Mohon tunggu...
Andika Noer Fiqri Romadoni
Andika Noer Fiqri Romadoni Mohon Tunggu... Mahasiswa

Halo! Saya Andika Noer Fiqri Romadoni, seorang mahasiswa Ilmu Komunikasi yang memiliki passion besar di dunia broadcasting dan seni musik. Selain berbicara di siaran, saya juga gemar merangkai kata. Menulis blog adalah cara saya menyampaikan pemikiran, berbagi cerita, dan mengupas berbagai perspektif dalam kehidupan. Saya percaya bahwa setiap kata memiliki kekuatan untuk menginspirasi, menggerakkan, dan menghubungkan manusia. Melalui Kompasiana, saya ingin membagikan pengalaman, wawasan, dan refleksi tentang dunia komunikasi, media, musik, serta dinamika kehidupan sehari-hari. Bagi saya, hidup adalah perjalanan yang penuh cerita, dan saya ingin menyuarakan kisah-kisah tersebut dengan gaya yang puitis, inspiratif, dan membumi. Mari berbagi pandangan, berdiskusi, dan menjelajahi dunia melalui tulisan!

Selanjutnya

Tutup

Bandung

Jam Istirahat yang Tak Biasa: Mengintip Cerita Program MBG di SMAN 23 Bandung

6 Oktober 2025   19:03 Diperbarui: 6 Oktober 2025   19:02 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak Januari 2025, suasana jam istirahat pertama di SMA Negeri 23 Bandung terasa sedikit berbeda.  Bel berbunyi sekitar pukul 10.00 pagi, dan para siswa tidak lagi berlari langsung ke kantin seperti biasanya.  karena mereka sekarang memiliki akses ke program nasional Makan Bergizi Gratis (MBG), yang dikembangkan oleh Badan Gizi Nasional (BGN) dan pemerintah daerah.  Tujuannya sederhana tetapi penting: meringankan beban orang tua, memenuhi kebutuhan gizi pelajar, dan menjaga konsentrasi belajar.  Sistem Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di seluruh Indonesia membantu program ini dengan memasak dan mengirimkan makanan sehat setiap hari ke sekolah negeri. MBG mungkin terdengar seperti program biasa bagi sebagian orang.  Namun, bagi siswa penerima manfaat, kisah di balik setiap kotak makan siang mengandung rasa yang lebih dari sekedar rasa gurih atau hambar; itu juga mengandung rasa syukur dan harapan.

Antara Keyakinan Teoritis dan Kenyataan Praktik

Dalam wawancara singkat dengan Nadia dan Zihan, dua siswi dari SMAN 23 Bandung, ada beberapa kesan positif tentang program MBG. Nadia mengatakan, "Menurut saya, MBG itu bisa bikin kita irit uang, tapi kadang kalau makanannya enggak enak ya tetap aja ke kantin."  Setuju, Zihan mengangguk.  Program ini membantu mereka, tetapi preferensi mereka tetap penting.

MBG biasanya dibagikan pada jam sepuluh pagi saat istirahat pertama.  Setiap siswa di kelas memiliki bagian mereka sendiri, dan menu berganti setiap hari.  Namun, ada beberapa hal kecil yang mengganggu di balik niat baik itu.  “Kadang-kadang sayurannya tidak fresh, dan ada juga yang baunya kurang enak,” kata Nadia dengan ragu.  “Harapannya sih ke depan prosesnya bisa lebih steril, makanannya lebih segar juga,” tambah Zihan.

Namun, mereka tetap antusias saat menu yang datang lengkap. Zihan tertawa, berkata, "Kalau ada susu, semua langsung semangat." Meskipun momen makan bersama itu sederhana, hubungan mereka menjadi lebih hangat.

Gizi, Kebijakan, dan Perjalanan Panjang MBG

Foto Sajian MBG (Sumber: Detik.com)
Foto Sajian MBG (Sumber: Detik.com)

Program Makan Bergizi Gratis (MBG) bukan hanya kebijakan yang dipromosikan oleh masyarakat umum.  Ia berasal dari niat pemerintah untuk memberikan kekuatan kepada generasi muda Indonesia melalui makanan yang sehat.  Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2024 menetapkan Badan Gizi Nasional (BGN) untuk mengelola program tersebut.  Tujuannya lebih dari sekedar menyediakan makanan; mereka juga berusaha untuk membangun sistem distribusi gizi yang adil.

Hingga pertengahan 2025, program ini telah menjangkau lebih dari 30 juta penerima manfaat, dari anak-anak PAUD hingga siswa sekolah menengah atas. Pemerintah menargetkan 82 juta penerima manfaat secara keseluruhan di Indonesia.  Selain itu, dampaknya luas, dengan penciptaan ratusan ribu lapangan kerja baru yang melibatkan petani, UMKM, dan penyedia katering lokal dalam rantai pasokan pangan.

Namun, jalan MBG tidak selalu lancar.  Maladministrasi, seperti keterlambatan distribusi dan kualitas bahan yang tidak sesuai kontrak, telah menjadi perhatian Ombudsman RI.  Laporan keracunan massal di beberapa tempat membuat masyarakat waswas. Meskipun begitu, pemerintah berkomitmen untuk memperbaiki tata kelola MBG dengan membuat platform Review MBG di mana masyarakat dan siswa dapat langsung melaporkan kualitas makanan yang mereka terima.

Lebih dari sekedar Nasi dan Sayur

Bagi siswa seperti Nadia dan teman-temannya, MBG bukan hanya program resmi yang diberikan oleh pemerintah.  Di sela jam pelajaran yang padat, itu sudah menjadi bagian dari rutinitas mereka.  Tidak peduli apakah itu manis atau pahit, itu selalu memiliki kisah.

Program ini tidak hanya menyediakan makanan, tetapi juga mengajarkan orang untuk hidup lebih sehat dan berbagi.  MBG menyentuh aspek paling manusiawi dari pendidikan, perhatian, di tengah semua kritik dan kekurangan.  Setiap bagian nasi, sayur, dan susu yang dibagikan memiliki harapan agar anak sekolah tidak lagi belajar tanpa makanan.

Selain itu, di masa depan, mungkin ada peningkatan harapan terkait nutrisi dan hubungan antara pemerintah, sekolah, dan masyarakat agar setiap anak Indonesia tidak hanya kenyang, tetapi juga tumbuh dengan hati yang penuh, pikiran yang segar, dan keyakinan yang kuat bahwa masa depan mereka adalah bagian dari bangsa ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bandung Selengkapnya
Lihat Bandung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun