Mohon tunggu...
Andre Jayaprana
Andre Jayaprana Mohon Tunggu... Administrasi - write and share

seek first to understand

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Merencanakan Keuangan yang Baik untuk Masa Depan: Begin with the End in Mind

15 Mei 2016   15:51 Diperbarui: 15 Mei 2016   16:36 248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi perencanaan keuangan - dokpri

“Begin with the End in Mind”, 20 tahun lalu saya termasuk yang beruntung belajar langsung dari almarhum Pak Alfons Taryadi (waktu itu adalah Wapresdir Kelompok Kompas Gramedia) tentang ungkapan ini dan tentu diperkenalkan langsung dengan buku sumbernya waktu itu yang sedang gencarnya beredar di Toko Buku Gramedia: 7 Habits of Highly Effective People. Bahkan pada masa itu, kalau tidak salah ingat, atas prakarsa dan rintisan Kelompok Kompas Gramedia juga salah satunya, pengarang buku yang sangat terkenal itu, almarhum Stephen Covey dapat hadir di Jakarta langsung sebagai pembicara utama dalam suatu konferensi bisnis. Sudah lama sekali memang.

Beberapa hari yang lalu (10/05/2016), saya mendapat undangan untuk menghadiri Wealth Wisdom Conference 2016 di Ritz-Carlton, Pacific Place, Jakarta tanggal 11 dan 12 Mei 2016. Acara yang disponsori oleh banyak perusahaan besar misalnya saja: Bank Permata, Astra Life dan tidak ketinggalan Kompas. Konferensi ini diklaim sebagai: the largest wholistic wealth conference in Indonesia. Undangan yang sangat menarik untuk menghadiri 13 kelas/seminar dengan lebih dari 20 pembicara terkemuka dari dalam dan luar negeri. Bahkan setidaknya dua kelas sudah penuh pada saat saya ingin mendaftarkan diri. Pada hari yang bersamaan dengan acara Wealth Wisdom Conference 2016 tersebut, kebetulan memang saya juga berkesempatan mengikuti workshop perencanaan keuangan yang sudah saya sempat daftar terlebih dahulu untuk mengikuti kelasnya. Sama halnya dengan Wealth Wisdom Conference 2016, workshop perencanaan keuangan yang diadakan selama kurang lebih 3 jam masing-masing selama dua hari (11 dan 12 Mei 2016) itu gratis.

Tentu saja gratis, karena itu workshop yang diadakan atas kebaikan hati perusahaan tempat saya bekerja dalam rangka ulang tahun perusahaan dan sebagai bentuk perhatian perusahaan untuk urusan kesejahteraan dan kecerdasan finansial karyawannya. Akhirnya dengan berat hati, saya melupakan undangan gratis acara Wealth Wisdom Conference 2016 dan dengan senang hati fokus mengikuti workshop perencanaan keuangan yang difasilitasi oleh perusahaan tempat saya bekerja.

Bagaimana saya hendak berbagi dalam tulisan tentang ketiga peristiwa di atas ? Begini, walaupun saya tidak mengikuti acara Wealth Wisdom Conference 2016, saya mendapatkan take away yang menarik dari Bank Permata berupa hasil studi untuk mempelajari arti kekayaan dan kebahagiaan bagi masyarakat yang digolongkan makmur di Indonesia. Studi tersebut menurut Bank Permata dilakukan secara face to face interview dan in depth interview di empat kota besar di Indonesia pada periode Desember 2015 hingga Februari 2016. Tanpa merinci tentang metode penelitian lebih mendalam, ada beberapa hal menarik yang diungkap dalam studi tersebut antara lain:

  • Dari responden yang digolongkan makmur tersebut ketika ditanya apakah Anda sudah kaya: 47% menjawab belum merasa kaya.
  • Terkuaknya kesadaran bahwa kekayaan yang seutuhnya tidak hanya berhubungan dengan kondisi finansial dan kepemilikan materi seseorang, tetapi juga mencakup hal-hal lainnya seperti keluarga, kesehatan, serta hubungan dengan sesama. Bahwa pencapaian pada wholistic wealth akan membawa kebahagiaan yang seutuhnya.
  • 77% responden merasa sudah berhati-hati dalam mengelola keuangan.
  • 74% responden menyatakan bahwa kekayaan tidak bisa menjamin kebahagiaan.

