Sejarah Siri Na Pacce di Masyarakat Bugis-Makassar
Launching Jurnal IAIN Sultan Amai Gorontalo yang berjudul “Implikasi Filosofi Siri' Na Pacce Pada Masyarakat Adat Makassar di Kabupaten Gowa” Siri na pacce merupakan budaya yang sudah diterapkan oleh suku Makassar sejak zaman dahulu. Suku Makassar yang mendiami sebagian Sulawesi Selatan merupakan masyarakat adat yang sudah memiliki lembaga budaya sendiri, bahkan jauh sebelum lahirnya Kerajaan Gowa.
Sejarah siri na pacce dapat dilihat dari tulisan lontara yang merupakan warisan budaya suku Bugis-Makassar. Meski sejarah suku Makassar mulai tercatat pada masa Karaeng Tumapakrisik Kallonna, budaya siri sendiri sudah menjadi tradisi dan filosofi hidup mereka sejak dahulu kala.
Adapun pandangan suku Makassar tentang siri dapat kita lihat dari beberapa nasehat terkait siri. Adapun sejumlah petuah dari masyarakat suku Bugis-Makassar sebelumnya antara lain ungkapan “Siritaji nakitau” yang artinya hanya siri, sehingga kita disebut manusia.
Arti dari peribahasa ini adalah bahwa seseorang yang tidak memiliki siri’ tidak layak disebut manusia. Karena sikap orang yang tidak memiliki siri' seperti perbuatan binatang yang tidak punya malu.
Pepatah lainnya adalah "Punna taenamo siri'ku, manna kupannobokangki, taenamo nantanglantang". Makna dari peribahasa tersebut adalah ketika tidak ada lagi siri' saya, maka keris saya pun tidak akan masuk lebih dalam lagi.Arti dari pepatah tersebut adalah jika seseorang tidak memiliki perasaan malu, maka orang tersebut tidak memiliki kehormatan dan kekuasaan di hadapan orang lain