Sejarah Nusantara menyimpan banyak kisah menarik tentang kejayaan masa lampau. Salah satu bukti nyata dari peradaban kuno di Indonesia adalah peninggalan berupa prasasti batu bertuliskan huruf kuno yang mencatat berbagai peristiwa penting.Â
Di antara sekian banyak prasasti yang ditemukan di Indonesia, ada satu prasasti yang kisahnya sangat unik karena kini tidak lagi berada di tanah asalnya, melainkan jauh di negeri orang.Â
Prasasti tersebut adalah Prasasti Sangguran atau Minto Stone, peninggalan bersejarah dari masa Kerajaan Mataram Kuno, yang saat ini tersimpan di sebuah perkebunan terpencil di Skotlandia.
Yang membuat prasasti ini menarik bukan hanya lokasinya yang tak terduga, tetapi juga kisah penuh misteri di balik pemindahannya. Konon, prasasti ini dipercaya membawa kutukan bagi siapa pun yang memindahkannya dari tempat asalnya. Apakah cerita tersebut hanya mitos semata, atau benar-benar ada hal-hal aneh yang menyertainya?
Mari kita telusuri lebih dalam asal-usul, makna, dan perjalanan panjang Prasasti Sangguran dari bumi Jawa hingga ke dataran tinggi Skotlandia.
Sejarah Prasasti Sangguran
Prasasti Sangguran merupakan peninggalan penting dari masa Kerajaan Mataram Kuno, ditulis pada tahun 850 Saka atau 928 Masehi, pada masa pemerintahan raja Sri Maharaja Rakai Pangkaja Dyah Wawa. Prasasti ini awalnya ditemukan di Desa Ngandat, yang terletak di wilayah Malang, Jawa Timur.Â
Ditulis dalam huruf dan bahasa Jawa Kuno, prasasti ini mencatat pengangkatan Desa Sangguran sebagai sima, atau tanah perdikan, artinya desa tersebut diberi hak istimewa oleh kerajaan dan dibebaskan dari kewajiban membayar pajak.
Namun, pembebasan pajak itu bukan tanpa alasan. Penduduk Desa Sangguran diberi tanggung jawab untuk merawat dan menjaga bangunan suci di Mananjung, yang kemungkinan besar merupakan situs pemujaan atau tempat suci pada masa itu.Â
Tak hanya itu, desa ini juga dijadikan tempat tinggal bagi para pandai besi kerajaan, mereka yang bekerja membuat senjata atau alat-alat logam penting. Para pengrajin ini pun dibebaskan dari kewajiban membayar upeti, sebagai bentuk penghargaan atas keahlian dan jasa mereka.
Melalui prasasti ini, kita bisa melihat bagaimana sistem sosial, ekonomi, dan keagamaan di masa Mataram Kuno diatur dengan cukup kompleks. Desa-desa bisa mendapatkan status khusus dan diberi tanggung jawab suci, sementara para ahli seperti pandai besi, mendapat perlindungan hukum dan penghargaan dari kerajaan.