Sudah jatuh tertimpa tangga. Sudah habis dicerca dan dicecar masyarakat (termasuk netizen) tentang cara berkomunikasi yang salah. Ditimpa pula dengan ketidakpercayaan konsumen hingga kepada perusahaan induknya, Pertamina.
Nila setitik rusak susu sebelanga. Begitulah pepatah paling tepat menggambarkan nila yang diteteskan oleh Pertamina Patra Niaga, membuat rusak core values BUMN bertajuk "Akhlak" yang dibangun Pertamina capek-capek.
Luluh, berantakan, dihantam pula dengan kenyataan konsumen banting setir membeli bahan bakar ke SPBU non-Pertamina. Sudah begitu tidak diiringi  dengan proses komunikasi krisis di saat bersamaan.
Boro-boro meredam gejolak amarah dan ketidakpercayaan konsumen, beberapa produk komunikasi krisis Pertamina bahkan banyak dihujat. Terutama di platform digital.
Lihat rangkaian kalimat tak menyenangkan saat tim corcomm mencoba menjelaskan orisinalitas produk di SPBU. Permintaan maaf direktur utama dianggap telat dan solusi memberi nomor telepon keluhan disebut bukan solusi.
Lalu, penggunaan KOL yang tidak tepat di tengah api yang belum redup, malah membuat back fire. Efek balik negatif tidak hanya kepada Pertamina. Namun juga kepada sang influencer.
Bahkan, ketika pihak Kejaksaan Agung mencoba menengahi lewat pejabat humas dan Jaksa Agung Muda, tetap saja tak mendinginkan suasana. Termasuk --yang terakhir- menghadirkan Jaksa Agung, Direktur Utama dan Komisaris Utama pun masih dalam konteks komunikasi yang sama.
Padahal situasi yang berkembang di masyarakat adalah anjloknya seanjlok-anjloknya kepercayaan (trust) Pertamina di benak publik. Bentuk aksinya adalah keengganan membeli bahan bakar yang vital digunakan untuk aktivitas sehari-hari. Plus ujaran supernegatif dan menyakitkan.
Dari keseluruhan praktik komunikasi publik tentang krisis yang dilakukan Pertamina agaknya masih menggunakan teori Apologia. Teori ini berfokus pada permintaan maaf, baik cara-cara meminta maaf maupun menunjukkan sisi-sisi positif yang dilakukan perusahaan.
Dalam kasus korupsi bahan bakar Pertamina Patra Niaga hal itu bahkan dilakukan oleh orang pertama di tubuh perusahaan holding-nya, Pertamina. Sedangkan sisi-sisi positif yang dibangun di antaranya dengan perlakukan uji atau tes bahan bakar, baik secara langsung maupun menggunakan jasa KOL.