Mohon tunggu...
Andriyanto
Andriyanto Mohon Tunggu... Lainnya - Jika kamu tak menemukan buku yang kamu cari di rak, maka tulislah sendiri.

- Kebanggaan kita yang terbesar adalah bukan tidak pernah gagal, tetapi bangkit kembali setiap kali kita jatuh - Rasa bahagia dan tak bahagia bukan berasal dari apa yang kamu miliki, bukan pula berasal dari siapa dirimu, atau apa yang kamu kerjakan. Bahagia dan tak bahagia berasal dari pikiran kamu sendiri.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Komuso: Biksu Pengemis Mata-Mata pada Periode Edo

23 Desember 2023   07:00 Diperbarui: 23 Desember 2023   07:03 222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: ArtStation - Komuso (artstation.com)

Komuso adalah sekelompok biksu pengemis Jepang yang hidup pada periode Edo (1603-1867). Mereka memiliki ciri khas yaitu menggunakan keranjang jerami yang menutupi seluruh kepala mereka, dan memainkan seruling bambu yang disebut shakuhachi. Namun, tahukah kamu bahwa di balik penampilan mereka yang sederhana dan religius, terdapat rahasia yang menarik dan menegangkan? Ya, komuso ternyata juga berperan sebagai mata-mata atau agen rahasia untuk pemerintah Jepang pada masa perang. Bagaimana bisa? Mari kita simak kisah mereka lebih lanjut.

Asal Usul Komuso

Komuso berasal dari aliran Fuke Zen, sebuah cabang dari Buddhisme Zen yang ada di Jepang dari abad ke-13 hingga akhir abad ke-19. Para biksu Fuke terkenal dengan memainkan shakuhachi sebagai bentuk meditasi yang disebut suizen. Mereka juga dikenal dengan topi keranjang jerami yang menutupi seluruh kepala mereka saat berziarah. Fuke Zen berakar pada ajaran Zen master Puhua (J. Fuke), yang menekankan aspek yang tidak dapat dikomunikasikan dari pencerahan.

Komuso pertama kali muncul pada abad ke-17, meskipun pendahulunya digambarkan dalam lukisan dan teks sekitar tahun 1500. Tidak ada bukti adanya tradisi sebelumnya tentang biksu yang memainkan shakuhachi, dan tercatat bahwa pada tahun 1518 shakuhachi dianggap sebagai alat musik untuk musik istana (gagaku), bukan untuk musik religius.

Lalu, bagaimana komuso bisa berkembang menjadi mata-mata atau agen rahasia? Ada beberapa hal yang mempengaruhi, antara lain:

- Beberapa komuso adalah mantan samurai yang kehilangan tuan atau tanah mereka akibat perang saudara yang terjadi di Jepang pada abad ke-16. Mereka memilih untuk menjadi biksu pengemis sebagai cara untuk bertobat atau menyembunyikan identitas mereka. Mereka masih memiliki keterampilan bela diri dan loyalitas kepada pemerintah Jepang, sehingga mereka bisa dimanfaatkan sebagai mata-mata atau agen rahasia.

- Beberapa komuso adalah orang-orang yang ingin menghindari pajak atau hukuman dari pemerintah Jepang, yang sangat ketat dan otoriter pada periode Edo. Mereka menggunakan keranjang jerami sebagai penyamaran untuk bergerak bebas tanpa dicurigai. Mereka juga bisa mendapatkan informasi dari berbagai sumber dengan cara meminta sedekah atau memainkan shakuhachi.

- Beberapa komuso adalah orang-orang yang tertarik dengan ajaran Fuke Zen, yang mengajarkan bahwa pencerahan bisa dicapai dengan cara yang tidak konvensional, seperti memainkan shakuhachi, berkeliling sebagai pengemis, atau bahkan bertarung dengan musuh. Mereka menganggap bahwa menjadi mata-mata atau agen rahasia adalah salah satu cara untuk menguji diri mereka sendiri dan mencapai pencerahan.

Aktivitas Komuso sebagai Mata-Mata atau Agen Rahasia

Para komuso memiliki beberapa aktivitas sebagai mata-mata atau agen rahasia, seperti:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun