Mohon tunggu...
Andi Perdanakusuma
Andi Perdanakusuma Mohon Tunggu... -

Don't Look back

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ambisi Ical Hancurkan Partai Golkar

5 Mei 2015   02:54 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:22 270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Perkembangan politik nasional kurang mengenakkan buat Partai Golkar. Partai tertua yang masih mengakar di masyarakat dalam percaturan politik Indonesia ini goyah akibat dinamika politik internal yang menjurus pada perpecahan. Kokohnya beringin tampaknya akan benar-benar tumbang jika ambisi Politik Ical, alias Aburizal Bakrie masih dibiarkan.

Harapan kejayaan Golkar sesungguhnya amat besar saat Ical terpilih sebagai Ketua Umum Partai Golkar pada 2009. Sebagai partai pemenang ke dua pada pemilu 2009 dengan perolehan suara 15.037.757  atau 14,45 persen, Partai Golkar diharapkan mampu menjadi jawara mendongkrak suaranya pada pemilu 2014. Perolehan suara Partai Golkar stagnan di angka 18.432.312 atau 14,75 persen.  Ya, akar Golkar yang masih menancap hingga pelosok nusantara mampu menjaga perolehan partai Golkar, namun ambisi Ical justru membungkam Beringin di Pemilihan Presiden 2014.

Sebagai partai dengan perolehan suara yang signifikan, seharusnya Partai Golkar mampu lebih banyak bersuara pada Pemilu 2014 lalu. Akan tetapi yang terjadi partai kuning ini malah limbung, kesulitan menentukan arah koalisi. Penyebabnya hanya satu, ambisi Ical terlalu besar untuk menjadi kandidat Capres-Cawapres meski elektabilitasnya sangat rendah. Upaya menggelontorkan miliaran rupiah untuk etalase dan iklan kampanye tak pernah mampu mengerek Ical di mata rakyat.

Tentu masyarakat masih ingat bagaimana Ical berkeinginan besar menjadi pendamping Joko Widodo, namun ditentang keras oleh PDIP dan koalisinya. Dengan tegas Ical menyatakan bahwa Partai yang dipimpinnya tidak akan mengajukan calon dari parpol lain yang lebih kecil perolehan suaranya dari Partai Golkar. Tapi Ical tetaplah Ical, menjilat ludah sendiri tidak menjadi masalah, asal ambisi terpenuhi. Bergabung ke Koalisi Merah Putih yang perolehannya lebih kecil menjadi pilihan Ical. Meski dirasa pahit bagi para kader apalagi tetap tanpa jatah kursi kandidat Capres-Cawapres bagi Golkar.

Rekam jejak Ical dengan sejumlah kontroversi jelas menjadi kendala bagi manuver Golkar di Pemilihan Presiden 2014. Meski jelas tidak mampu memimpin Golkar, namun Ical punya ambisi besar untuk mengamankan kepentingannya dengan kembali maju pada Pemilihan Ketua Umum 2014, di Ancol dengan sejumlah manuver politik yang tidak demokratis. Wajar jika setelahnya gonjang ganjing terjadi di internal Partai Golkar, kader yang sadar akan bahaya manuver Ical segera melancarkan kritik. Perpecahan pun tak terhindarkan karena ambisi Ical tetap besar, mengerahkan segala cara untuk tetap mencengkram Golkar dalam genggamannya.

Ambisi Ical di Pilpres bukanlah satu-satunya indikator blunder politik Patai Golkar. Di sejumlah Pilkada penting, Ical juga terkesan tidak ambil pusing dengan melorotnya perolehan suara. Sebut saja pada Pilkada Jakarta dan Jawa Barat misalnya, Partai Golkar hanya mampu mengusung calon yang pasti kalah karena elektabilitasnya paling rendah dibandingkan calon pesaing.

Sejumlah catatan kegagalan lain tentu tidak bisa dianggap sebelah mata. Sebagai pemimpin Ical bukan saja telah gagal, tapi kini sudah menenggelamkan dan menghancurkan Partai Beringin dengan ambisi politiknya.

Tak ada cita-cita besar Ical untuk Partai Golkar, apatah lagi niat baik berjuang untuk rakyat. Ical hanya memanfaatkan Partai Golkar untuk kepentingan bisnisnya sendiri. Dengan kepentingan memanfaatkan kekuatan politik dalam bisnis, Ical adalah simbol sempurna dari praktek rente yang menghancurkan negeri ini. Ical juga hanya memanfaatkan Partai Golkar sebagai posisi tawar untuk selamatkan hutang-hutang dan kasus-kasus yang berpotensi menjerat praktek bisnis kotor yang dijalankan selama ini.

Pada titik ini, ambisi politik Ical tak bisa dielakkan, bahkan seperti meminum air laut: semakin banyak menikmati perselingkuhan bisnis dan politik, semakin haus kekuasaan itu dirasakan Ical.

Tak perlu menyalahkan yang lain, karena secara jelas Partai Golkar pecah karena kepemimpinan Ical sendiri. Konflik di internal Partai Golkar tak akan berlarut seperti sekarang, jika Ical tak ambisius.

Tak ada untungnya Partai Golkar mempertahankan Ical yang penuh kontroversi dan nyaris tanpa prestasi. Saatnya Partai Golkar fokus pada kontribusi membangun bangsa dan mengakhiri ambisi pribadi Ical.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun