merasa dirugikan secara moril dan finansial.

"Harga Pertamax sekarang udah tinggi. Kalau ternyata itu cuma oplosan, lalu kenapa kita harus bayar mahal? Ini sama aja bohong," katanya dengan nada kesal.

Menurut Wawan, pengoplosan BBM bukan sekadar persoalan kualitas bahan bakar, tetapi menyangkut kepercayaan publik terhadap layanan dan produk milik negara. Ia menyebutkan bahwa keandalan motor sangat penting dalam pekerjaannya, terlebih mengingat ia kerap membawa beban berat dan menempuh jarak belasan hingga puluhan kilometer dalam sehari.

"Kalau motor saya mogok atau mesinnya rusak gara-gara BBM oplosan, itu bisa bikin saya nggak bisa kerja. Siapa yang mau ganti kerugian saya?" tegasnya.

Selain dirinya, Wawan mengatakan banyak rekan seprofesi di wilayahnya yang juga mulai was-was setiap kali mengisi bensin. Mereka kini saling bertukar informasi soal SPBU mana yang dianggap lebih aman atau kredibel.

"Banyak teman saya sekarang jadi lebih pilih-pilih SPBU. Bahkan ada yang lebih percaya beli BBM di SPBU kecil yang jarang ramai, karena takut dapet bensin oplosan di tempat besar," tambahnya.

Menanggapi kasus ini, Wawan berharap pemerintah, khususnya Kementerian ESDM dan aparat penegak hukum, bertindak tegas dan transparan. Ia juga meminta Pertamina memberikan klarifikasi yang jelas serta menjamin keamanan produk mereka ke depannya.

"Kalau Pertamina nggak bersih-bersih nama, bisa-bisa masyarakat makin nggak percaya. Harus ada bukti kalau mereka serius memberantas oplosan, jangan cuma minta maaf di media," ujar Wawan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun