Amman, Yordania menjadi saksi dari perhelatan penting yang mungkin tak banyak disorot publik luas, namun sejatinya memuat urgensi yang tinggi bagi masa depan umat manusia.
Kongres Global tentang "Keamanan Kimia dan Ancaman yang Muncul" pada 5-8 Mei 2025, resmi ditutup. Acara ini mempertemukan 300 delegasi dari lebih dari 100 negara serta enam organisasi internasional. Kongres ini sebagai upaya merumuskan respons kolektif terhadap isu yang semakin kompleks, yakni keamanan kimia di tengah disrupsi teknologi.
Di era digital, ketika algoritma kecerdasan buatan (AI) menembus hampir seluruh aspek kehidupan, ancaman terhadap keamanan kimia telah berevolusi. Tidak lagi sekadar persoalan konvensional.
Jika dahulu senjata kimia identik dengan laboratorium tersembunyi dan operasi militer rahasia, kini siapa pun yang memiliki akses terhadap teknologi dan bahan kimia tertentu dapat merancang teror mematikan dari jarak jauh.
Dunia menghadapi sebuah paradoks besar. Di satu sisi, teknologi membawa efisiensi dan kemajuan pesat. Namun di sisi lain, teknologi juga menjadi pintu masuk bagi kehancuran yang dimotori oleh aktor non-negara.
Dalam forum tersebut, Presiden INTERPOL Ahmed Naser Al-Raisi menggarisbawahi pentingnya kolaborasi global. Menurutnya, isu keamanan kimia tak lagi bisa dipandang sebagai urusan domestik semata.
"Kita harus berkomitmen untuk menumbuhkan budaya tanggung jawab bersama dan memperkuat kemitraan lintas batas, sektor, dan disiplin ilmu untuk menciptakan masa depan yang lebih aman dan terjamin bagi semua," ujarnya sebagaimana dikutip melalui laman resmi interpol.int.
Pernyataan tersebut menandai titik kritis, dunia sedang diuji. Mampukah komunitas global menumbuhkan budaya tanggung jawab lintas negara, atau justru terus terjebak dalam ego sektoral yang menumpulkan sensitivitas terhadap ancaman transnasional?
Kekhawatiran utama yang mengemuka dalam kongres ini adalah potensi pemanfaatan AI oleh kelompok ekstremis. Teknologi yang semula diciptakan untuk kemajuan peradaban kini berisiko digunakan untuk menyebarkan propaganda, bahkan menciptakan senjata kimia secara otomatis.
Ancaman ini bukan lagi sekadar fiksi ilmiah. Ia telah menjadi kenyataan yang menghantui para pengambil kebijakan di berbagai belahan dunia.