Mohon tunggu...
Anastasia Inga Marella
Anastasia Inga Marella Mohon Tunggu... Mahasiswa S1 Hubungan Internasional di Universitas Brawijaya

Committed to Education

Selanjutnya

Tutup

Politik

Politik Balas Budi dalam Pemerintahan: Antara Loyalitas dan Nepotisme

24 Maret 2025   12:45 Diperbarui: 24 Maret 2025   12:45 261
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Parliament Chair. Sumber Ilustrasi: Unplash/HansjorgKeller

Dalam dunia politik, praktik balas budi bukanlah hal yang asing. Di Indonesia sendiri, praktik ini sering terlihat dalam bentuk pemberian jabatan kepada pihak-pihak yang telah berkontribusi dalam kemenangan seorang kandidat dalam pemilu baik melalui dukungan finansial, politik, maupun jaringan kekuasaan. Namun, apakah politik balas budi merupakan dinamika yang wajar dalam pemerintahan, atau justru mencerminkan budaya nepotisme yang melemahkan tata kelola negara?  


Politik Balas Budi: Antara Loyalitas dan Kepentingan Politik

Sejak era Orde Baru hingga Reformasi, politik balas budi tetap menjadi bagian dari sistem pemerintahan Indonesia, meskipun dalam bentuk yang berbeda. Pemimpin yang terpilih sering merasa berkewajiban untuk "membalas" dukungan politik dengan memberikan posisi strategis kepada individu atau kelompok yang berjasa dalam kemenangan mereka.  

Di satu sisi, pendekatan ini dapat dipahami sebagai strategi menjaga stabilitas politik dan memastikan keberlanjutan kebijakan. Dengan melibatkan orang-orang yang loyal, pemimpin berharap dapat menjalankan programnya dengan dukungan penuh dari lingkaran dalamnya. Selain itu, dalam beberapa kasus, individu yang menerima jabatan tersebut memang memiliki kompetensi yang sesuai, sehingga tidak serta-merta berdampak negatif terhadap kualitas pemerintahan.  

Namun, praktik ini juga membawa risiko besar, terutama jika jabatan publik lebih banyak diberikan berdasarkan loyalitas politik daripada kompetensi. Ketika individu dipilih karena faktor kedekatan, bukan karena keahliannya, kebijakan yang dihasilkan berisiko tidak efektif dan tidak berpihak pada kepentingan publik.  

Dampak Politik Balas Budi terhadap Tata Kelola Pemerintahan


Salah satu dampak nyata dari politik balas budi adalah melemahnya prinsip meritokrasi dalam birokrasi pemerintahan. Jabatan publik yang seharusnya diisi oleh individu yang kompeten sering kali diberikan kepada mereka yang hanya memiliki kedekatan politik. Akibatnya, muncul beberapa konsekuensi serius:  

1. Menurunnya Kualitas Kebijakan Publik
Keputusan yang diambil oleh pejabat yang tidak kompeten cenderung kurang matang dan tidak berbasis data yang kuat. Misalnya, dalam alokasi anggaran, pemerintah sering kali lebih mengutamakan pihak yang memiliki hubungan politik dengan penguasa, daripada yang benar-benar membutuhkan.  

2. Terhambatnya Reformasi Birokrasi
Reformasi birokrasi yang bertujuan meningkatkan transparansi dan profesionalisme dalam pemerintahan bisa terhambat jika jabatan strategis diisi oleh individu yang lebih mengutamakan kepentingan kelompok tertentu. Hal ini menyebabkan kebijakan birokrasi tidak berjalan efektif dan berpotensi memperburuk inefisiensi dalam pemerintahan.


3. Meningkatnya Risiko Korupsi dan Nepotisme
Pejabat yang merasa memiliki "utang" politik kepada pihak yang mengangkatnya cenderung lebih rentan terhadap tekanan untuk memberikan keuntungan bagi kelompok tertentu. Dalam banyak kasus, praktik ini berujung pada penyalahgunaan wewenang, kolusi, dan korupsi, yang justru semakin memperlemah kepercayaan publik terhadap pemerintah.  


Belajar dari Kasus Politik Balas Budi di Indonesia

Monument National Indonesia. Sumber Ilustrasi: PEXELS/ahmadarikurniawan
Monument National Indonesia. Sumber Ilustrasi: PEXELS/ahmadarikurniawan
Praktik politik balas budi dalam pemerintahan Indonesia sudah terjadi berulang kali. Beberapa kasus menunjukkan bahwa jabatan menteri atau posisi strategis di lembaga negara sering kali diberikan kepada individu yang memiliki hubungan dekat dengan pemimpin, baik secara politik maupun personal.  

Misalnya, dalam beberapa periode pemerintahan, jabatan-jabatan penting seperti menteri hingga pejabat di lembaga independen diberikan kepada tokoh-tokoh dari partai koalisi atau pendukung utama kampanye. Meskipun tidak semua penunjukan ini bermasalah, fenomena ini menunjukkan bahwa politik balas budi masih menjadi bagian dari sistem pemerintahan kita.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun