Bugis-Makassar: Antara Identitas Suku dan Nama Daerah yang Sering Tertukar"
Di tengah keberagaman etnis di Sulawesi Selatan, ada satu istilah yang kerap menimbulkan kebingungan identitas: Bugis-Makassar. Banyak orang---baik perantau maupun yang lahir di Sulsel---menyebut dirinya sebagai orang Bugis-Makassar. Tapi benarkah itu dua suku yang disatukan? Atau sebenarnya ada kesalahpahaman yang berakar dari perubahan nama kota?
Sejarah mencatat, dulunya kota yang kini dikenal sebagai Makassar bernama Ujung Pandang. Suku asli dari wilayah ini adalah Makassar. Namun seiring waktu, Ujung Pandang diganti namanya menjadi Makassar, sehingga kini Makassar merujuk pada dua hal: suku dan kota. Di sinilah titik mula kekeliruan bermula.
Orang-orang Bugis yang merantau atau lahir di kota Makassar kemudian menyebut dirinya sebagai Bugis-Makassar. Padahal, secara etnologis, Bugis dan Makassar adalah dua suku yang berbeda, meskipun memiliki kedekatan budaya dan sejarah panjang.
Contohnya, kita sering mendengar istilah seperti "Bugis Barru" atau "Bugis Pinrang", yang menunjukkan suku Bugis dari daerah tertentu. Secara logika yang sama, jika seseorang berasal dari kota Makassar namun bersuku Bugis, seharusnya disebut Bugis Ujung Pandang, karena Ujung Pandang adalah daerahnya, dan Bugis adalah sukunya. Namun karena kota Ujung Pandang kini telah bernama Makassar, maka sebutan "Bugis Makassar" pun menjadi umum, meski keliru secara teknis.
Hal ini berbeda dengan daerah seperti Bone, yang merupakan nama wilayah tempat mayoritas suku Bugis tinggal. Di Bone pun ada masyarakat suku Makassar, namun tak pernah ada istilah "Bone-Makassar", karena Bone adalah daerah, bukan suku.
Permasalahan ini menggarisbawahi satu hal penting: perubahan nama kota dari Ujung Pandang menjadi Makassar berkontribusi besar terhadap kaburnya identitas etnis dan geografis. Karena itulah, muncul usulan agar kota Makassar dikembalikan ke nama aslinya: Ujung Pandang. Dengan demikian, penyebutan suku dan daerah akan lebih jelas dan tidak saling tumpang tindih.
Identitas adalah hal yang penting dalam sejarah dan budaya. Menjaga kejelasan identitas etnis dan geografis bukan soal nostalgia semata, melainkan juga penghargaan terhadap keberagaman yang sesungguhnya.
Penulis : Trymahendrajp
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI