Jika Pablo Picasso bilang setiap anak terlahir sebagai seorang seniman. Yang semakin tumbuh ia menjadi dewasa, dan tidak dapat mempertahankan jiwa seninya, tentu saja itu adalah kabar yang menyenangkan. Karena utamanya adalah kita sudah punya dasar.
Seni Sebagai Kegiatan Sehari-hari
Orang bilang, seni itu akrab dengan kehidupan sehari-hari. Kita mengenal seni sebagai sesuatu yang indah dan punya nilai artistik tinggi. Meskipun pada dasarnya seni itu sendiri bersifat subjektif. Sebuah tumpukan batu di kali bisa disebut seni, jika memang ada yang menyebutnya seni. Sebuah jalan lenggang dengan kabut tipis dengan kilauan lampu jalan kuning, boleh di sebut seni. Lukisan abstrak sekali pun, yang dipamerkan di sebuah pameran megah, adalah seni.
Apalagi bagi seorang yang sedang jatuh cinta. Melihat pujaan hatinya lewat saja, bisa disebut sebuah seni ciptaan tuhan paling indah.
Dan apa jadinya jika dunia ini tidak ada seni. Tak bisa dibayangkan. Mungkin bisa kita gambarkan seperti sebuah pertunjukkan wayang, yang tidak sedang diisi apa-apa. Tak ada lampu, dalang, penontong, dan sebagainya.
Seni itu sendiri, sebetulnya sudah sangat intim bagi kita bagai aktivitas tarik embus napas. Â Ia dekat dan kita cuma tinggal menyapanya saja. Membuatnya menjadi lebih akrab, dan barangkali bisa menjadikannya sesosok rekan atau tema bisnis. Jika kita cakap membujuknya bekerja sama.Â
Ada banyak sekali contohnya. Tak perlu jauh-jauh menilik ke luar negeri. Lukisan Hendra Gunawan barangkali bisa mewakili. Lukisan berjudul Pandawa Dadu yang sempat dia lelang dan diapresisiasi dengan harga 18 miliar. Sebuah harga yang sangat fantastis dan bisa bikin bulu kita bergidik ketika menuliskan sendiri angka nolnya.
Kenapa saya bisa ngomong begitu?
Baiklah. Pertama-tama izinkan saya bercerita lebih dulu ya...
Sebelumnya biarkan saya  membuat pengakuan bahwa saya tak bisa menggambar.