Mohon tunggu...
Falahah
Falahah Mohon Tunggu... Dosen

membaca, mendengarkan musik

Selanjutnya

Tutup

Bandung

Sosialisasi Aplikasi AI oleh Dosen Universitas Telkom

4 Juli 2025   10:53 Diperbarui: 2 September 2025   12:37 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana di dalam kelas ketika pemaparan materi tentang AI

Sekolah Menengah Atas (SMA) atau Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan jenjang terakhir pada pendidikan dasar dan menengah yang akan mengantarkan siswa untuk memasuki dunia perguruan tinggi. Ketika menempuh pendidikan di SMA/SMK, siswa mengalami banyak fase penting dalam kehidupannya, termasuk merupakan masa transisi dari remaja menjadi dewasa muda. Pada fase yang kerap penuh kebingunan ini, siswa yang ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, sering mengalami kebingunan dalam menentukan jurusan yang tepat, dengan berbagai alasan. Selain kekurangan informasi terhadap jurusan itu sendiri, siswa juga seringkali belum memahami minat, bakat dan potensi yang paling mendukung untuk jurusan yang dipilih. Sebagai akibatnya, banyak siswa yang memilih jurusan hanya berdasarkan ikut-ikutan teman, saran dari orang tua atau saudara, atau hanya berdasarkan tebak-tebakan ketika mengisi formulir pendafataran.  Sebagai akibatnya, banyak yang merasa “salah jurusan”.  Kasus “salah jurusan” ini bukan kasus yang sedikit.  Penelitian yang dikemukakan oleh Educational Psychologist dari Integrity Development Flexibility (IDF), Irene Guntur, menyebutkan bahwa sekitar 87% mahasiswa di Indonesia merasa salah jurusan. Penyebabnya antara lain: mengikuti teman, terlalu banyak menerima saran, penawaran beasiswa, dan dorongan orang tua [1].

Dampak “salah jurusan” ini dapat terjadi pada jangka waktu yang cukup panjang, yang pada umumnya baru disadari setelah mahasiswa menempuh kuliah satu tahun atau lebih. Dampak ini dapat berupa penurunan prestasi akademik atau masalah psikologis.  Secara akademis, mereka akan mengalami kesulitan dalam mengikuti materi perkuliahan, merasa tertekan dan depresi [2]. 

Di lain pihak, kebingunan yang dialami oleh siswa SMA sebagian diakibatkan oleh kurang pahamnya siswa terhadap potensi yang dimiliki, serta jurusan yang sebenarnya diinginkan. Seharusnya hal ini dapat dibantu dengan kehadiran guru Bimbinan Konseling (BK) di seklah masing-masing. Namun hingga saat ini masih banyak guru BK yang belum dapat berperan secara optimal untuk mengatasi masalah tersebut.   Beberapa penyebabnya antara lain [3]: kurangnya sumber daya, keterampilan guru BK yang kurang memadai, kurangnya koordinasi, metode layanan yang monoton, dan kurangnya akses informasi siswa terhadap dunia kerja. Kekurangan sumber daya guru BK juga menjadi masalah yang serius. Di sekolah-sekolah negeri, satu kelas, dengan siswa sekitar 30-40 orang, dilayani oleh satu guru BK. Bahkan, di Indonesia saat ini rasio guru BK dengan siswa adalah 1:570, sehingga banyak sekolah yang tidak memiliki guru BK [4]

Di lain pihak, penggunaan kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) dalam sistem rekomendasi juga berkembang pesat dalam berbagai bidang. Salah satunya adalah dalam pemberian rekomendasi jurusan. Namun, rekomendasi ini akan sangat berguna jika terjadi dialog interaktif antara pengguna dengan sistem, sehingga sistem dapat menghasilkan rekomendasi yang sesuai dengan profil pengguna. Perkembangan AI dewasa ini memungkinkan hal tersebut dapat dihasilkan melalui teknologi generative AI [5]

Berdasarkan permasalahan tersebut, maka terbuka peluang untuk memberikan usulan solusi berupa penyediaan aplikasi rekomendasi jurusan bagi siswa SMA yang dibangun berdasarkan identifikasi profil pengguna. Kehadiran aplikasi ini dapat membantu siswa untuk melakukan dialog mandiri, yang kemudian hasilnya dapat dimatangkan lebih lanjut dengan berkonsultasi kepada guru BK atau pihak lain yang lebih kompeten. Kehadiran aplikasi ini juga diharapkan dapat membantu mengatasi kurangnya ketersediaan guru BK di sekolah-sekolah.

Masyarakat sasar pada kegiatan ini adalah siswa-siswi SMA Negeri 17 Bandung, khususnya siswa kelas XII yang saat ini akan segera mendaftarkan dirinya ke perguruan tinggi.  SMA Negeri 17 Bandung, yang beralamat di Jl. Tujuh Belas, Caringin, Babakan Ciparay, Kota Bandung, mulai merintis kiprah di dunia pendidikan dasar dan menengah sejak tahun 1982, yang awalnya sebagai filial dari SMA Negeri 7 Bandung.  Saat ini SMA Negeri 17 Bandung memiliki 30 rombongan belajar dan 1026 peserta didik. Saat ini SMA Negeri 17 Bandung telah menerapkan kurikulum Merdeka dan mendapatkan akreditasi A. Berdasarkan profil sekolah, saat ini hanya terdaftar 3 guru BK, sehingga dapat dibayangkan betapa berat beban guru BK untuk melayani sekitar 12 kelas peminatan paket mata pelajaran IPA dan 12 kelas peminatan paket mata pelajaran IPS.

Berikut ini adalah foto suasana di dalam kelas dan setelah kegiatan berlangsung.

Foto bersama setelah selesai kegiatan
Foto bersama setelah selesai kegiatan

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bandung Selengkapnya
Lihat Bandung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun