Mohon tunggu...
Andri Asmara
Andri Asmara Mohon Tunggu... Musisi - Penulis

Musik adalah serpihan bebunyian surga yang jatuh ke dunia.

Selanjutnya

Tutup

Music Artikel Utama

Ketika Dangdut Tak Lekang Dimakan Zaman

1 Mei 2019   05:00 Diperbarui: 20 Agustus 2019   19:09 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rhoma Irama dan Soneta Grupm Mengoyang Synchronize Fest (Sumber: entertainment.kompas.com)

Suatu sore, tetangga saya mempunyai hajatan. Anak semata wayangnya sedang khitanan atau disunat. Untuk memeriahkan acara, mereka menyewa grup musik dangdut dari perkotaan. Panggung dan sound system di halaman rumah sudah siap untuk dipakai. 

Dua biduan molek sudah duduk di kursinya sambil membenarkan letak bulu mata yang sedikit mengganjal.  keyboard, gitar, bass, suling  dan kendang sudah siap di posisinya. Masuklah seorang lelaki berambut gondrong, tambun dan berkacamata. Ia pembawa acara yang merangkap sebagai pemain tamborin dan penyanyi latar. Dengan memperkenalkan nama grupnya secara  lantang dan meriah, penonton pun tergerak merapat ke depan panggung.

Gendang mulai bertalu, disusul betotan bass yang mengikuti irama dan raungan gitar distorsi memainkan lead intro. Biduan beranjak dari kursinya ke muka panggung. Dengan lantang mengucapkan selamat sore dan menyapa penonton secara genit. 

Penonton kegirangan melihat biduan molek berpakaian yang sensual. Ia mulai menyanyikan sebuah lagu pembuka dengan apik. Pertunjukan musik dangdut sudah dimulai dan lagu demi lagu terus dilantunkan. 

Penonton berjoget bersama tanpa kenal batasan usia, mereka menikmati, sampai mengapresiasi dengan cara nyawer. Seusai lagu terakhir dibawakan, penonton bubar dengan tertib dan pemain musik dangdut berkemas untuk melanjutkan show di tempat lain pada malam harinya.

Itulah sedikit penggambaran tentang musik dangdut yang militansi performanya di daerah pedesaan. Dangdut sudah mengakar di masyarakat sebagai bentuk hiburan yang menyenangkan. Selain itu mereka juga terpuaskan dengan performance biduan yang molek dan cantik bersuara merdu memikat. Bisa dikatakan bahwa kebutuhan mereka untuk berjoget melepas lelah dan melupakan masalah adalah cara mereka menikmati dangdut sebagai self healing, menghibur hati yang lara.

Jika kita mau menelusuri, sejarah terbentuknya dangdut dipicu oleh gabungan berbagai gaya  musik. Di antaranya ialah pengaruh dari gaya musik dari Orkes Harmonium, Orkes Gambus, dan Orkes Melayu yang berakulturasi di setiap dekade mulai tahun 1930-an. 

Kronologi ini merujuk pada buku Andrew N. Weintraub di buku kajiannya Dangdut: musik, identitas dan budaya Indonesia. Namun istilah dangdut baru ada pada awal 1970-an yang diprakarsai oleh majalah aktual untuk mengkategorikan musik dari orkes melayu yang sedang ramai didengarkan.

Mungkin karena terlampau fleksibel menerima pengaruh baru, dangdut selalu dinamis mengikuti zaman. Bisa kita lihat, di masa raja dangdut Rhoma Irama muncul ialah saat musik rock menggempur telinga anak muda Indonesia. Rhoma mencoba untuk menawarkan bentuk baru, musik dangdut bergaya rock. Walaupun awalnya musik dari Rhoma banyak kontradiktif yaitu dicaci, ditolak, dan dicemooh, namun kenyataannya musiknya tetap diterima setelah konsistensi Rhoma terbuktikan.

Tidak hanya selesai disitu, dangdut selalu bisa mencari pembaruan. Muncul dangdut formasi akustik ala PMR dan PSP di tahun 80-an menjadi corak musik yang baru yang mencerminkan gaya mahasiswa menertawakan nasibnya di kampus. 

Pemilihan lirik PSP (Pancaran Sinar Petromak) yang tak jauh dari problematika kampus yang kadang meresahkan menjadi daya tawar baru untuk pendengar musik. Lalu PMR (Pengantar Minum Racun) yang merefleksikan percintaan yang banal sebagai antitesis band lain yang sedang keranjingan diksi sastrawi. Aransemen sederhana, formasi akustik dengan alat seadanya, lirik yang ringan penuh canda maupun satir, menjadi ciri mereka dalam menyajikan dangdut.

Kemudian di tahun 90-an gaya rentak dangdut sedikit banyak dicuplik oleh musik campursari. Dari namanya, campur sari adalah musik yang bercampur melahirkan gaya baru. Namun istilah campur sari hanya berlaku untuk lagu berbahasa jawa-indonesia. 

Pada zaman Manthos, campur sari berada pada koridor campuran musik kroncong langgam yang berampur musik modern seperti reggae atau pop. Contohnya bisa didengarkan seperti lagu Gethuk yang dinyanyikan Nur Afni Octavia.

Sampai munculah Didi Kempot yang menegaskan irama dangdut bercampur kroncong seperti di lagu Stasiun Balapan, Sewu Kutho, dll. Dengan lirik bahasa jawa yang berisi tentang perpisahan, pertemuan, dibalut dengan diksi romantis hingga ngenes, campur sari dengan cepat mendapat tempat dihati masyarakat. Selain itu campur sari menjadi alternatif masyarakat dalam menikmati dangdut dengan rasa kearifan lokal.

Bertolak dari campur sari, era dangdut koplo menjadi populer setelah Inul Daratista yang khas dengan goyang ngebornya muncul ke permukaan. 

Dangdut koplo merupakan patron dari beat jaipong dan jaranan yang dipadukan lewat rentak melayu deli. Tempo irama gendang yang lebih cepat, singkopasi beat, senggakan penyanyi latar, menjadikan dangdut koplo menemukan karakternya sendiri. Stigma dangdut koplo awalnya lebih berfokus kepada goyangan seronok biduan molek berpakaian erotis, sebelum Ayu Ting-Ting mengubah image itu.

Berbalut style fashion dan dandanan ala korea, Ayu Ting-Ting berhasil sedikit menginfluence trend baru dalam membawakan musik dangdut koplo yang lebih kekinian. Gaya ini lalu diadopsi Via Vallen performance dan branding dangdut koplo yang tak lagi erotis, namun lebih eksklusif, me-nasional dan kekinian. Apalagi dengan adanya performance Via dengan musisi Net TV di lagu Sayang dalam Indonesian Choice Award tahun lalu, bentuk musik dangdut berpadu dengan beat drum gospel dan isian orkestra sudah tidak lagi tabu untuk dinikmati.

Dewasa ini, dangdut koplo dikontraskan dengan pop dalam satu lagu. Simak saja gaya bermusik Guyon Waton, NDX aka Familia, Ndarboy Genk, Via Vallen, Nella Kharisma, dll. Pada awal lagu aransemen bernuansa pop, lalu memasuki reff dengan diiringi aba-aba gendang irama koplo medominasi. Formasi band lebih kentara dengan alat musik seperti gitar, drum, bass, keyboard, dan string section. 

Kendang dan cuk dipakai sebagai penguat feel koplo nya. Untuk lirik sebenarnya mereka balik ke era Didi Kempot, yaitu lirik bahasa jawa dengan problematika cinta yang ngenes atau terlampau romantis. Yang membedakan adalah jenis permasalahannya, dulu tentang perpisahan, kalau sekarang tentang friendzone yang menyakitkan.  

Memang tidak saya sebutkan semua musisi yang mempengaruhi perkembangan bentuk  musik dangdut. Namun bisa kita cermati bahwa menikmati dangdut tidak lagi bergantung pada formasi yang konservatif. 

Dangdut adalah salah satu musik yang tahan dengan perkembangan zaman. Dangdut adalah salah satu musik yang paling fleksibel memasukkan pengaruh lain kedalam bentuk gayanya. Masyarakat penikmat dangdut tak lagi ditakutkan dengan sempitnya gaya musik dangdut. Musisi kita sudah cerdas dalam mengemas dangdut ke dalam berbagai bentuk gaya yang dinamis mengikuti zaman.

Sebagai poit penting, fungsi dangdut sebagai musik hiburan adalah pondasi terkuat dalam perkembangannya. Menuruti selera pasar yang berbeda setiap pekannya adalah tantangan musisi dangdut untuk tetap berkarya dengan mengikuti trend terkini. 

Di sini, laku adalah unsur penting sebagai parameter kesuksesan. Selama kreatifitas dan daya cipta musisi kita tinggi, akan tetap ada banyak cara menikmati dangdut !

Andri Asmara

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun