"Saya kecil hidup di pinggir kali, namanya Kali Anyar. Namanya hidup di kali ya, ya semua orang tahu, nggak harus saya ceritakan. Yang jelas kesulitan, kesusahan, dan perjuangan hidup menjadi keseharian kita dan saya kira hal-hal seperti itu tidak perlu diekspos," ujar Jokowi di Hotel Mulia, Jakarta, Kamis (13/12/2018).
Saat itu, Jokowi masih duduk di bangku sekolah dasar. Karena rumahnya digusur, ia sekeluarga pindah ke rumah tantenya.
"Tahun 1970-an, saya ingat betul, masih SD, entah kelas II atau kelas III, rumah saya di pinggir kali digusur. Brrrrrt. Ya kayak sekian tahun pembangunan kan senangnya gusur seperti itu. Ya digusur. Dan tidak diberi ganti rugi, tidak diberi solusi, sehingga kami sekeluarga tinggal di tempat kakak ibu saya mungkin selama 1,5 tahun di situ," ungkapnya.
Jokowi memaknai masa kecilnya yang sulit sebagai pembelajaran di masa dewasa. Yang penting, ia tidak perlu merasa mendramatisasi kehidupannya.
Yang lebih penting lagi, saat dirinya memegang kekuasaan, maka itu harus diarahkan untuk berpihak dan memperbaiki kualitas kehidupan masyarakat, khususnya yang miskin dan marjinal.
Inilah alasan transformasi struktural yang digagas Jokowi melalui NawaCita harus dilakukan. Tanpa mengumbar kebijakan yang 'asal rakyat senang', Jokowi sedang bekerja memperbaiki pondasi Indonesia yang Maju dan rakyatnya sejahtera.
Kalau tidak percaya, silakan tengok data-data statistik dan kenyataan di lapangan. Harusnya cukup mudah, karena kita sendiri sudah merasakan dampak perbaikan itu.