Bagaimana dengan take away dari workshop perencanaan keuangan gratis dari perusahaan? Yang menarik tentu saja dari trainer yang berbaik hati berbagi kisah nyata yang menimpa diri ibundanya yang meninggal dunia karena usia sudah tua tanpa sempat memberitahukan di mana lokasi tanah milik ibunya yang berada di kota lain, bahkan kurang lebih setahun sepeninggal ibunya baru secara tidak sengaja trainer menemukan bahwa ibunya memiliki penempatan dana berupa deposito di suatu bank. Kisah lain yang diangkat pada akhir workshop itu adalah seputar tragedi yang menimpa satu maskapai penerbangan beberapa waktu lalu untuk rute Surabaya – Singapura, di mana banyak jatuh korban yang ternyata masih dalam satu keluarga dan bagaimana kesulitan pihak bank berupaya menghubungi ahli waris yang masih hidup sehubungan dengan peninggalan keluarga yang menjadi korban dalam tragedi tersebut.

“Begin with the End in Mind”, dalam buku 7 Habits of Highly Effective People karya Stephen Covey bukanlah ide yang ringan untuk disampaikan. Walaupun aplikasinya sangat luas dalam berbagai aspek kehidupan, terkadang timbul rasa getir dan cenderung tabu untuk dibahas, kalau itu dikaitkan dengan akhir hayat dan kondisi finansial seseorang. Semakin maju perekonomian suatu negara, pada suatu titik pastilah akan disertai dengan semakin meningkatnya kecerdasan finansial masyarakatnya. Harapannya di Indonesia juga demikian. Dan memang sudah ada tanda-tanda seperti itu, apalagi saat ini industri keuangan dan perbankan diminta oleh Otoritas Jasa Keuangan untuk berperan lebih banyak dalam meningkatkan kecerdasan finansial nasabahnya.

Dalam workshop perencanaan yang baru saya ikuti misalnya, peserta workshop kembali diingatkan suatu strategi investasi berdasarkan usia. Untuk usia di bawah 35 tahun misalnya, investasi yang agresif lebih dianjurkan karena beberapa hal berikut ini:

  • Penghasilan rata-rata belum begitu besar tapi pengeluaran sudah besar sehingga investasi kerap dilupakan.
  • Nominal dana yang ditempatkan jika berinvestasi masih kecil sehingga risiko menjadi kecil.
  • Jika mengalami kerugian masih memiliki banyak waktu untuk mengumpulkan kembali dana sebelum mencapai usia pensiun.
  • Seandainya mengalami kerugian maka hal tersebut akan menjadi pelajaran berinvestasi yang berharga untuk tidak mengulang kesalahan yang sama.

Untuk kelompok usia di bawah 35 tahun ini dianjurkan berinvestasi dengan pola instrumen investasi Agresif : Moderat : Konservatif = 5 : 3 : 2.

Dengan usia yang makin bertambah, untuk kelompok umur 35 – 55 tahun komposisi dianjurkan untuk digeser menjadi Agresif : Moderat : Konservatif = 4 : 3 : 3. Dalam kelompok umur ini, faktor keamanan dan investasi harus menjadi perhatian. Sedangkan pengelompokan terakhir adalah untuk usia pensiun (55 tahun ke atas). Yang ditekankan dalam kelompok ini adalah faktor keamanan sehingga pola instrumen investasi digeser menjadi Agresif : Moderat : Konservatif = 2 : 3 : 5.

Secara sederhana jenis-jenis investasi yang agresif misalnya adalah saham dan reksadana saham. Sedangkan yang moderat adalah dalam bentuk reksadana campuran, properti, emas, batu permata. Contoh jenis investasi yang konservatif adalah dalam bentuk deposito, reksadana pendapatan tetap, reksadana pasar uang, reksadana terproteksi, dan obligasi.

Selain berinvestasi, perencanaan keuangan juga tidak dapat lepas dari faktor manajemen risiko lainnya. Mengalihkan dampak keuangan yang tidak mampu ditanggung sendiri kepada pihak lain adalah konsep asuransi. Di sinilah pentingnya berasuransi, baik itu asuransi jiwa, asuransi kesehatan, asuransi pendidikan dan asuransi kerugian. Dari konsepnya saja, jelas bahwa prinsip asuransi dan investasi jelas berbeda. Namun demikian, baik investasi maupun asuransi memiliki manfaat bagi perencanaan keuangan yang baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun