Mohon tunggu...
andriana rumintang
andriana rumintang Mohon Tunggu... Administrasi - menyukai rangkaian kata yang menari dalam kisah dan bertutur dalam cerita. Penikmat alunan musik dan pecinta karya rajutan

never stop learning

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Nikah Usia Ideal Menjemput Keluarga Bahagia

12 Agustus 2016   10:10 Diperbarui: 29 Agustus 2016   15:36 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: www.media-release.info

Sebut saja namanya Mawar. Di usianya yang ke 19 tahun, Mawar masih menampakkan semangat dan berjuang, berkerja untuk mencari nafkah sebagai ART. Dengan statusnya sebagai janda dan seorang ibu dari seorang anak yang berusia 2 tahun tentunya pekerjaan mencari nafkah trersebut bukanlah hal gampang baginya dengan meninggalkan anak yang masih batita dan membutuhkan perhatian di kampung halamannya. Di balik kemudaan dan perjuangannya, masih terselip cita-cita dan harapan untuk masa depannya. Tak jarang ada keinginan untuk berkumpul ataupun melanjutkan pendidikannya lagi seperti gadis-gadis di usianya.

Mawar menceritakan perceraian dikarenakan pertengkaran yang sering terjadi antara dia dan suami. Karena suami masih sering kumpul-kumpul dengan teman, masih sering hang out bareng teman lupa punya anak istri, kebablasan ungkapnya. Suami juga tidak dapat menafkahi dirinya dan anaknya. “Lha gimana suami bisa menghidupi saya? Sedangkan suami saya saja masih baru tamat STM dan belum bekerja, masih minta duit sama bapak ibuknya,” cerita Mawar waktu itu. Dia melanjutkan cerita bahwa dia menikah ketika berusia 16 tahun, dan tidak menamatkan bangku SMA karena malu dengan teman-teman.

Mungkin masih banyak Mawar-Mawar lainnya yang di usia yang masih sangat belia sudah menyandang status janda dan bekerja jauh dari kampung halaman demi menghidupi anak. Bahkan mungkin sampai mengadu nasib ke negeri orang. Mengubur setiap harapan mimpi dan harapannya di usia yang masih muda demi mencari uang.

Apa yang saya ceritakan di atas mungkin sering kita dengar ataupun lihat. Bahkan bisa saja salah satu teman, kerabat, ataupun tetangga kita mengalami hal tersebut. Seseorang yang masih sangat muda belia dengan tanggungjawab yang tidak main-main,  menyandang status janda ataupun duda, menafkahi keluarga, membesarkan anak, bahkan meninggalkan pendidikan karena terjebak dengan pernikahan yang terlalu belia. Di usia yang masih belia, ketika remaja-remaja lainnya sibuk merajut asa dengan pedidikan dan pergaulan, mereka harus menghadapi kenyataan mencari uang menghidupi keluarga dengan pendidikan yang minim.

Menikah karena ... ?

Pernikahan sejatinya adalah hak asasi manusia. Pria dan wanita terikat dalam cinta pernikahan sesungguhnya adalah anugerah dari Tuhan. Banyak yang melambangkan pernikahan dengan mengarungi bahtera, mengarungi lautan dengan begitu banyak tantangan dalam lautan yang akan dilewati sepasang suami istri tersebut. Misalnya saja terdapat angin badai topan, ombak yang tinggi, hujan yang tidak berhenti dsb. Tentunya sang kapten kapal beserta kru harus bisa bekerjasama dalam menghadapi setiap tantangan ataupun keadaan aman tentram, angin sepoi-sepoi sekalipun.

Demikianlah juga pernikahan pasti akan mengalami begitu banyak tantangan dan problema. Dengan usia yang belia, jika terikat dalam pernikahan tentunya tidak gampang untuk mengatasi setiap permasalah tersebut. Kesiapan mental menghadapi tanggung jawab dan mengatasi problema dalam rumah tangga, kesiapan fisik untuk menjadi seorang ayah dan ibu, bahkan juga kesiapan materi untuk memenuhi kehidupan. Bukan materialistis, namun harus realistis bahwa kehidupan rumah tangga butuh biaya untuk memenuhi kebutuhan hidup, pendidikan anak, biaya kesehatan dll. Jika tidak memilki kesiapan-kesiapan tersebut tentunya pernikahan bisa saja gagal ataupun terkurung dengan penyesalan.

Masih banyak orang yang berharap bahwa pernikahan adalah solusi dari setiap masalah mereka. Bahkan  tentunya dengan pernikahan mengharapkan banyak harapan-harapan baru. Apalagi untuk pasangan yang dihampiri oleh rasa cinta. Keinginan untuk selalu bersama, menghabiskan waktu bersama, bercerita bersama bahkan keinginan untuk menghabiskan waktu bersama terikat pernikahan adalah suatu harapan yang baik. Tetapi jika pernikahan dijadikan solusi dari setiap masalah atau bahkan pelarian dari masalah apakah makna pernikahan itu sendiri? 

Banyak alasan kenapa kita menikah. Karena cinta, karena kebutuhan, karena ajaran agama dll. Tetapi banyak juga alasan menikah karena hal-hal khusus lainnya. Mau menikah karena sudah hamil duluan atau menikah karena merasa sudah menemukan orang yang sempurna dan tepat, kalo gak sekarang lagi? Mau menikah supaya kehidupan lebih terjamin dan lebih menjanjikan secara ekonomi. Menikah karena mau belajar mandiri dan tidak membebani keluarga. Menikah karena kebiasaan di daerah tempat tinggal mengharuskan menikah dini seperti di beberapa daerah di Indonesia sebut saja Indramayu, Madura, pulau Kodingareng di Sulawesi Selatan, tanah datar Sumatera Barat.* Menikah karenadijodohkan, atau bahkan menikah karena teman-teman sudah menikah.

Bahkan muncul pula tren menikah dini. Menikah dini siapa takut? Sekarang yang sedang menjadi tren di media-media sosial yaitu dukungan untuk menikah dini. Menikah untuk menghindari zinah. Menikah adalah ibadah. Dan begitu banyak slogan-slogan lainnya yang mendukung pernikahan di usia dini. Terdapat pula lomba atau tren siapa yang lebih dulu menikah. Slogan-slogan tersebut menimbulkan pemikiran, apa pernikahan sekedar untuk menghindari zinah? Ataukah siapa yang lebih cepat menikah bisa dikatakan lebih hebat? Saya rasa tidaklah demikian. Karena pernikahan juga bukan hanya bicara persatuan tubuh, dan melanjutkan keturunan. Namun juga kelangsungan hidup keluarga tersebut. Menikah adalah hak asasi setiap manusia yang disertai dengan tanggung jawab dan kewajiban yang besar. Hak dan kewajiban yang selalu berjalan beriringan. 

Mungkin banyak lagi alasan-alasan  kenapa terjadi pernikahan dini. Berikut diagram penyebab pernikahan dini seperti yang dipaparkan oleh BKKBN :

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun