Mohon tunggu...
Andhika Heru
Andhika Heru Mohon Tunggu... -

Seorang yang sejak kecil bercita-cita menjadi wartawan, dan sering memenangkan penghargaan dalam Lomba serta Festival menulis puisi, cerpen dan sandiwara di tingkat sekolah, namun kenyataannya kini menjadi seorang akuntan di perusahaan swasta, dan sedang merintis usaha untuk menjadi seorang wirausaha

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

"Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck", Film Kelas Academy Award

19 Desember 2013   18:45 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:44 7238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_284859" align="aligncenter" width="300" caption="Film "][/caption] Mungkin terkesan lebay judul tulisan di atas. Tapi saran saya, sehabis membaca ulasan ini....tontonlah film nya, buktikan bahwa saya bukan sedang "bajaga ubek di balai" (artinya: jualan obat di pasar).....istilah ini pun saya dapatkan dari salah satu dialog dalam film ini. Film yang diangkat dari novel karya Haji Abdul Malik Karim Amarullah atau yang lebih kita kenal sebagai salah satu ulama terbaik negeri ini, dengan panggilan yang terkenal Buya Hamka. Novel nya, yang berjudul sama dengan judul film ini, adalah materi bahasan pelajaran sastra, dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia ketika saya duduk di bangku SMP. Film karya sutradara Sunil Soraya sekaligus produser film, menunjukkan kualitas yang Bollywood jika saya belum dapat menyamakan dengan Hollywood. Yaitu mengandalkan keindahan gambar, dialog, hingga alur cerita yang memainkan emosi penonton. Mengambil latar belakang kisah kasih dua insan suku Minangkabau, Zainuddin dan Hayati. Hanya bedanya, Zainuddin (diperankan oleh Herjunot Ali) adalah seorang pemuda yaitim piatu, berayah suku Minangkabau dan ibu berdarah Bugis. Sejak ayahnya meninggal, Zainuddin ikut ibunya pulang kampung ke Makassar, itulah sebabnya selain pandai berbahasa Padang, dalam film ini digambarkan Zainuddin juga mahir berbahasa Makassar. Namun ketika ibunya pun wafat, Zainuddin yang kemudian beranjak remaja, kembali ke kampung halaman ayahnya, dusun (nagari) Batipuh, Padang Panjang, Sumatera Barat. Sementara Hayati (Pevita Pearce), gadis Batipuh, Sumatera Barat, sekampung dengan ayah Zainuddin, berasal dari keluarga asli Minangkabau yang masih memegang teguh adat Minang. Bagi suku Minang, masa itu, tahun 1930-an, garis keturunan itu ditentukan dari pihak Ibu. Bukan dari Ayah sebagaimana lazimnya umat Islam. Karena hal inilah, ketika Zainuddin hendak melamar si cantik Hayati, keluarga Hayati menentang habis-habisan. Alasannya Zainuddin bukan terlahir dari Ibu berdarah Minang, maka ia dianggap tak jelas garis keturunannya. Ia dianggap bukan orang Minang walaupun ayahnya orang Minang tulen. Indak basuku istilahnya dalm film ini. Saya sedikit faham pola pikir seperti ini, karena Maka, sebagai seorang anak dari perempuan berdarah Bugis, Zainuddin, seolah dihukum atas dosa yang tidak dilakukannya. Ia tak boelh menikahi gadis pujaan hatinya. Hayati pun, akhirnya berjodoh dengan Azis (Reza Rahardian) seorang putera orang kaya Padang Panjang, yang bekerja pada perusahaan dagang Belanda. Banyak berkawan dengan orang Belanda, mahir berbahas Belanda, dan bergaya hidup ke Barat-barat an, gemar berjudi, main wanita (dengan bule sekalipun ia kencani), gemar mabuk. Singkat cerita, Zainuddin yang patah hati akhirnya merantau ke Pulau Jawa. Ditemani oleh sahabat setianya Muluk (Randy Nidji), ia pun berkarir sebagai seorang penulis novel yang sukses di Batavia,lalu diangkat sebagai pemimpin sebuah surat kabar "Pewarta Soerabaja" di kota Surabaya, menikmati ketenaran dan kemakmuran namun hidup membujang, karena cinta seumur hidupnya adalah Hayati yang kini telah menjadi istri orang. Kisah pun berbalik, pasangan Azis - Hayati ditakdirkan pindah ke Surabaya, dan akibat Azis bangkrut, mereka pun berbalik terpaksa mengemis belas kasih kepada sesama perantau Minang di Surabaya, yang kini telah menjadi salah seorang jutawan muda yang tenar, Si Puyuh Bugis, Zainuddin yang telah berganti nama menjadi Shabir. Saya tak akan menceritakan semua kisahnya di sini, nanti Anda akan malas menontonnya, meskipun bagi yang telah menamatkan novelnya sekalipun, film ini masih menyimpan kejutan-kejutan di luar yang saya  ceritakan di atas. Saya lebih suka mengomentari kualitas film ini. Kalo dibandingkan dengan film-film Indonesia yang sebelumnya menjadi "hits" di bulan Desember 2013 ini, yaitu "Sagarmatha", "99 Cahaya di Langit Eropa" bahkan dibanding film kontroversial "Soekarno".....saya nilai film Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck ("TKVWD") adalah yang terbaik ! Dari segi apa? 1) Kualitas gambar Setting pemandangan, properti (pakaian, rumah, mobil, delman, sepeda onthel hingga kapal laut) dipilih dari kualitas terbaik, sehingga dapat dikatakan "wah" sekali. Contoh rumah gedong nya Zainuddin di Surabaya, lokasi pacuan kuda di Padang Panjang.....semua nampak bergaya ke Barat-barat an, tampak sekali pengaruh gaya Eropa dalam kehidupan di dalam film tersebut, akibat ketika itu Indonesia masih dalam penjajahan Belanda. Setting film diambil sekitar tahun 1931-1938. Masa Hindia Belanda. Permainan kamera nya pun cermat, menangkap moment-moment penting bahkan, adegan kapal Van Der Wijck berlayar di lautan yang saya tahu betul itu, kapal replika diapungkan di bak di studio, jadi tampak indah dengan baluran sinar matahari senja di Laut Jawa. [caption id="attachment_284862" align="aligncenter" width="300" caption="Detil Setting Properti yang luar biasa (cms.jakartapress.com)"]

13874526851373306500
13874526851373306500
[/caption] 2) Pemilihan Aktor dan aktris Selain nama-nama di atas, mungkin selain Arzetti Bilbina yang menjadi etek (bibi/tante) dari Zainuddin, maka pemeran lainnya hampir tidak ada yang tenar dan spesial. Namun akting mereka menurut saya rata-rata bagus, bahkan para pemeran tetua-tetua di kampung Batipuh, selain begitu fasih berbahasa Minang, mereka juga rata-rata terlihat serius dan total memerankan perannya. Juga cukup banyak menggunakan figuran bule, mengesankan benar bahwa ini film di jaman kolonial, masa begitu bertebarannya orang Belanda di Indonesia (Hindia-Belanda) kala itu. [caption id="attachment_284863" align="aligncenter" width="300" caption="Akting Herjunot Ali dan Pevita Pearce yang mengharukan (koleksi pribadi)"]
1387452768205617687
1387452768205617687
[/caption] 3) Detil dalam gambar maupun cerita Ini yang paling saya suka dibandingkan rata-rata film Indonesia pada umumnya. Sedemikian detilnya, hingga Herjunot Ali pun dalam film ini tidak hanya digambarkan menguasai bahasa Minang, namun juga bahasa Makassar. Ada sebuah adegan Zainuddin sedang menulis surat cinta kepada Hayati, di sebelahnya terlihat sepiring penganan khas Minangkabau, makanan kesukaan alm. nenek saya, makanan Padang yang telah langka dijual, Bika Kelapa Bakar. Jangan tanya soal kedetilan Sunil yang mencari mobil-mobil tahun 1930-an untuk properti film ini, hingga ada mobil yang spare part nya harus dipesan di Jerman, agar di film ini bisa benar-benar berjalan, karena selama ini hanya koleksi museum. Untuk membuat filmnya saja, pihak Soraya Intercine Films harus melakukan riset lokasi, lingkungan sosial, pada masa kisah dalam novel itu terjadi dan sejarah tenggelamnya Kapal Van Der Wijck yang nyata terjadi di Laut Cirebon tahun 1936. Tiket kapal Van Der Wijck berbahasa Belanda, telepon di rumah Zainuddin yang klasik tahun 1930-an, kostum, bahkan setting kota nya...sangat jadul dan detil. Desain kapal Van Der Wijck pun harus dicari dari galangan kapal Feyenoord Rotterdam Belanda. Itu juga cetak birunya didapat dari kolektor. Tak ada foto-foto bersejarah tentang kapal "Titanic" nya Hindia Belanda tersebut. Bahkan setiap adegan-adegan yang menggambarkan banyak orang Belanda di sekitar aktor utama, selalu soundtrack film yang semula banyak diisi oleh lagu-lagu band Nidji, tiba-tiba diganti oleh lagu-lagu berbahasa Belanda, yang sedang hits di tahun itu. Sedikit saja saya kurang sreg, ketika acara pesta gathering Klub Perantau Anak Sumatera (KLAS) di Surabaya berpesta di rumah Shabir a.k.a Zainuddin. Lagu nya sih sudah benar lagu Belanda tahun itu, hanya sayang nya ditabuhi suara synthesizer dan electronic instruments serta beat musik cepat ala lagu-lagu disco atau clubbing music era tahun 2000-an. Bagi saya musik seperti itu cukup mengganggu, walau tidak penting sekali. Juga tak dikisahkan bagaimana Muluk si pemuda kampung yang awalnya tak mampu menegmudi mobil, yang diperankan dengan kocak oleh Randy Nidji, tiba-tiba mampu menguasai keahlian mengemudi mobil sehingga menjadi chauffeur nya Meneer Shabir alias Zainuddin kemana-mana. Sungguh lho, bagi saya sejak film "Penghianatan G 30 S PKI", dan "Tjoet Njak Dhien"....sangat langka menemukan film Indonesia yang digarap dengan begitu serius dalam hal detil. Mohon maaf, saya juga penggemar sutradara Gareth Evans, namun film nya yang berhasil menjadi hits di Hollywood yaitu The Raid:Redemption yang dibintangi Iko Uwais, itu saja....masih jauh kalah dalam hal detil dibanding film TKVWD. Menurut saya sih...hmmm....film ini layaklah untuk diikutkan dalam Festival-Festival Film Internasional, seperti Cannes, Berlin, Golden Globe atau bahkan Academy Awards 2014, untuk kategori film berbahasa asing. Teknik penggarapannya sudah kelas dunia menurut saya. Menurut saya lho.....hehehe. Dan...bagi yang berprasangka bahwa film ini alur cerita nya meniru film "Titanic" nya James Cameron, saya ingatkan, bahwa walau kisah kapal Titanic (1912) yang tenggelam lebih dahulu daripada kisah tenggelamnya kapal Van Der Wijck (1936). Namun kisah cinta dua insan yang dipisahkan oleh tragedi kapal tenggelam, lebih dahulu novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck (1938), dibanding film nya James Cameron (1998) atau 60 tahun kemudian. Dalam kisah kapal Titanic asli tak ada kisah kasih tak sampai ala Leonardo Di Caprio dengan Kate Winslet tersebut. James Cameron baru menciptakan untuk filmnya di tahun 1998.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun