Mohon tunggu...
Andrianto Mahardika
Andrianto Mahardika Mohon Tunggu... -

Siswa SA Bogor

Selanjutnya

Tutup

Bola

Ketika Sepakbola Digiring ke Gawang Politik

7 Juni 2015   14:18 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:18 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bola. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

“In Indonesia, football is kicked by political parties”

-Reuters

 

Bangsa Indonesia kembali terpaksa ‘tutup muka’ menahan  malu di kancah internasional. Ironisnya, akar permasalahannya ada pada diri bangsa ini sendiri. Konflik internal PSSI dan Kemenpora yang berlarut-larut sejak April 2015 membuat persepakbolaan nasional menjadi ‘mati suri’. Semua pihak yang terlibat konflik, sama-sama mengaku paling benar dengan argumennya masing-masing. Sebenarnya, carut-marut persepakbolaan dalam negeri telah lama terjadinya, bahkan sejak 2011 ketika terjadi dualisme kepengurusan PSSI dan dualisme liga di Indonesia. Miris memang melihat prestasi para pasukan garuda yang kian hari kian terpuruk, realita ini bisa kita amati dari situs resmi FIFA (www.fifa.com) yang menunjukkan peringkat persepakbolaan Indonesia yang sejak tahun 2003 terus mengalami penurunan hingga akhirnya sekarang terjun ke peringkat 155.

            Hal ini memang sungguh menyedihkan bagi bangsa kita, sepakbola yang seharusnya menjadi sarana hiburan bagi seluruh lapisan masyarakat justru berbalik menjadi sebuah malapetaka, korban pun berjatuhan, pemain dan pelatih menganggur, para pedagang kehilangan pasar, para supporter dan para calo tentunya. Terhentinya Qatar National Bank league 2015 ini bermula ketika pemerintah mencoba untuk menyelami sistem persepakbolaan Indonesia lebih dalam dengan mencekal izin tanding Persebaya Surabaya dan Arema Cronous karena masalah keuangan, PSSI selaku badan tertinggi persepakbolaan nasional yang independen menurut FIFA, merasa diintervensi oleh tindakan pemerintah melalui kemenpora dan BOPI ( Badan Olahraga Profesional Indonesia) tersebut. Teguran yang dilayangkan kemenpora kepada PSSI untuk menunda QNB League tidak diindahkan oleh PSSI hingga berujung pada pembekuan PSSI dan sanksi FIFA yang mengadengan konsekuensi Indonesia didiskualifikasi dari perhelatan AFC cup dan penyisihan piala dunia 2018.

            Tumpang-tindihnya tugas dan wewenang antara PSSI dan kemenpora merupakan salah satu penyebabnya. Namun, bila dilihat dari sudut pandang politik, konflik ini bisa dikatakan bukan murni 100% karena masalah sepakbola, jauh sebelum masalah ini menguak ke permukaan, terjadi konflik pribadi antara Menpora, Imam Nahrawi dengan ketua umum PSSI, La Nyala Mattaliti. Selain itu, siapa yang tidak tergiur dengan besarnya perputaran uang yang ada di PSSI? Putaran uang triliyunan rupiah ini tentu saja sangat menggiurkan bagi pemerintah.

            Sudah 3 bulan lamanya permasalahan ini berlarut-larut, sanksi yang diberikan FIFA pun tidak main-main, persepakbolaan Indonesia diisolasi dari dunia Internasional tanpa ada batas waktu. Sebuah kenyataan yang pahit bagi sang garuda.

Diperlukan perundingan dari tiap-tiap lembaga yang terkait tanpa melibatkan pihak yang ‘memberatkan’seperti FIFA yang lebih condong pada PSSI ataupun tim transisi yang tentu saja memihak kemenpora. Selain itu, perlunya kesadaran diri untuk bersatu merupakan hal yang paling utama, apakah para orang berdasi sudah lupa apa arti “bhinneka”? Dimanakah revolusi mental yang dicanangkan orang nomor satu di negeri ini? Apakah isapan jempol belaka demi meraup suara?

 

Dengan terealisasikannya solusi yang telah penulis utarakan, diharapkan persepakbolaan Indonesia dapat kembali bergulir dan digiring ke gawang yang tepat, kembali bisa menjadi hiburan masyarakat dan pada akhirnya para pasukan garuda bisa mengepakkan sayap-sayapnya kembali dan terbang hingga akhirnya membawa sang merah-putih berkibar di kancah internasional.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun