Voyager 2 berhasil mengukur kepadatan dan suhu plasma di ruang antarbintang, yang sebagian besar terdiri dari proton, elektron, dan ion bermuatan lainnya. Data ini sangat penting untuk memahami bagaimana galaksi terbentuk dan bagaimana bintang-bintang baru lahir dari materi antarbintang tersebut.
Partikel Bermuatan
Selain itu, Voyager 2 mendeteksi berbagai jenis partikel bermuatan, seperti proton dan ion berat, yang membantu ilmuwan memetakan struktur galaksi spiral seperti Bima Sakti. Hal ini penting untuk mengetahui bagaimana distribusi materi tersebar di seluruh galaksi.
Pemetaan Ruang Antarbintang
Informasi yang dikumpulkan Voyager 2 menjadi panduan penting bagi misi-misi luar angkasa di masa depan yang nantinya akan mengarah ke bintang terdekat dari tata surya, seperti Proxima Centauri. Pengetahuan tentang kondisi ruang antarbintang akan sangat penting dalam merencanakan perjalanan antarbintang yang aman dan efisien.
Teknologi Voyager 2: Tahan Lama dan Sederhana
Meski teknologi Voyager 2 terdengar canggih pada masanya, sebenarnya ia cukup sederhana jika dibandingkan dengan smartphone modern. Komputer onboard-nya hanya memiliki kapasitas kurang dari 70 KB, namun tetap mampu diprogram ulang dari jarak lebih dari 20 miliar kilometer.
Voyager 2 mengaplikasi Radioisotope Thermoelectric Generator (RTG) sebagai sumber energi, teknologi ini memanfaatkan panas dari peluruhan radioaktif untuk menghasilkan listrik. Sistem komunikasinya pun masih berfungsi, berkat jaringan Deep Space Network, yang mampu menerima sinyal lemah dari wahana ini.
Selain instrumen ilmiah, Voyager 2 membawa Golden Record, sebuah piringan emas berisi musik, salam dalam 55 bahasa (termasuk bahasa Indonesia), serta gambar-gambar tentang kehidupan di Bumi. Ini adalah upaya kecil manusia untuk memperkenalkan diri kepada siapa pun yang mungkin suatu hari menemukannya di galaksi.
Makna Filosofis dan Budaya dari Voyager 2
Voyager 2 bukan sekadar wahana ilmiah. Kehedirannya justru memberikan dampak besar pada pandangan filosofi modern, terutama dalam gerakan ekofilosofi dan etika kosmik.
* Ia membangkitkan kesadaran bahwa Bumi hanyalah sebuah “titik biru pucat” di antara hamparan ruang angkasa yang luas, sebagaimana disampaikan oleh astronom Carl Sagan.
* Mengajak kita untuk lebih menghargai lingkungan dan planet kita yang rapuh ini.