Mohon tunggu...
Andi Samsu Rijal
Andi Samsu Rijal Mohon Tunggu... Dosen - Peneliti Bahasa dan Budaya

Seorang Ayah; Pencinta Buku

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Saling Menghargai di Jalan Raya adalah Cara Cerdas Berlalu Lintas

30 Januari 2023   09:48 Diperbarui: 30 Januari 2023   12:37 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Budaya masyarakat kita adalah budaya yang saling mengahrgai satu sama lain. Saling menghargai dalam artian tidak melihat kasta ataupun kelas sosial lainnya. Meski beberapa kelompok penjajah telah berhasil mengelompokkan masyarakat kita dari kasta atas, menengah dan bawah, tetapi kotak-kotak kelas tersebut pada dasarnya bukanlah budaya dan ajaran kita sebagai mahluk bebudaya dan beragama. 

Melihat mirisnya perilaku sebagian pengendara yang terkadang ugal-ugalan di tengah jalan seakan ia sendiri yang punya jalan menjadi problema bagi pengguna lainnya. 

Tak hanya orang tua yang resah melihat anaknya yang ugal-ugalan, tetapi juga pemerintah, polisi hingga pengguna jalan lainnya yang menerima dampak tersebut. 

Tak hanya anak-anak di bawah umur yang sering berperilaku kurang baik di Jalan Raya tetapi juga terkadang pengendara mobil mewah yang mendiskreditkan pengendara lainnya dengan perilaku tertentu. 

Sebut misalnya ngebut lantaran terburu-buru dengan jadwal penting ia harus hadiri, atau seenaknya nyampah di atas mobil dengan membuang sisa bungkusan makanan/ minuman mereka di tengah jalan, parkir sembarang di bahu jalan, atau bahkan dengan sengaja membunyikan klakson dengan meminta pengendara lain memberikan jalan bagi kendaraannya di lampu merah atau di gang-gang.  Saya pikir perilaku tersebut sepele bagi bagi mereka tetapi tentu sangat mengganggu psikologis orang lain yang tidak berkendara roda empat. 

Beberapa contoh perilaku lain misalnya perilaku iring-iringan rombongan pengantar jenasah, rombongan pejabat, rombongan suporter dan  demonstran yang masih sering kita jumpai di beberapa kota di Indonesia. 

Iring-iringan rombongan pengantar jenasah; yang mestinya kita respek kepada jenasah si A malah kita balik memaki kepada keluarga/ rombongan pengantar jenasah lantaran perilaku mereka yang dengan sengaja menguasi dua sisi jalan. 

Di budaya saya misalnya diminta untuk membacakan surah al-fatiha kepada jenasah atau saat kita melintasi kuburan, atau bahkan nasihat orang tua saya bahwa silahkan berhenti jika di jalan ada jenasah yang lewat dan mohon doa keselamatan buat jenasah. 

Alih-alih mendoakan yang baik justru kita balik mendoakan yang buruk lantaran klakson, kayu yang ia bawah menyerempet kita lantaran meminta jalan, kendaraan mereka seakan ingin menabrak kita dan sebagainya. 

Sebut rombongan pejabat pemerintah dengan Voriijder hingga menembus kemacetan dan melanggar rambu lalu lintas. Apakah pajak kendaraan pemerintah dibayarkan oleh negara sehingga mereka dengan seenak hati melukai hati pengendara biasa? 

Demikian rombongan supporter. Karena terlalu fanatik dengan fansnya sehingga mereka dengan ratusan kendaraan di tengah jalan sungguh sangat menteror pengguna lain. 

Seorang pengendara di samping saya saat laga tim PS A dengan PS B di Stadion X tahun 2022 lalu sedang husyuk berdoa bahwa semoga tim kesayangan mereka  menang sebab kalau balik dari Stadion tentu mereka akan semakin bringas dibanding keberangkatan. Masyarakat dan fasilitas umum akan jadi korban jika tim mereka kalah. 

Begitu pula rombongan demonstran yang demo di Kota Makassar dan yang mereka tuntut misalnya kebijakan presiden atau DPR di Jakarta Pusat yang tidak pro rakyat. 

Jalan protokol di tutup rapat demi menggalang perhatian dari pusat dengan cara tutup jalan, bakar ban sambil orasi agar diliput oleh media nasional. Pada akhirnya liputan media malah bukan aspirasi melainkan bentorkan antara mahasiswa dengan pengguna jalan. 

Menurut hemat saya sebagai orang biasa perlu adanya perubahan perilaku individu untuk sebuah perubahan yang lebih baik. Tentu bisa dimulai dengan hal biasa misalnya tidak merokok sambil berkendara, tidak membuang puntuk rokok dan nyampah di jalan raya yang terpenting menghargai pejalan kaki. 

Mungkin karena keseringan nonton drama korea bahwa pejalan kaki merasa terhormat di jalan raya karena ada space jalan baik dengan rambu maupun budaya saling menghargai dari individu lainnya yang bekendara. Saya kira meski itu budaya mereka tetapi budaya demikian budaya yang baik bisa kita ciptakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun