Karena yang pernah bertahta di hati, tidak akan mudah dilupakan begitu saja.
"Hai" sapamu ramah seiring senyuman manis khas bersahaja kepunyaanmu
"Apa kabar?" sambutku sambil mengulurkan tangan
"Tambah muda Lu Dit. Hehe.." candanya mengawali pertemuan kami
Satu setengah tahun aku dan Aji tidak bertemu. Jangankan bertemu, sekedar bertukar kabar pun tidak. Aji yang mengenakan kemeja putih (pakaian favoritnya) dipadupadankan dengan celana berbahan jeans berwarna cokelat muda dengan sepatu senada membuat penampilannya fresh. Seperti biasa, aku hanya bisa menikmati kekagumanku padanya. Pria berumur 31 tahun itu tidak pernah absen dalam ingatan kala itu. Aji memang sempat bertahta di hatiku selama bertahun-tahun. Entah dia sadar atau tidak, yang jelas aku hanya berani memendam hingga pada akhirnya aku berkata "cukup".
"Aku dengar kamu sudah pindah ke rumah barumu di kawasan perumahan mewah di BSD sana. Selamat yaa.." godaku mencoba mencairkan kekakuanku
"Siapa bilang perumahan mewah? Ngaco lu Dit. Hahaaha.. enggak lah. Belum. Gue masih tinggal di rumah lama, masih sama orang tua. Hehe.." jawabnya dengan penuh riang tawa
Aku bahagia melihat canda tawamu Ji.
"Jadi gimana? Lu terima kan tawaran gue untuk bantuin campaign program sosial gue?" tanyanya bersemangat
"Iya. Gue bakal bantuin lu kali ini Ji. Gue seneng dan bangga sama lu, akhirnya lu bikin program sosial ini, gak kerjaan mulu." Jawabku sambil tersenyum
"Kan seperti yang kata lu pernah bilang ke gue. Hidup itu harus balance. Gue kerja terus menghasilkan banyak pundi-pundi tapi gak ada gunanya kalo gue gak bisa berbagi. Gue kejar impian gue terus, keinginan gue terus tanpa memikirkan keinginan saudara-saudara kita yang mungkin gak seberuntung gue, seberuntung lu." Jelasnya bersemangat