Mohon tunggu...
Andreas Neke
Andreas Neke Mohon Tunggu... Pegiat media sosial

Andreas Neke lahir di Sobo (Mangulewa) pada 08/03/80. Pendidikan Dasar di SDI Waruwaja. Pendidikan Menengah di SMPN 2 Bajawa dan SMAN Bajawa. Selanjutnya ke Seminari KPA St. Paulus Mataloko (2 tahun) , dan Pendidikan Calon Imam Kapusin (OFM Cap) di Sibolga (1 tahun), Parapat (1 tahun) , Nias (1 tahun), STFT St. Yohanes Pematangsiantar (4 tahun), TOP di Paroki St. Fransiskus Xaverius Ndondo (10 bulan), serta Pasca Sarjana (2 tahun). Pernah mengajar di SMA St. Clemens Boawae (2010-2017). Saat ini mengajar di SMK Sanjaya Bajawa. Aktif menulis media sosial. Sudah menulis 3 buah buku yang berjudul REMAJA DAN PERGUMULAN JATI DIRINYA (2015), IMAN YANG MEMBUMI (2016), dan MENATA BANGSA YANG BERADAB (2025) . Tinggal di Padhawoli, Kel. Trikora, Bajawa, Flores, NTT.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Peran PAMAN (Ema Pame) dalam Konteks Budaya Masyarakat Bajawa-Ngada

27 September 2025   11:21 Diperbarui: 28 September 2025   06:45 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Demikian dipahami bahwa seorang paman/om dalam masyarakat Bajawa memiliki kedudukan sentral dalam sistem perkawinan matrilineal. Di satu sisi melekat otoritas karena statusnya sebagai mori sa'o dan di sisi lain melekat juga tanggung jawab dalam hubungannya dengan ana weta baik secara kultural pun secara sosial.

Namun demikian, seiring perkembangan waktu, peran ini perlahan bergeser. Masing-masing keluarga telah mengambil peran ini melalui figur bapak/ayah dalam keluarganya masing-masing seturut prinsip otonomi rumah tangga.

Atau tidak sedikit "laki-laki" dalam masyarakat Bajawa yang tidak memahami status dan perannya sebagai seorang paman/om dalam keluarga. Ini bahkan lebih diperparah lagi mana kala seorang paman/om menyalahgunakan statusnya untuk memperkaya rumah tangganya sendiri atau mengambil kesempatan dengan menggunakan statusnya sebagai seorang paman/om untuk keuntungan diri sendiri atau orang-orang tertentu dalam keluarga dengan mengabaikan prinsip keadilan, kejujuran, kebenaran, dan kedamaian bersama.

Bahkan tak jarang kita menemukan adanya paman/om dalam masyarakat Bajawa yang tidak berperan sebagai mediator tetapi sebagai provokator yang menjadi penghasut sekaligus pemicu konflik. Dan tidak sedikit juga yang berperan bukan sebagai edukator, tetapi seorang disinformator yang menyebarkan informasi yang salah atau pengaca (pengacau, pengganggu, dan pembuat sesuatu menjadi tidak jelas).

Dalam konteks budaya matrilineal, harus dikatakan bahwa baik - buruk dan harmoni - disharmoninya relasi dalam kesatuan rumah adat (sa'o) sangat bergantung dari peran seorang paman/om dalam keluarga. Fungsi otoritatifnya menjadi faktor utama yang menentukan segalanya akan berlangsung baik/buruk dan benar/salah ke depannya.

Mari menyadari status kita masing-masing untuk menciptakan masyarakat Bajawa yang beradat dan beradab, karena adat mengajarkan kita untuk beradab tetapi bukan biadab.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun