Mohon tunggu...
Andi Ronaldo
Andi Ronaldo Mohon Tunggu... Konsultan manajemen dengan ketertarikan pada dunia keuangan, politik, dan olahraga

Writing is not just a hobby, but an expression of freedom. Through words, we can voice our thoughts, inspire change, and challenge boundaries without fear of being silenced.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Seruan Cinta Suci di Balik Lagu "Take Me to Church"

17 April 2025   12:00 Diperbarui: 17 April 2025   09:56 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gereja Makam Kudus di Kota Lama Yerusalem yang menjadi tempat disalibkan dan dikuburkan sebelum bangkit dari kematian (Wikimedia Commons)

Menjelang Paskah yang penuh harapan, umat Kristiani di seluruh dunia bersiap merayakan inti iman dari semua: wafat dan kebangkitan Yesus Kristus. Pekan Suci selalu menjadi waktu yang tepat untuk pembaruan diri, memupuk harapan, dan menerima limpahan kasih karunia. Kita dipanggil untuk merenungkan betapa dalamnya kasih Allah dan pesan cinta radikal yang dibawa oleh Yesus. Dalam momen refleksi ini, suara-suara yang tak terduga pun dapat membangkitkan kebenaran rohani. Salah satunya datang melalui lagu "Take Me to Church" yang kuat dan menggugah dari Hozier.

Meskipun sekuler dan mungkin kontroversial bagi sebagian orang, lagu ini sebenarnya menyuarakan kerinduan mendalam akan penerimaan, keaslian, dan cinta yang, pada intinya, selaras dengan pesan Injil. Di permukaan, "Take Me to Church" mungkin terdengar seperti ungkapan kepedihan tentang cinta dan seksualitas. Namun, jika kita mendalami liriknya, kita akan menyadari bahwa lagu ini lebih dari sekadar curahan hati pribadi. Meskipun tidak pernah diakui oleh Hozier, lagu ini sebenarnya dapat diartikan sebagai kritik tajam terhadap institusi gereja dan kegagalannya dalam merangkul keberagaman pengalaman manusia. Penyanyi asal Irlandia ini dengan berani menyoroti kemunafikan sistem keagamaan yang mengaku mewakili cinta, namun sering kali mengecualikan, mempermalukan, atau meminggirkan mereka yang tidak sesuai dengan norma tertentu -- terutama dalam hal identitas dan keintiman. Metafora yang kuat dalam lagu ini menantang tradisi yang mengutuk apa yang sang penyanyi lihat sebagai ekspresi cinta yang alami dan suci.

Lirik seperti "I was born sick, but I love it," dan "Command me to be well," menyentuh pengalaman pahit saat seseorang diberitahu bahwa jati diri mereka pada dasarnya berdosa -- sebuah perasaan yang sayangnya dialami oleh banyak orang dalam interaksi mereka dengan agama. Penolakan dalam nada bicara Hozier bukanlah pemberontakan terhadap Tuhan, melainkan perlawanan terhadap interpretasi iman yang lebih mengedepankan kontrol dan keseragaman daripada belas kasih dan kebenaran yang sesungguhnya.

Kisah Yesus yang Selalu Merangkul Orang-orang Terpinggirkan

Inti emosional dari "Take Me to Church" juga mencerminkan banyak tema utama dalam pelayanan Yesus. Ia selalu berdiri bersama mereka yang terpinggirkan -- mereka yang dijauhi oleh hukum agama dan norma sosial. Yesus menyembuhkan orang kusta, makan bersama pemungut cukai, dan membela seorang wanita yang tertangkap berzina, dengan berkata, "Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu" (Yohanes 8:7). Ia menantang para pemimpin agama bukan karena Ia menolak iman, tetapi karena Ia melihat bagaimana mereka telah mendistorsi ajaran-ajaran agama, mengubah hukum suci menjadi alat penindasan, bukan pembebasan.

Dalam Injil Matius, Yesus memperingatkan orang Farisi, "Celakalah kamu... karena kamu menutup pintu Kerajaan Surga di depan mata orang" (Matius 23:13). Kemudian, Ia menegaskan bahwa seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi bergantung pada dua perintah utama: "Kasihilah Tuhan, Allahmu... dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri" (Matius 22:37--39). Intinya, Yesus mendefinisikan ulang kebenaran bukan sekadar kepatuhan pada aturan, melainkan kasih yang radikal dan tanpa batas.

Inilah jenis cinta yang tampaknya dirindukan oleh "Take Me to Church" -- cinta yang sakral, pribadi, dan membebaskan dari rasa malu. Ketika Hozier bernyanyi, "Take me to church, I'll worship like a dog at the shrine of your lies," ia tidak sedang mencemooh iman itu sendiri, tetapi menyingkapkan bagaimana sebagian orang telah merusak pesan cinta ilahi. Ironisnya, kata-katanya bertindak sebagai kritik profetik yang sejalan dengan konfrontasi Yesus sendiri terhadap para elite agama pada abad ke-1 Masehi.

Panggilan Paskah untuk Kembali pada Perayaan Cinta Sejati

Menjelang Paskah ini, lagu "Take Me to Church" kembali mengajak kita untuk merenung lebih dalam -- bukan hanya tentang agama, tetapi tentang jenis kasih yang hendaknya kita wujudkan sebagai pengikut Kristus. Salib tidak pernah dimaksudkan sebagai simbol pengucilan atau ketakutan. Salib merupakan -- dan akan selalu menjadi -- tindakan solidaritas ilahi yang tertinggi dengan umat manusia. Yesus tidak mati untuk orang benar atau sempurna. Dia mati untuk mereka yang patah hati, lelah, disalahpahami, dan ya -- bahkan untuk mereka yang telah ditolak oleh institusi yang mengaku berbicara atas nama-Nya. Rasul Paulus pernah menulis, "Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa" (Roma 5:8). Inilah inti dari Paskah. Bahkan sebelum kita berusaha dan meminta, kasih karunia sudah hadir. Cinta telah diputuskan melalui pengorbanan Yesus itu sendiri.

Kebangkitan merupakan jawaban "Ya!" Tuhan yang gemilang untuk semua hal yang telah direndahkan oleh dunia. Itu adalah deklarasi-Nya bahwa kematian bukanlah akhir dari segalanya. Kematian rohani yang perlahan menghancurkan saat kita merasa tidak berharga, diterima, atau dicintai digulingkan oleh Yesus melalui kebangkitan yang selalu kita peringati dalam Paskah. Paskah menjadi momentum untuk mengingatkan kita kembali bahwa setiap batu yang pernah mencoba untuk mengakhiri kisah seseorang dengan penolakan atau keputusasaan telah dan seharusnya selesai. Gereja, terutama di musim suci ini, memiliki kesempatan emas untuk bangkit kembali -- bukan dalam status atau kekuasaan, tetapi dalam belas kasih, kerendahan hati, dan keberanian yang membara. Kita dipanggil untuk menjadi tangan dan kaki Kristus -- mereka yang menyentuh orang kusta, makan bersama orang buangan, menangis bersama yang berduka, dan berbicara dengan bahasa belas kasih yang lebih lantang daripada suara penghakiman. Jika "Take Me to Church" merupakan permohonan zaman ini untuk diterima dalam Gereja, Paskah hadir sebagai jawaban surgawi yang abadi: ada tempat untukmu di sini!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun