Mohon tunggu...
Andreal Nainggolan
Andreal Nainggolan Mohon Tunggu... Mahasiswa

Sedang Belajar

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Demonstrasi, Sabotase, dan Eksternalitas dalam Kebijakan Publik

29 September 2025   06:51 Diperbarui: 29 September 2025   06:51 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Demo Indonesia Disusupi Sabotase Asing: Fakta, Analisis, dan Dampaknya bagi Stabilitas NasionalDemonstrasi, Sabotase Asing, dan Eksternalitas dalam Kebijakan Publik

Pendahuluan

Demonstrasi merupakan salah satu wujud nyata dari demokrasi di Indonesia. Konstitusi menjamin kebebasan berpendapat sebagai hak setiap warga negara, sehingga aksi massa menjadi sarana penting dalam menyampaikan aspirasi publik. Namun, fenomena ini tidak lepas dari konsekuensi ekonomi maupun sosial. Demonstrasi kerap menimbulkan eksternalitas negatif, seperti kemacetan, kerusakan fasilitas umum, keresahan masyarakat, hingga biaya tambahan bagi aparat keamanan. Isu semakin kompleks ketika muncul dugaan sabotase asing yang menyusupi aksi-aksi massa. Jika benar terjadi, hal ini akan memperbesar dampak eksternalitas negatif karena memicu instabilitas politik dan menekan kepercayaan terhadap pemerintah. Pertanyaan mendasar yang muncul adalah bagaimana kebijakan publik dapat berfungsi untuk meminimalkan kerugian sosial tersebut tanpa mengekang hak demokratis masyarakat. Dari perspektif ekonomi publik, demonstrasi harus dipandang bukan hanya sebagai fenomena politik, tetapi juga sebagai isu eksternalitas yang menuntut peran negara dalam internalisasi biaya sosial.

Eksternalitas dalam Demonstrasi
Dalam konteks ekonomi publik, demonstrasi dapat menghasilkan dua sisi eksternalitas. Di satu sisi, aksi massa yang berlangsung damai bisa menjadi positive externality karena mendorong transparansi, memperkuat mekanisme check and balance, serta memberi sinyal kepada pemerintah tentang kebijakan yang kurang tepat. Namun di sisi lain, ketika aksi berubah ricuh, muncul negative externality yang ditanggung masyarakat luas. Kerusakan fasilitas publik, penurunan produktivitas akibat terganggunya transportasi, serta biaya besar untuk pengamanan adalah sebagian contoh kerugian sosial. Biaya ini tidak hanya ditanggung oleh peserta demo, tetapi juga pihak ketiga yang sebenarnya tidak terlibat langsung. Dengan demikian, demonstrasi adalah kasus nyata eksternalitas dalam sistem demokrasi. Ketika penyusupan provokator terjadi, biaya sosial meningkat berlipat. Oleh karena itu, pemerintah perlu memandang demo sebagai persoalan ekonomi publik: bagaimana menekan eksternalitas negatif tanpa menghapus manfaat positif yang dibawa oleh kebebasan berekspresi.

Sabotase Asing sebagai Eksternalitas Negatif Tambahan
Sabotase asing yang diduga menyusupi demonstrasi menambah dimensi baru dari eksternalitas negatif. Jika dalam kondisi normal demo hanya berdampak pada fasilitas publik atau produktivitas lokal, infiltrasi asing berpotensi menimbulkan kerugian lebih besar, seperti polarisasi sosial, ancaman keamanan nasional, hingga menurunnya kepercayaan investor terhadap stabilitas politik. Biaya sosial ini bersifat menyebar dan sulit diukur secara langsung, mirip dengan pencemaran lingkungan yang dampaknya meluas ke seluruh masyarakat. Dalam teori ekonomi publik, kondisi semacam ini menunjukkan adanya kegagalan pasar, di mana pihak-pihak yang menciptakan kerugian (aktor asing maupun provokator) tidak menanggung biaya sesungguhnya. Akibatnya, kerugian justru dipikul masyarakat luas. Situasi ini memberikan justifikasi bagi intervensi pemerintah, karena tanpa regulasi dan pengawasan, eksternalitas negatif akan terus menumpuk dan melemahkan fondasi demokrasi maupun ekonomi nasional.

 Kebijakan Pemerintah dalam Mengatasi Eksternalitas
Pemerintah memiliki peran sentral dalam melakukan internalisasi eksternalitas yang muncul dari demonstrasi. Salah satu cara adalah dengan regulasi, misalnya pengaturan izin aksi, penentuan lokasi yang strategis, dan pembatasan penggunaan fasilitas publik tertentu. Di sisi lain, pengawasan terhadap arus pendanaan asing juga penting untuk mencegah infiltrasi yang merugikan. Selain regulasi, investasi pemerintah dalam penyediaan barang publik seperti keamanan, intelijen, dan infrastruktur informasi juga menjadi instrumen vital. Keamanan nasional, ketertiban umum, serta ketersediaan informasi yang benar adalah contoh barang publik yang manfaatnya dinikmati seluruh masyarakat dan tidak bisa disediakan oleh pasar. Kebijakan komunikasi publik yang transparan juga diperlukan agar aspirasi masyarakat tetap tersalurkan tanpa harus bergantung pada narasi provokatif. Dengan demikian, peran pemerintah bukan sekadar menekan aksi, melainkan mengelola eksternalitas agar kerugian sosial berkurang sementara manfaat demokrasi tetap terjaga.

Peran Masyarakat dan Lembaga Sipil
Kebijakan pemerintah tidak akan efektif tanpa keterlibatan masyarakat. Eksternalitas negatif dari demonstrasi dapat ditekan apabila warga memiliki literasi politik dan digital yang baik sehingga tidak mudah terprovokasi oleh hoaks atau isu yang dimainkan pihak asing. Organisasi mahasiswa, serikat buruh, maupun lembaga sipil lainnya juga perlu meningkatkan transparansi dalam hal pendanaan dan tujuan aksi agar tidak menimbulkan kecurigaan. Dengan cara ini, demo tetap bisa berfungsi sebagai sarana menyuarakan aspirasi tanpa menjadi alat infiltrasi asing. Kerja sama antara pemerintah, akademisi, dan masyarakat sipil penting untuk mengubah demonstrasi dari potensi kerugian sosial menjadi ruang dialog yang produktif. Dalam perspektif ekonomi publik, partisipasi masyarakat dalam menjaga ketertiban adalah bentuk kontribusi terhadap pengurangan biaya sosial bersama. Dengan kata lain, eksternalitas negatif hanya bisa dikelola jika ada sinergi antara kebijakan publik dan kesadaran kolektif warga negara.

 Analisis Jangka Panjang
Jika pemerintah gagal mengatasi infiltrasi asing dan membiarkan eksternalitas negatif berulang, dampaknya akan menumpuk dalam jangka panjang. Kepercayaan investor bisa runtuh, nilai tukar rupiah tertekan, dan legitimasi politik pemerintah melemah. Biaya sosial semacam ini jauh lebih mahal dibandingkan biaya pengelolaan demo itu sendiri. Sebaliknya, jika pemerintah berhasil merancang kebijakan yang tepat, demonstrasi dapat tetap berjalan sebagai mekanisme demokrasi sambil menekan risiko kerusuhan. Lebih jauh, kebijakan fiskal dan sosial yang mengurangi akar masalah---seperti pengangguran, ketimpangan, dan kemiskinan---akan memperkecil peluang demo dimanfaatkan oleh pihak asing. Dari perspektif ekonomi publik, investasi pada kesejahteraan rakyat adalah strategi pencegahan eksternalitas yang paling efektif. Dengan kata lain, stabilitas nasional tidak hanya dijaga lewat tindakan represif, tetapi juga melalui kebijakan ekonomi yang inklusif dan adil bagi seluruh lapisan masyarakat.

Penutup
Pada akhirnya, demonstrasi adalah hak demokratis yang harus dihormati, namun keberadaan sabotase asing menjadikannya rawan menimbulkan eksternalitas negatif yang sangat merugikan. Pemerintah memiliki kewajiban moral dan konstitusional untuk bertindak sebagai regulator sekaligus penyedia barang publik agar biaya sosial tidak ditanggung sepihak oleh masyarakat. Dalam opini saya, demokrasi Indonesia akan kuat apabila kebebasan berpendapat tetap dijaga, tetapi dampak eksternalitas diatur dengan kebijakan yang transparan, adil, dan berpihak kepada rakyat. Artinya, bukan dengan menekan aspirasi, melainkan dengan memperkuat sistem keamanan, membangun literasi digital, dan menyejahterakan masyarakat. Dengan demikian, stabilitas nasional dapat terjaga tanpa kehilangan esensi demokrasi. Indonesia hanya akan sulit diganggu oleh kekuatan asing apabila seluruh elemen bangsa sadar bahwa menjaga ketertiban adalah tanggung jawab kolektif, sementara pemerintah hadir untuk memastikan bahwa eksternalitas negatif tidak menggerus keadilan sosial.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun