Mohon tunggu...
Andriyanto
Andriyanto Mohon Tunggu... Jika kamu tak menemukan buku yang kamu cari di rak, maka tulislah sendiri.

- Kebanggaan kita yang terbesar adalah bukan tidak pernah gagal, tetapi bangkit kembali setiap kali kita jatuh - Rasa bahagia dan tak bahagia bukan berasal dari apa yang kamu miliki, bukan pula berasal dari siapa dirimu, atau apa yang kamu kerjakan. Bahagia dan tak bahagia berasal dari pikiran kamu sendiri.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Memahami Isostasi: Dari Penemuan Everest hingga Studi Geologi Modern

25 April 2025   07:00 Diperbarui: 25 April 2025   02:11 344
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Mount Everest: The deadly history of the world's highest peak (www.livescience.com)

Pengantar: Apa Itu Isostasi?

Bagaimana bumi bisa menopang gunung-gunung tinggi tanpa runtuh? Bagaimana mungkin lembah yang sangat dalam tidak menyebabkan bumi “miring”? Pertanyaan-pertanyaan ini mungkin terdengar sederhana, tetapi jawabannya membawa kita pada konsep geologi penting yang disebut isostasi.

Isostasi merupakan sebuah prinsip yang menjelaskan bagaimana kerak bumi berada dalam keseimbangan di atas lapisan yang lebih plastis di bawahnya, yaitu mantel bumi. Seperti bongkahan es yang mengapung di air, kerak bumi pun "mengapung" di atas mantel. Ketika beban di permukaan bumi berubah, misalnya akibat pencairan es atau erosi pegunungan, kerak bumi akan menyesuaikan posisinya agar kembali ke keseimbangan.

Konsep ini lahir dari observasi dan pemikiran para ilmuwan besar seperti George Everest, George Biddell Airy, dan John Henry Pratt. Tulisan kali ini akan membawa kita dalam perjalanan memahami bagaimana konsep isostasi ditemukan, dikembangkan, dan diaplikasikan dalam ilmu geologi modern.

Memahami Istilah Isostasi

Secara etimologis, kata isostasi berasal dari bahasa Yunani, yaitu isos (sama) dan stasis (keseimbangan). Dalam geologi, isostasi menggambarkan kondisi di mana kerak bumi berada dalam keseimbangan gravitasi di atas mantel. Hal ini berarti setiap bagian kerak bumi menyesuaikan kedalamannya di mantel berdasarkan berat dan karakteristik fisiknya.

Mari kita bayangkan permukaan bumi seperti air dengan rakit-rakit kayu yang mengapung di atasnya. Rakit kayu yang lebih berat (contoh: jati) akan tenggelam lebih dalam, sementara yang lebih ringan (contoh: Albasia) akan mengapung lebih tinggi. Begitu pula kerak bumi: gunung-gunung tinggi memiliki "akar" yang dalam ke dalam mantel, sedangkan dataran rendah memiliki akar yang lebih pendek atau kepadatan batuan yang berbeda. Proses inilah yang menjaga kestabilan permukaan bumi secara keseluruhan.

Penemuan Awal oleh George Everest

Nama George Everest mungkin lebih dikenal sebagai nama gunung tertinggi di dunia. Namun, kontribusinya terhadap ilmu bumi jauh lebih dalam dari sekadar penamaan itu. Sebagai Surveyor General of India pada abad ke-19, Everest memimpin survei trigonometrik besar yang bertujuan mengukur bentuk dan ukuran bumi dengan tingkat ketelitian yang luar biasa.

Selama proses survei di wilayah Himalaya, timnya menemukan adanya anomali gravitasi. Artinya, meskipun gunung-gunung besar memiliki massa yang besar, gaya gravitasi yang terdeteksi di sekitarnya tidak sebesar yang diharapkan secara teori. Fenomena ini membingungkan para ilmuwan saat itu: jika ada massa besar seperti gunung, seharusnya gaya gravitasinya juga besar, bukan?

Hasil pengamatan ini kemudian menjadi landasan awal bagi penelitian lebih lanjut oleh dua tokoh besar dalam geologi fisik: George Biddell Airy dan John Henry Pratt.

Peran George Biddell Airy dalam Konsep Isostasi

George Biddell Airy, seorang astronom Inggris, mengembangkan sebuah teori yang kemudian dikenal sebagai Model Airy. Ia membayangkan kerak bumi seperti es yang mengapung di atas lautan mantel cair. Menurut model ini, gunung yang menjulang tinggi harus memiliki "akar" yang dalam ke bawah, yang berfungsi sebagai kompensasi massa.

Poin-poin utama dari model Airy antara lain:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun