Mohon tunggu...
Andriansyah Rahman
Andriansyah Rahman Mohon Tunggu... Penulis - Lex Populi, lex dei

Mahasiswa S-1 jurusan Ilmu Hukum di Universitas Hasanuddin. Putra daerah asal Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan yang akrab disapa Andri. Hobi menulis.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Hutang Negara pada Kasus First Travel

11 Januari 2020   07:40 Diperbarui: 11 Januari 2020   07:51 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Perkara tersebut tidak jadi dituntut karena tidak cukup bukti atau ternyata tidak merupakan tindak pidana.

Perkara tersebut dikesampingkan untuk kepentingan umum atau perkara tersebut ditutup demi hukum, kecuali apabila benda itu diperoleh dari suatu tindak pidana atau yang dipergunakan untuk melakukan suatu tindak pidana."

Berdasarkan uraian tersebut tidak memuat sama sekali tentang kewenangan negara untuk mengambil hasil dari barang sitaan. Melainkan barang sitaan harusnya dikembalikan kepada yang berhak. Berdasarkan keterangan terdakwa dalam persidangan secara terang dan jelas pula bahwa jamaah yang paling berhak terhadap barang sitaan tersebut. 

Hakim bisa saja menyebutkan jamaah sebagai orang yang paling berhak dan sejalan dengan bunyi ayat selanjutnya "Apabila perkata sudah diputus, maka benda yang dikenakan penyitaan dikembalikan kepada orang atau kepada mereka yang disebut dalam putusan tersebut, kecuali jika menurut putusan hakim benda itu dirampas untuk negara, untuk dimusnahkan atau untuk dirusakkan sampai tidak dapat dipergunakan lagi atau jika benda tersebut masih diperlukan sebagai barang bukti dalam perkara lain." 

Namun lagi-lagi hakim menafsirkan lain dan menelaah bahwa barang tersebut disita oleh negara. Padahal dalam ayat di atas secara jelas menerangkan bahwa dirampas untuk negara hanya untuk dimusnahkan yang lebih berkaitan kepada benda-benda berbahaya dan atau diperlukan pada perkara lain yang berkiatan dengan penyertaan dalam tindak pidana padahala perkara ini adalah perkara tunggal yaitu penipuan.

Pertimbangan lain yang dapat digunakan adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Dalam hal yang diduga sebagai pelaku tindak pidana tidak ditemukan dalam waktu 30 (tiga puluh) hari, penyidik dapat mengajukan permohonan kepada pengadilan negeri untuk memutuskan Harta Kekayaan tersebut sebagai aset negara atau dikembalikan kepada yang berhak(Pasal 67 Ayat 2). 

Meskipun dalam pasal tersebut memberi dua opsi dalam barang sitaan, namun berdasarkan fakta persidangan menurut penulis opsi mengembalikan kepada yang berhak adalah pilihan yang lebih tepat karena notabene negara tidak dirugikan sama sekali melainkan yang dirugikan adalah jamaah. Walaupun negara telah melakukan tertib hukum namun negara belum dapat memenuhi rasa keadilan hukum. 

Hal tersebut terbukti dari para jamaah yang tidak meraskan keadilan dengan adanya putusan MA tersebut. Padahal sejatinya berdasarkan konsep welfare state modern negara tidak lagi sebagai negara polis yang hanay menjaga ketertiban melainkan hadirnya negara untuk memberikan kemanfaatan untuk kemakmuran rakyat. Ini telah menjadi amanah ideologi dan konstitusi.

Adapun terkait kepastian hukum negara berhutang kepada rakyat terkait kekuatan hukum  dari Surat Keputusan  Kementerian Agama  Nomor 589 Tahun 2017 yang menyatakan bahwa seluruh uang jemaah wajib kembali atau diberangkatkan. S

Selain itu kepastian hukum juga tidak terjamin dalam hal mekanisme pembagian barang sitaan. Pakar Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), Yenti Garnasih berpendapat bahwa hakim memutuskan merampas untuk negara karena tidak adanya mekanisme yang jelas di dalam UU TPPU yang membahas terkait pembagian  aset rampasan kepada korban penipuan investasi (BBC Indonesia  Tanggal 19 November 2019).

Penulis beranggapan bahwa pemerintah dapat memberikan rasa keadilan tersebut dengan melalui peninjauan kembali. Namun hal tersebut hanya dapat terjadi apabila terjadi sinergi antara pihak pemerintah dengan masyarakat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun