Mohon tunggu...
Andri Oktovianus Pellondou
Andri Oktovianus Pellondou Mohon Tunggu... Saya senang dunia Filsafat, Sains, dan ilmu Sosial

Pengajar

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Iman Kristen & Perdebatan

4 Oktober 2025   12:17 Diperbarui: 4 Oktober 2025   19:45 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber : National Library Of Scotland)

Dari zaman para Rasul hingga gereja mula-mula sampai zaman Reformasi, gereja tidak pernah alergi dengan pertanggungjawaban Iman Kristen entah melalui cara persuasif yang lebih lunak sampai dengan perdebatan. Tuhan Yesus dan para rasul sepanjang Perjanjian Baru berdebat (bagi yang sering baca Alkitab pasti tahu bahwa Yesus dan para rasul berdebat). 

Sering kali perdebatan yang Yesus dan para rasul lakukan bukan dengan orang-orang yang tidak pernah membaca kitab suci atau yang garis kepercayaannya berbeda tetapi justru perdebatan itu dilakukan dengan tokoh tokoh agama Yahudi yang juga memercayai Perjanjian Lama dan nubuat mengenai Mesias.

Dalam perdebatan, Tuhan Yesus dan pengikutNya bersama-sama tokoh-tokoh agama Yahudi sama sama tidak mempersoalkan soal apakah debat itu boleh atau tidak. Kedua kelompok tersebut memercayai bahwa Iman kepada Tuhan merupakan hal yang rasional sehingga bisa diperdebatkan, walau pun motif mereka mungkin berbeda 

Motif para pengikut Kristus dalam berdebat adalah untuk mempertanggungjawabkan Iman mereka dan sekaligus melawan ajaran-ajaran sesat yang mencoba untuk menyeranh dan merasuki gereja Tuhan. Sedangkan motif tokoh-tokoh agama Yahudi, mungkin ada yang dimotifasi untuk mencari-cari kesalahan Yesus saja karena merasa bahwa kritikan Yesus mengganggu zona nyaman dan kekuasaan mereka, sedangkan ada yang benar-benar tulus untuk mengetahui kebenaran atau lebih tepatnya mencari validasi dari Firman Tuhan untuk membuktikan apakah benar yang dia percayai selama ini benar benar benar atau tidak benar benar? Contohnya Nikodemus yang dengan tulus hati mau belajar dari Yesus. 

Apakah perdebatan itu boleh?

Jawabannya adalah tergantung situasi. Dalam situasi dimana orang-orang Kristen dituntut untuk mempertanggungjawabkan imannya maka perdebatan adalah hal yang tak bisa dihindari. Seperti yang dialami oleh Tuhan Yesus ketika diperhadapkan dengan pertanyaan-pertanyaan dan sanggahan-sanggahan orang Farisi dan saduki. Dia harus meresponnya dan perdebatan pun tak terhindarkan. 

Bapak-bapak Gereja seperti Agustinus juga terlibat dalam perdebatan mengenai Iman. Contoh: Agustinus berdebat dengan kaum skeptisisme.

Bagaimana di masa Reformasi? 

Reformasi Gereja yang puncaknya di tahun 1517 oleh Marthin Luther juga dimulai dengan perdebatan antara Marthin Luther dan kaum klerus pada waktu itu.  Lalu juga perdebatan antara reformator John Calvin dengan kaum klerus, Armenius dan kaum Menonit. Maka bisa dikatakan bahwa sejarah Gereja adalah sejarah perbantahan atau perdebatan mengenai Iman Kristen. 

Bagaimana sikap kita sebagai orang Kristen? Bagaimana sikap kita jika iman kita dibantah?

Sikap kita adalah berdiri kokoh dalam posisi kebenaran Firman Tuhan dan siap untuk mempertanggungjawabkannya. Sikap diam  adalah dosa karena Firman Tuhan mengajarkan bahwa setiap orang kristen harus selalu siap sedia mempertanggungjawabkan imannya (band.  1 Petrus 3:15). 

Lalu bagaimana dengan kebanyakan sikap orang kristen masa kini yang alergi dengan debat?

Jawabannya ada berbagai kemungkinan. 

Kemungkinan pertama, karena mereka memiliki pemahaman yang negatif mengenai debat. Mereka tidak bisa membedakan antara debat sehat dan debat kusir. 

Kemungkinan kedua, mereka mungkin memiliki pemahaman yang keliru mengenai "Iman Kristen". Mereka menganggap iman itu suatu hal yang tidak rasional. Menurut mereka iman itu hanya urusan perasaan bukan pengetahuan. Biasanya orang-orang ini juga menolak Doktrin Gereja. Mereka lebih senang hal-hal praktis dan pengalaman spiritual pribadi, tapi mereka lupa bahwa menolak doktrin atau pengajaran juga merupakan suatu posisi Doktrin/ajaran tertentu yaitu misalnya doktrin pragmatisme atau New Age Movement sehingga dalam hal ini mereka tidak konsisten. 

Kalau mereka adalah orang-orang berintelektual maka kemungkinan lain mereka adalah penganut Filsafat Eksistensialisme yang hanya menekankan keberadaan/pengalaman subyektif Yesus secara pribadi daripada pengajaran Alkitab. Tapi bagaimana mereka mengetahui mengenai Yesus secara pribadi kalau mereka tidak membaca Alkitab dan mendapatkan pengajaran doktrin darinya? Seperti dikatakan oleh seorang Teolog Calvinis, Ronald Nash, bahwa perjumpaan pribadi dengan Yesus tidak pernah dalam kevakuman kognitif. 

Rasul Paulus dalam 2 Timotius 1:12 menyatakan bahwa dia mengetahui kepada siapa dia percaya. Bandingkan 2 Timotius 1:13, "Itulah sebabnya aku menderita semuanya ini, tetapi aku tidak malu; karena aku tahu kepada siapa aku percaya dan aku yakin bahwa Dia berkuasa memeliharakan apa yang telah dipercayakan-Nya kepadaku hingga pada hari Tuhan." 

Artinya berdasarkan 2 Timotius 1:12, kita diajarkan bahwa iman itu bukan hal yang non kognitif atau irasional. Pengetahuan dan pengenalan mengenai Tuhan merupakan prakondisi dari Iman. Kita mengetahui dan mengenal siapa itu Yesus baru kita mempercayaiNya maka pengajaran mengenaiNya adalah penting. 

Pertanggungjawaban mengenai kebenaranNya adalah sama penting dengan pengetahuan tentangNya. Kita mengetahui dan kita mempertanggungjawabkan secara intelektual agar orang lain yang belum mengetahui bisa mengetahuiNya dan agar orang kristen lain yang lemah pemahamannya tidak mudah diombang- ambingkan oleh pengajaran yang menyimpang dari Alkitab. Mungkin pengajaran itu berlabel krsten tapi isinya jauh dari Alkitab. 

Mempertanggungjawabkan Iman adalah tanggungjawab kenabian, dan tanggungjawab seluruh orang Kristen menurut talenta dan kemampuan kita masing-masing. Yang bisa berapologetika, bisa melalui cara berdebat. Sedangkan yang hanya bisa berkhotbah dan mengajar bisa melalui khotbah dan pengajaran.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun