Mohon tunggu...
Andi Affandil Haswat
Andi Affandil Haswat Mohon Tunggu... Mahasiswa

Kusimpan, agar kelak dibaca oleh putra putriku Agar mereka mengerti kemana bapaknya berpihak

Selanjutnya

Tutup

Financial

Ketika Kran Pusat Menyempit: Ancaman Defisit Layanan Publik Daerah

6 Oktober 2025   09:44 Diperbarui: 6 Oktober 2025   09:44 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber:Syakur Animasi Studio

Kebijakan efisiensi fiskal Pemerintah Pusat, yang salah satu implementasinya adalah pemotongan anggaran Transfer ke Daerah (TKD), telah menciptakan turbulensi keuangan di banyak kota dan daerah. Meskipun niatnya baik---untuk meningkatkan kedisiplinan dan efektivitas belanja---realitas di lapangan menunjukkan bahwa kebijakan ini bagaikan pisau bermata dua, terutama bagi daerah yang sangat bergantung pada Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Bagi Hasil (DBH). Ini bukan hanya masalah angka di atas kertas, tapi ancaman nyata terhadap kualitas hidup jutaan warga.

 

Sumber Informasi dan Data yang Bicara

Informasi ini bersumber dari dokumen resmi seperti Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN), serta analisis mendalam dari lembaga kredibel seperti Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) dan Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi).

Data aktual sangat mengkhawatirkan. Dalam konteks APBN 2026, alokasi TKD sempat diusulkan turun signifikan, mencapai Rp 650 triliun, jauh di bawah proyeksi tahun sebelumnya. Penurunan drastis ini memaksa Pemerintah Daerah (Pemda) untuk merombak APBD secara mendadak. Contohnya, beberapa kota diprediksi mengalami defisit APBD hingga puluhan atau ratusan miliar akibat pemangkasan ini, membuat mereka harus memilih antara membayar gaji atau membangun.

Kemungkinan Buruk: Layanan Dasar Terancam

Dampak buruk dari penyempitan kran TKD ini adalah defisit layanan publik yang akut. Pemda akan dihadapkan pada pilihan yang sulit dan menyakitkan: pertama, Infrastruktur Mandek: Belanja modal dan proyek pembangunan (jalan, pasar, sekolah, puskesmas) terpaksa ditunda atau dibatalkan, menghambat pertumbuhan ekonomi lokal dan kualitas layanan publik. Kedua, Pajak Rakyat Meroket: Karena tidak ada uang dari pusat, Pemda akan mengambil opsi termudah: menaikkan Pajak dan Retribusi Daerah (PAD). Ini berarti beban biaya hidup masyarakat kelas menengah ke bawah akan makin berat. Ketiga, Kualitas Hidup Menurun: Anggaran untuk pendidikan, kesehatan, dan bantuan sosial terpaksa dipangkas. Guru, tenaga kesehatan honorer, dan program bantuan pangan akan menjadi korban pertama, berdampak langsung pada kualitas hidup warga miskin. Keempat, Ekonomi Lokal Lesu: Penundaan pembayaran proyek kepada kontraktor lokal akan memicu gejolak, mengancam PHK, dan membuat ekonomi daerah tercekik.

Harapan dan Jalan Keluar: Waktunya Mandiri

Kondisi ini harus menjadi alarm bahwa otonomi daerah harus dimaknai sebagai kemandirian, bukan sekadar penerima dana. Jalan keluar yang harus diambil adalah: Inovasi PAD Tanpa Bebani Rakyat: Pemda harus berani berinovasi dalam mengoptimalkan penerimaan daerah, terutama melalui digitalisasi layanan pajak dan retribusi untuk mengurangi kebocoran dan memperluas basis pajak secara adil (misalnya, menargetkan sektor ekonomi baru, bukan menaikkan tarif lama). Kolaborasi dan Efisiensi Terpusat: Mendorong kerja sama lintas daerah dalam membangun infrastruktur regional (seperti sistem transportasi atau pengelolaan sampah bersama) untuk mencapai efisiensi skala ekonomi. Belanja Cerdas dan Produktif: Pemerintah Pusat harus memastikan bahwa TKD yang disalurkan diarahkan melalui skema earmarking (alokasi khusus) yang memaksa Pemda menggunakan dana hanya untuk belanja produktif yang menghasilkan nilai tambah ekonomi dan meningkatkan kualitas SDM, bukan hanya untuk belanja rutin yang konsumtif.

Efisiensi tidak boleh menjadi alasan untuk mengorbankan kesejahteraan. Ini adalah momentum bagi daerah untuk bertransformasi dari sekadar menunggu transfer dari Jakarta menjadi pencipta kekayaan lokal yang tangguh dan mandiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun