Reputasi yang dibangun sejak Lee Kuan Yew memisahkan negara pulau itu dari federasi Malaysia tahun 1965 untuk membangun Singapura sebagai republik independen.
Modal sosialnya adalah integritas dan kejujuran finansial (probity) dalam pengadaan barang dan jasa supaya Singapura bisa jadi pusat keuangan perdagangan komoditi (financial and commodities trading capital) di kawasan Asia Tenggara.
Untuk itu PM Lee Kuan Yew mengupayakan sedemikian rupa supaya Singapura bisa menonjol di antara negara tetangganya (Filipina, Indonesia, Thailand dan Myanmar) yang saat itu masih di bawah pemerintahan berciri diktator sekaligus korup.
Sekarang saat PM Lee Hsien Loong (putra Lee Kuan Yew) sedang mempersiapkan transformasi kepemimpinan generasi keempat, justru terjadi skandal finansial dan trading yang sangat memalukan. Dan ini problem gawat bagi Singapura.
Apa yang menyebabkan malapetaka seperti ini bisa terjadi?
Tentu selain persoalan moral/ akhlak/ etika-bisnis, menurut Prof. Mak Yuen Teen, dari jurusan akuntansi NUS Business School ada persoalan organisasional. "As we see here, they could be huge but yet subject to little checks and balances." Tidak adanya mekanisme kontrol dan penyeimbang dalam manajemen perusahaan.
Tatkala pendiri Hin Leong Trading Group, O.K. Lim bermigrasi dari Fujian Tiongkok ke Singapura tahun 1963 dan memulai bisnis sederhananya sebagai dealer minyak bermodelkan 'one-man-one-truck'. Perlahan O.K. Lim berhasil membangun kerajaan dagangnya, bukan cuma jual-beli minyak, tapi meluas ke pabrik pelumas, distribusi dan tanki timbun sampai ke penyewaan kapal. Singkat cerita, bisnisnya pun terus menggurita, Forbes pun mengestimasi kekayaan bersih (net-worth) O.K.Lim mencapai 1,3 milyar dolar.
Namun problematika klasik dari para pendiri kerajaan bisnis Asia, Â ketika sudah jadi sangat besar mereka tidak bisa melepasnya kepada profesional untuk mengoperasikan bisnis dalam rambu-rambu 'good corporate governance'.
Seperti kejatuhan Noble sebelumnya, Hong Leong Trading pun mirip, keduanya masih disetir langsung oleh sang pendiri. "In terms of similarities (between Hin Leong and Noble), it both goes down to dominant founders who continue to operate with little checks and balances as the business grows," begitu pendapat dari Prof. Mak Yuen Teen dari NUS Business School.
Seperti diketahui, dalam tiga tahun terakhir ini, Singapura telah melihat jatuhnya dua nama besar lain di industri trading ini, yaitu Noble Group dan Agritrade. Keduanya juga ditengarai bermain nakal yang mengakibatkan kerugian sampai amat sangat besar bahkan kolaps.
Akibat pandemi Covid-19 telah membuat stagnasi gerak perekonomian. Harga jual minyak di level pedagang besar seperti Hin Leong pun ikut ambruk. Gerak ekonomi yang berhenti secara mendadak telah membuat timbunan minyak Hin Leong mandeg tak terjual. Kapal-kapal tankernya pun mangkrak. Perusahaan merugi besar. Dan malapetaka Hin Leong Trading pun terkuak ke publik.